oleh:

Brigjen TNI Purn. Dr.dr. Soroy Lardo, SpPD KPTI, FINASIM, CiQnR, CIQaR

Ketua Departemen Hubungan Lembaga Pemerintah PB IDI

Alumni TOT Lemhannas – 2022

          Beberapa pekan ini mengemuka diskusi dinamis peran kemitraan dokter dan perawat, sesuatu yang perlu didalami dengan seksama, bagaimanapun kedua profesi ini memiliki kontribusi penting dalam historis bangsa, sejak mengawal perjalanan kemerdekaan. Tak pelak dilupakan, saat perang gerilya Jenderal Soedirman, nafas kejuangan kesehatan dan spirit kolaborasi sudah tertanam dan tertempa diantara dokter dan perawat sebagai Laskar Perjuangan Tentara Keamanan Rakyat (TKR).

         Apakah sedemikian krusialnya pernyataan adanya stratifikasi antar dokter dan perawat. Tergantung dari perspektif kita memahaminya. Sejatinya, kedua profesi ini membawa marwah agung melayani pasien sebagai ‘raja’ sejak masuk Unit Gawat Darurat dilakukan penilaian stratifikasi risiko, asuhan keperawatan, monitoring dan evaluasi di ruangan, serta upaya maksimal asuhan medis bersama dokter untuk diagnosis dan terapeutik.

           Pandemi Covid-19 salah satu contohnya, berjibakunya tanpa pamrih dokter dan perawat berjabat erat dalam diam dan doa-doa yang merelung kalbu beriringan dengan kematian para sejawat. Kita tentu ingat saat virus delta menyeruak ke berbagai lini masyarakat, tidak sedikit dokter dan perawat yang meninggal dunia. Data dan informasi ini sudah cukup untuk menjelaskan secara hakiki kemitraan dokter dan perawat.

Kalbu Kesejarahan Dokter – Perawat

           Tinjauan peran dokter dan perawat mengikuti jalan panjang proses kebangsaan, sejak perjuangan kemerdekaan sampai dengan orde reformasi. Fase perjuangan kemerdekaan terutama perang gerilya yang dipimpin Jenderal Soedirman, menjadi titik awal kebutuhan pelayanan kesehatan baik dokter dan perawat sebagai laskar kesehatan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang berkemampuan bergerak dari satu titik menuju titik juang berikutnya. Fungsi dokter dan perawat TKR telah mengisi tinta sejarah, bahwa perjuangan kemerdekaan memerlukan prajurit yang terjaga kesehatannya, walaupun saat itu dengan sarana penunjang dan logistik yang minim.

           Saat Orde Baru, perkembangan pengabdian dokter dan perawat mengalami turning point sejak dicanangkannya pembangunan kesehatan berkelanjutan, melalui keberadaan puskesmas di pelbagai pelosok, mengikuti konsep dan implementasi spirit jejaring primary health care negara-negara berkembang, misalnya dokter telapak kaki (foot doctor).

            Berpijak kepada historis keperawatan, tidak kita lupakan adanya fase mantri cacar yang berkunjung dari satu desa menuju satu desa lainnya, mereka bergerak dengan ketulusan hati dan tanpa pamrih. Kondisi inilah yang menjadi turning point, sekaligus inspirasi perkembangan sekolah mantri cacar tahun 1820, berkembang pendidikan perawat dasar tahun 1920, Akademi Perawat tahun 1964 dan tahun 1985 beberapa Fakultas Kedokteran Universitas Negeri membuka Studi Sarjana Keperawatan.

