Governance, Energi Leadership dan Perspektif Komunitas

oleh :
Soroy Lardo

Pendahuluan

                Rumah Sakit Rujukan merupakan organisasi besar dalam lingkup pelayanan berbasiskan kompleksitas penyakit,  dan ruang antara manajemen bertitik tolak kepada pendekatan yang komprehensif. Spektrum rumah sakit yang sedemikian luas,  terdiri dari nilai statik berupa struktur bangunan, fasilitas pelayanan, sistem organisasi dan nilai dinamis berupa kerangka kerja, pola networking aset informasi, dan aksesabilitas mutu pelayanan.  Nilai statik dan nilai dinamis merupakan satu tubuh kebijakan pelayanan yang diharapkan selalu beriring – berjalan dalam mengelola entitas dan spirit pelayanan yang terbaik.

                Kekuatan entitas pelayanan menjadi gerakan spiritualitas untuk mengisi kotak-kotak rohani unit pelayanan sehingga energi kebijakan yang disalurkan menjadi suatu bahan baku aktivitas pelayanan yang bersinergi dengan identifikasi dan verifikasi pasien. Keluaran (output) yang diharapkan, tidak hanya berorientasi kepada kepuasan pasien tetapi bergeraknya proses pelayanan sebagai mekanisme kendali supervisi dan mutu dan keselamatan pasien berjalan pada track-nya.

                Tata kelola kepemimpinan rumah sakit menguak upaya sejauh mana efektifitas kepemimpinan menjadi suatu kekuatan sumber daya yang dapat dipercaya (akuntabilitas), transparansi dan memberikan payung besar untuk melihat dan mendengarkan setiap saran dan kritik dari arus bawah (grass root), bukan hanya nilai kritisi, tetapi suatu perjalanan alami rumah sakit untuk menjejakkan sejarah terbaiknya. Tata kelola kepemimpinan rumah sakit adalah suatu kekuatan identifikasi setiap potensi dan verifikasi setiap titik lemah, yang dianalisis menjadi bola kekuatan untuk memiliki kesiapan pelayanan paripurna.

Rumah Sakit Rujukan : Tata Kelola Kepempinan Efektif

          Tata Kelola Kepemimpinan Efektif adalah standar fungsional manajemen dalam memaknai pengelolaan rumah sakit berasaskan akuntabilitas, yaitu memiliki struktur organisasi dengan kekuatan sistem yang valid. Blue print rumah sakit menjadi acuan yang senantiasa menjadi titik tolak setiap pergerakan dinamika pelayanan, walaupun terjadi pergantian kepemimpinan. Pengelolaaan tanggung jawab tersebut mencakup kebijakan, perencanaan, alokasi anggaran, pemberdayaan SDM, sistem manajerial terintegrasi dan alur interaksi dan perbaikan proses mutu dan keselamatan pasien.

                Bangunan dari Tata Kelola Kepemimpinan Efektif (TKK) berpijak kepada peraturan dan undang-undang yang berlaku di bidang perumahsakitan. Terdapat dua aspek yang perlu menjadi perhatian utama yaitu : pertama, aspek yang terkait dengan kebijakan dan kedua, aspek program dan rantai kegiatan. Secara filosofis aspek kebijakan adalah nilai-nilai dan parameter (keilmuan) yang berkemampuan menjadi titik pusat proses pengelolaan manajemen yang berorientasi bersinerginya pelayanan yang komprehensif di tingkat layanan, dan tercapainya target-target pelayanan berdasarkan visi dan misi rumah sakit. Secara impilkatif, aspek program sebagai  rantai kegiatan yang bergerak dinamis ke setiap sumbu pelayanan. Rantai tersebut mengikat setiap petugas untuk menjamin setiap pasien dapat dilayani dari a sampai dengan z, termasuk kendala yang muncul dilapangan untuk dicari solusinya.