           Keperawatan profesional di Indonesia dimulai sejak 1962 dengan dibukanya Akademi Keperawatan d RSCM yang didukung oleh WHO (Techinal Report Series No 347 tahun 1966 halaman 13), yang mengungkapkan perawat profesional merupakan kategori yang berkemampuan dapat mengembangkan dan memberi pelayanan keperawatan, keterampilan tinggi baik di rumah sakit maupun di masyarakat, dan menetapkan keputusan sendiri berdasarkan prinsip ilmiah, klinis dan manajerial. Dengan demikian, diharapkan setiap kebijakan perawatan memiliki kerangka integrasi keilmuan diawali dengan proses berpikir ilmiah, etik profesi, tanggung jawab sosial terhadap asuhan pelayanan pasien di bidang rehabilitatif, penyuluhan kesehatan, penelitian kesehatan, pencegahan penyakit dan kecacatan, dan penemuan kasus dini.

Kalbu Kemitraan Dokter – Perawat

          Kolaborasi di era milenial, meluruskan informasi yang berkembang saat ini, justru konseptualisasi fungsi hubungan dokter dan perawat menuju kesetaraan, dengan akselerasi yang tinggi lulusan pendidikan S2 dan S3 Keperawatan, tidak sedikit dokter menjadi pembimbing dan penguji. Perlunya suatu keterbukaan dan kearifan pihak yang menentukan kebijakan, bahwa kedua profesi ini sudah menjalani proses jatuh bangun dalam mengembangkan keilmuan, terkait ilmu kedokteran, ilmu pengetahuan sosial dan perilaku sebagai kajian dan antisipasi kecenderungan keperawatan sesuai kebutuhan dan tuntutan masyarakat yang senantiasa berubah.

          Salah satu pengembangan kemitraan keilmuan adalah asuhan keperawatan yang menjadi pilar penting akreditasi rumah sakit yakni asesmen pasien (AOP) dan perawatan pasien (COP), sebagai dua jaring yang saling menguatkan dalam keseharian pelayanan, terkait dengan standarisasi, optimalisasi dan aksesabilitas pelayanan. AOP sebagai alat ukur efektif keputusan yang tepat kesinambungan pasien sebagai proses yang dinamis terhadap varian pelayanan yaitu data, analisis pemeriksaan dan perencanaan saat menjalani rawat inap. Proses ini di inisiasi sejak pasien memasuki unit gawat darurat. Sedangkan COP menjadi alat ukur multi dimensi varian pelayanan terkait dengan integrasi pola perawatan (kuratif, paliatif, rehabilitatif, preventif) yang terukur dalam satu bangunan perencanaan, pemantauan, modifikasi perawatan dan rencana tindak lanjut.

              Peran perawat yang didukung oleh dokter dalam AOP dan COP menjadi titik sentral nuansa pelayanan dengan karakteristik yang berbeda (strata rumah sakit). Konsepsi dan peran perawat yang pada awalnya bersifat vokasi untuk melayani, dengan perkembangan zaman menggerakkan dinamika keilmuan yang terus berubah, diantaranya interaksi dengan bidang sosiomedis, bertumpu dari konteks inferioritas pada awal sejarahnya berubah saat ini menjadi paradigma kesetaraan.

Jabat Erat Kohesi Kesetaraan

            Mengurai paradigma historis dan perkembangan keilmuan saat ini, hubungan kesetaraan dokter dan perawat mendekati keselarasan profesional, dua bidang yang saling menghargai dan melihat dengan jernih fungsi dan tanggung jawab masing-masing profesi-nya. Keselarasan ini menjadi suatu kesepahaman dan sekaligus kekuatan untuk menepis setiap informasi yang justru hendak mengoyak kemitraan yang sudah terjalin.

          Kemitraan yang dibentuk adalah mengarustamakan fungsi keilmuan dan fungsi kesehatan dan ketahanan bangsa. Fungsi keilmuan berperan sebagai sebagai science of human being yakni fungsi pengabdian transedental bahwa melayani adalah suatu seni dan panggilan yang dilakukan dengan keramahan dan kesantunan. Sikap dan perilaku yang terbentuk merupakan hasil dari perjalanan pendidikan dan pelatihan nurani berbasiskan konsep ilmiah yang kompleks, dan melibatkan bidang lain yakni ilmu pengetahuan sosial, budaya, dan perilaku. Fungsi kesehatan dan ketahanan bangsa mengembangkan peran pemberdayaan dalam bidang hospital based dan biomedical centered, mengupayakan proses pendidikan keperawatan secara intelektual dan biomedis yang diharapkan dapat mengintegrasikan ilmu keperawatan dengan teknologi kedokteran.