             TKK bukanlah organisasi yang duduk di awang-awang, namun menjadi tumpuan berbagai pikiran, ide, inovasi, dan suara alternatif saran-saran anggota untuk ditampung dan diolah menjadi satu konklusi kebijakan.

           Salah satu tugas dan tanggung jawab TKK adalah menentukan kebijakan visi dan misi rumah sakit apakah sudah membumi di tingkat elemen / unit pelayanan. Peran ini merupakan kekuatan moral dan kekuatan sosial yang diharapkan berkemampuan mengakselerasi unit layanan menjalankan fungsinya melayani pasien secara optimal. Kekuatan moral adalah suatu effort dan spirit yang bekerja secara berkelanjutan membangun kultur kepada setiap petugas kesehatan, bertanggung jawab terhadap tingkat profesionalitas kerja dan senantiasa memelihara kompetensinya. Setiap layanan dan tindakan yang diberikan merupakan langkah pelayanan terbaik. Kekuatan sosial adalah suatu gerakkan non struktural yang berbasiskan budaya bagaimana mengakulturasi prinsip-prinsip kinerja dan solidaritas kerja sebagai suatu spirit inovasi. Kekuatan sosial yang tercipta merupakan pengewajantahan arus partisipasi dari petugas kesehatan bergerak dalam jiwa kebersamaan dan kerjasama efektif di setiap unit menuju layanan dinamis efektif dan efisien.

Kerangka Kerja TKK   :  Energi  Kepemimpinan

          Kerangka kerja TKK adalah energi kepemimpinan. Energi yang berkemampuan menjadikan spirit kebijakan sebagai motor penggerak tanggung jawab menjalankan roda manajerial operasional rumah sakit. Energi kepemimpinan tersebut dapat mengoperasikan secara efisien dan efektif bergeraknya organisasi pelayanan dalam satu kekuatan integratif, tidak berdasarkan ketergantungan pada satu individu atau kelompok. Energi kepemimpinan merupakan wahana dan bertemunya aspek undang-undang, mekanisme kerja umpan balik dan pengelolaan sumber daya menaut pada alur yang sama.

           Kerangka kerja energi kepemimpinan tidak hanya di ranah kebijakan, namun menyentuh elemen strategis pelayanan yang terkait dengan kualitas perawatan pasien dan kompetensi perawat (AOP dan COP). Terdapat perspektif perawatan pasien dengan penggunaan berbagai fasilitas,  teknologi diagnostik dan terapeutik pengobatan. Fungsi ini berorientasi kepada pasien, terutama terkait dengan adanya penggunaan identifikasi ekpsperimental obat dan teknologi yang memerlukan alur dan proses analisis mendalam dan persetujuan pimpinan rumah sakit. Pimpinan rumah sakit menentukan ruang lingkup dan intensitas layanan berbasiskan nilai stratifikasi dan resiko.

                Kerangka kerja energi kepemimpinan rumah sakit juga hendaknya memperhatikan interaksi dengan komunitas masyarakat. Rencana  strategis ini mencakup networking hospital sociality responsibility dan activation community responsibility. Pimpinan rumah sakit bersama dengan pimpinan masyarakat membuat rencana untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan masyarakat. Misinya adalah senantiasa mengembangkan perspektif kebutuhan  populasi masyarakat berasaskan kondisi geografis bahkan politik terhadap perubahan dinamis kebutuhan masyarakat, terhadap akses pelayanan kesehatan. Konteks kerja-nya, pimpinan rumah sakit bersama dengan pimpinan masyarakat menyusun rencana bersama terkait pelayanan kesehatan yang dibutuhkan misalnya klinik, apotik dan layanan ambulans, bahkan jika memungkinkan spesifikasi pelayanan yang dibutuhkan berdasarkan stratifikasi dan kondisi geomedik masyarakat.

            Energi kepemimpinan rumah sakit adalah suatu investasi dan energi terbarukan. Rumah Sakit Rujukan jika dianalogikan dengan konsep kebutuhan energi saat ini, memerlukan suatu transisi energi. Transisi energi adalah suatu upaya mengurangi ketergantungan terkait dengan trifungsinya dalam bidang pelayanan, pendidikan dan penelitian. Jika dikaitkan dengan ketergantungan Indonesia terhadap minyak bumi, transisi energi ditujukan mengurangi penggunaan minyak bumi dan memperbesar pemakaian batubara dan gas bumi dengan investasi energi terbarukan. Pengertian filosofis transisi energi adalah adanya suatu perencanaan, efektivitas, mengelola tantangan/kendala yang dihadapi, investasi energi terbarukan dan keberlanjutan (SDG). Transisi energi dalam kerangka pengembangan rumah sakit adalah kondisi dinamis yang tercipta bagaimana kapal besar rumah sakit dapat medayung ditengah gelombang yang kuat dengan mempetahankan energi  yang dimiliki dan mendayagunakan potensi tersebut senantiasa  kuat dan menjadi pagar terhadap gelombang yang menghantam.

Transisi energi sebagai investasi kebaruan kesehatan adalah menempatkan dan menerapkan tiga sisi aspek pelayanan, pendidikan dan penelitian rumah sakit berada pada bandul yang berbeda. Rumah sakit memiliki selayaknya memiliki think thank yang berkemampuan memprediksi bandul rumah sakit  kedepan. Sudah tentu tidak bisa bandul pelayanan saja yang menjadi prioritas tanpa memperhatikan bandul pendidikan dan penelitian. Suatu waktu misalnya, terkait dengan kerjasama sebagai rumah sakit pendidikan, bandul pendidikan dalam kurun waktu tertentu menjadi suatu prioritas untuk mendukung pelayanan. Konteks yang dapat dipelajari dari konsep keseimbangan energi adalah terdapatnya kerangka energi yang berkesinambungan yang disebut dengan tiga pilar (trilemma) yaitu energy security (ketahanan energi) dalam hal ini fasilitas dan kompetensi SDM, energy equity (keadilan energi) dalam hal ini kesejahteraan dan hak anggota mendapatkan pendidikan dan pelatihan yang bersiklus dan environmental sustainability (keberlanjutan lingkungan), yaitu kebijakan dan pagar yang senantiasa menjadi ruh rumah sakit berjalan pada track-nya yaitu penelitian dan etika kebijakan rumah sakit. Dengan demikian, energi kepempimpinan rumah sakit memiliki makna yang sangat luas, bergerak dalam dimensi kebijakan dan dimensi operasional.

Interkolaborasi Departemen dan Instalasi

          Interkolaborasi dalam suatu organisasi besar merupakan keniscayaan dan kultur yang bergerak baik interaksi dan interelasi yang terbentuk. Interkolaborasi merupakan ruh berjalannya sinergitas dan koneksitas  dengan tujuan optimalisasi pelayanan. Interkolaborasi mencakup perangkat keras dan perangkat lunak tombak pelayanan. Perangkat keras adalah struktur dan fasilitas departemen / instalasi yang secara fisik memberikan wadah kekuatan fasilitas pelayanan, dalam hal ini teknologi diagnostik dan teknologi pendukung terapeutik. Perangkat lunak adalah kebijakan, SOP dan alur pelayanan, kompetensi SDM menerakan sarana efektivitas dan efisiensi pelayanan yang diberikan. Interkolaborasi menjadi benang-benang pelayanan yang merajut menjadi gulungan kuat dan selalui bertahan untuk akreditasi yang sudah tercapai, namun tetapi memiliki spirit untuk meningkatkan keparipurnaan pelayanan.