            Pemberdayaan dan fungsi keperawatan dalam sistem ketahanan nasional mencakup dua aspek yaitu aspek idealitas pemberdayaan pelayanan kesehatan di tingkat rumah sakit dan aspek idealitas pemberdayaan kesehatan di tingkat komunitas. Aspek idealitas pemberdayaan tingkat rumah sakit menempatkan fungsi perawat terlibat sebagai bagian yang tidak terpisahkan dengan sistem dan kebijakan rumah sakit.

          Fungsi keperawatan dalam konteks komunitas adalah keterlibatan dalam pemberdayaan kesehatan dan ketahanan masyarakat. Keilmuan keperawatan idealitas yang dimiliki menjadi nilai sinergitas dan jembatan organisasi yang menjejak kondisi realitas. Peran dan berdayanya dirasakan oleh akar rumput di di masyarakat, berkelanjutan fungsi keperawatan dalam pembangunan kesehatan di masyarakat. Konsep yang dapat dikembangkan adalah Nurse Community Sustanaibility Development (NCSD). NCSD menjadi mata akal dan mata hati pemberdayaan perawat di tingkat masyarakat, mungkin suatu saat menjadi salah satu tulang punggung pemberdayaan di masyarakat.

Nasionalisme berbasis Kemitraan

            Kemitraan nasionalisme adalah tali rajutan yang perlu dipelihara, mengingat kolaborasi yang sudah terbentuk selama ini membangun konstruksi empati kepedulian dengan titik pusat pasien. Pasien merupakan insan keutuhan fisik, psikis dan sosial yang perlu diteropong tidak semata dengan asuhan medis dan asuhan keperawatan. Pasien memiliki bangunan kapasitas host yang ditopang oleh sirkulasi metabolik untuk memelihara target kehidupan sel tubuh mensiklus energi berantai merasuki titik-titik optimal dan sirkulasi imunologi untuk menjaga target kontinuitas hidup sel tubuh mensiklus imunitas menyelami titik-titik kelenjar tubuh.

        Sirkulasi metabolik dan sirkulasi imunologi adalah suatu proses berkelanjutan tubuh mempertahankan nasionalismenya, baik dalam menyusun benteng-benteng pertahanan tubuh (imunitas humoral dan seluler) maupun menggerakkan pasukan-pasukan khususnya (enzim dan mineral) untuk menggerakkan kemampuan intelijen menghadapi musuh (agen). Keterpaduan satu tubuh menghadapi infiltrasi kuman ditentukan oleh kemitraan, kebersamaan dan integrasi berbagai komponen penopang tubuh yakni organ-organ yang kuat.

            Mengkaji uraian diatas mengemuka suatu gagasan kokoh, urgensi kesehatan saat ini membutuhkan organ-organ yang kuat menghadapi transformasi pertempuran ketidakadilan kesehatan melalui kemitraan organisasi profesi menuju enam pilar transformasi yang didambakan. Kemitraan dokter dan perawat adalah bola pendulum yang kuat, tidak terpisahkan dalam dimensi kesetaraan dan keselarasan.