       Pimpinan rumah sakit menghadapi konsep interkolaborasi berfungsi sebagai ‘orang tua’ yang mencoba mendengarkan saran dan kritik dan memberikan arahan kepada departemen dan instalasi terhadap perawatan klinis yang dijalankan setiap departemen/ instalasi berupa manajemen terpadu kegiatan klinis, manajerial setiap departemen /instalasi terhadap layanan yang diberikan. Pimpinan rumah sakit melalui pelatihan kepemimpinan yang berjenjang, mengupayakan meningkatkan kinerja departemen /instalasi sejauhmana layanan terpadu berinteraksi dan mengembangkan sikap integratif, terutama terkait dengan layanan diagnostik. Integrasi yang berkembang dilapangan terdiri dari ; 1) Memformat perencanaan dokumentasi yang terkait dengan kebijakan, perencanaan, identifikasi dan tujuan pelayanan serta prosedur dan ketersediaan staf ;2)  Menentukan kriteria dan rekomendasi profesional staf terhadap layanan yang diberikan. Pemenuhan kriteria ini sangat penting untuk menjalin jangkar pelayanan tetap kokoh dan berkesinambungan; 3) Kolaborasi pelayanan yang tersusun berbasiskan dokumentasi tertulis dan mekanisme umpan balik dari masukkan perbaikan pasien melalui customer service; 4) Pendidikan dan pelatihan sebagai nilai orientasi dan melihat kapasitas dan kapabilitas awal dari setiap personil ; (5) Merangkumkan ruang lingkup pelayanan dalam satu kotak bersama baik departemen dan instalasi untuk menentukan prioritas baik ukuran dan perbaikan terhadap layanan, evaluasi berdasarkan survey dari pasien dan sejauh mana layanan yang diberikan sudah efektif dan efisien baik pembiayaan maupuan optimasi pelayanan.

           Pada prinsipnya intekolaborasi departemen / instalasi merupakan titik simpul dan titik tumpu menggambarkan nilai keseharian pelayanan yang diberikan rumah sakit rujukan dengan  penilaian yang diberikan bersifat multi perspektif (pasien, masyarakat dan internal). Kondisi ini berjalan dalam konteks Hospital Sustainability Development, bahwa rumah sakit memiliki fakta historis tujuan didirikannya dengan visi dan misi sebagai perangkat filosofis, adanya blue print sebagai arahan perspektif pembangunan fisik dan non fisik rumah sakit dan fakta das sollen sebagai kondisi faktual yang harus dihadapi (stimulan dan kendala). Pergerakkan ini  membutuhkan pasukan infantri, yaitu interkolaborasi departemen / instalasi yang berjalan ‘bak’ kereta menuju satu titik tujuan dengan memberikan jalan keluar yang bersifat multisolutif dan multi sintesis

Etika Kelembagaan : Perspektif Komunitas.

          Etika kelembagaan merupakan wajah depan rumah sakit rujukan. Etika kelembagaan menjadi pagar kawat yang fleksibel terhadap setiap norma pelayanan dan norma keperawatan yang dijalankan dalam keseharian. Norma pelayanan dan norma keperawatan merupakan  nilai yang berdampak lingkungan dalam proses pelayanan maupun pembelajaran yang memanfaatkan fasilitas pendidikan.  Etika kelembagaan tidak semata mengatur kedua norma tersebut, namun merangkum kebijakan rumah sakit sebagai galur yang saling membutuhkan misalnya manajemen etika perawatan pasien sesuai dengan norma bisnis, keuangan, etika, hukum dan melindungi hak-hak pasien.

        Beberapa aspek yang perlu menjadi perhatian dalam etika kelembagaan yaitu etis, hukum dan aturan pengelolaan keuangan yang profesional dan menjaga azas transparansi. Kerangka kerja kelembagaan rumah sakit rujukan adalah : 1) Mengungkapkan kepemilikan dan setiap konflik kepentingan; 2) Secara jujur menjelaskan layanan kepada pasien ;3) Menyediakan kebijakan-kebijakan penerimaan, transfer dan pemulangan pasien yang jelas;4) Membuat tagihan yang kuat untuk layanannya dan 5) Menyelesaikan konflik ketika insentif keuangan dan pengaturan pembayaran dapat membahayakan perawatan pasien.