         Kemitraan kesetaraan dan keselarasan dokter-perawat memerlukan beberapa aspek sebagai landasan diantaranya: (1) Aspek reflektif dan stratifikasi. (2) Aspek asuhan medis dan paramedis. (3) Aspek kemitraan profesi. (4) Aspek kesehatan pertahanan. Aspek reflektif dan stratifikasi adalah alur berpikir memahami suatu proses penyakit (klinis dan komunitas) pada masyarakat (retrospektif) untuk memahami alur problematika kesehatan. Mekanisme ini melalui pemetaan data objektif masalah kesehatan masyarakat untuk menjembatani hipotesis penyebab yang dibuktikan dengan verifikatif data kesehatan menjadi kerangka berpikir komprehensif untuk menembukan titik lemah dapat dikelola dengan analisis perencanaan dan penatalaksanaan faktual di lapangan secara maksimal. Aspek asuhan medik dan paramedik adalah proses berpikir mencakup pandangan holistik sebagai insan kesehatan berdasarkan dua landakan berpikir yakni landasan profesional dan landasan etika kepedulian. Landasan profesional melingkupi kemampuan untuk proses penyembuhan penyakit melalui upaya memecahkan masalah, pendampingan proses yang dialami dalam keseharian pasien, dan keselamatan dan kepuasan pasien. Ketiga aspek diatas berhubungan dengan ilmu pengetahuan, keterampilan, perilaku, komunikasi dan kemampuan dalam memberikan pertimbangan (judgement). Landasan etika kepedulian adalah pemahaan dokter dan perawatan terhadap etika profesi yang melingkupi pemahaman penyakit yang diderita, kondisi psikis pasien, aspek adat istiadat dan keagamaan, kerjasama, kesadaran akan keterbasan, keselarasan dan kesataraan pengetahuan dan keterampilan dan memiliki konsep baku dalam kerja kemitraan. Aspek kemitraan profesi adalah proses dan mekanisme menjalin kebersamaan untuk pelayanan terbaik pada pasien dalam mendalami status kesehatan serta analisis kerentanan komorbid yang mencakup dua aspek penting yaitu interaksi komunikasi dan networking. Interaksi komunikasi adalah penerapan keputusan diagnosis dan asuhan keperawatan berdasarkan ilmu pengetahuan dan sikap dasar (attitude) sehingga diharapkan dengan hasil profesionalisme mutu yang tinggi dan memuaskan (quality and satifisfaction). Networking adalah kemitraan dan kerjasama dalam satu sistem pelyananan berasas multidisiplin. Aspek kesehatan pertahanan adalah pemberdayaan dokter dan perawat untuk mengembangkan kapasitas dan kompetensi secara berkesinambungan untuk memberdayakan keahliannya sebagai aspek ketahanan nasional.

Kesimpulan

          Kemitraan Dokter dan Perawat merupakan perjalanan historis kesehatan bangsa dengan turning point perjuangan kemerdekaan yang memupuk suatu nilai-nilai kejuangan, kolaborasi dan kemitraan sebagai kesepahaman akan kesetaraan dan kemandirian profesi yang perlu dijaga nilai nasionalisme-nya melalui kalbu kesejarahan sejak kemerdekaan dan kalbu jabat kohesi kesetaraan di era milenial

Rujukan

  1. Dinas Pembinaan Mental Kesehatan Angkatan Darat. Rute Perjuangan Gerilya Panglima Besar Jenderal Soedirman, 2008. h.74-84
  2. JCI Standar Akreditasi Rumah Sakit, 2011
  3. Standar Akreditasi Rumah Sakit: Komite Akreditasi Nasional, 2017
  4. Lumenta B. Perawat Citra, Peran dan Fungsi. Kanisius.1989
  5. Mohamad K. Teknologi Kedokteran dan Tantangannya Terhadap Bioetika. PT Gramedia Jakarta,1992.
  6. Prawiranegara DD. Pengantar Dalam Lumenta: Pasien Citra, Peran dan Perilaku. Kanisius 1989.
  7. Daldiyono Hardjodisastro. Menuju Seni Ilmu Kedokteran bagaimana dokter berpikir, bekerja dan menampilkan diri. PT Gramedia, 2006.
  8. Lardo, S. Nurrobi, T. Sofiana. Etika Kedokteran Militer : Suatu Jawaban Dilema Etika Profesi Dokter Militer Dalam: Patriani.S, Nurrobi.T, Sianturi.O.P, Daldiyono, et.al (Editor).Bioetika Multi Disiplin. UNHAN Press, 2022.h. 9-36.DOWNLAOD PDF MENJAGA NASIONALISME KEMITRAAN DOKTER DAN PERAWAT

Bagikan