            Kerangka kerja etika kelembagaan merupakan kekuatan moral rumah sakit untuk menjaga integritasnya. Integritas tersebut adalah menerapkan interaksi yang dinamis diantara science of human being dan social of human being. Science of human being adalah kendali mutu keilmuan sebagai  suatu kekuatan struktur tiga pilar rumah sakit rujukan (pelayanan, pendidikan dan penelitian). Science of human being menguatkan integritas kesadaran moral sebagai bagian dari kesadaran perilaku, seperti yang dikemukakan oleh Lawrence Kohlberg (1969), yaitu menjungjung tinggi fase orientasi prinsip etika universal. Pada fase ini moral merupakan kekuatan hati nurani untuk memegang teguh keadilan, menjunjung tinggi persamaan hak dan menghormati harkat martabat kemanusiaan. Social of human being menguatkan integritas  hati nurani keadilan mewujud kepada fenomena kebersamaan, dan fase perjalanannya memperjuangkan etika universal menjadi gerakkan perubahan. Rekayasa yang dikembangkan dalam konsep ini adalah : 1) Rekayasa edukasi yang berorientasi kepada hati nurani dan rasionalitas dengan mengedepankan nilai-nilai untuk hidup bersama; 2) Rekayasa perubahan budaya dengan menekankan kebaikan bersama yaitu keadilan, kesejahteraan, kohesi sosial, identitas dan partisipasi.

            Science of human being dan Social of human being menjadi dua pilar etika kelembagaan rumah sakit rujukan, disatu sisi pendekatan keilmuan komprehensif menjadi titik tolak kebijakan dan disisi lain pendekatan community komprehensif menjadi titik tumpu kekuatan jejak rumah sakit mempertahankan tanggung jawab moral mengawal rumah sakit berada dalam jalur kebenaran.

Strategi Kompetensi Kelembagaan

              Setiap rumah sakit rujukan memiliki nilai unggulan dan spesifikasi yang berbeda. Nilai unggulan tersebut merupakan trade mark untuk menguatkan martabat rumah sakit. Jika diurai nilai unggulan rumah sakit rujukan diantaranya di bidang cerebrovaskuler, kardiovaskuler, bedah, infeksi dan kanker. Strategi kompetensi kelembagaan masing masing rumah sakit tentunya bertumpu kepada bidang yang akan dikembangkannya, dan diharapkan nilai unggul tersebut meningkatkan kepercayaan masyarakat untuk berobat semakin tinggi.

        Menurun Riant Nugroho (2018) strategi dasar kompetensi kelembagaan adalah membentuk karakter kelembagaan yang meningkatkan daya saing dengan mendayagunaan berbagai potensi variabel yang memiliki kekuatan untuk mempengaruhi produktivitas  SDM.  Tema dan strategi pengembangan rumah sakit adalah dengan membangun karakter kompetensi. Karakter ini memiliki kekuatan daya saing yang secara metodologi akan memengaruhi berbagai variabel potensi setiap unit dan elemen rumah sakit. Pembangunan karakter rumah sakit rujukan memerlukan kesepahaman bersama diantaranya ; 1) Pengertian kedayasaingan rumah sakit rujukan ;2) Memahami seberapa banyak potensi daya saing dari setiap unit/elemen pelayanan;3) Evaluasi dan monitoring apakah karakter daya saing yang dimiliki masih dalam tataran kebijakan atau bahkan belum terimplementasi di tingkat lapangan;4) Kejujuran untuk melihat kesenjangan karakter daya saing diantara pimpinan dan petugas kesehatan dilapangan. Perlu pemetaan yang jelas apakah karakter tersebut hanya dimiliki oleh elite pimpinan rumah sakit atau petugas layanan di ujung tombak; 5) Pemetaan yang tepat akan membuat suatu kebijakan rekayasa karakter daya saing petugas rumah sakit rujukan melalui metode kemauan politik (political will) dan kultur kinerja rumah sakit.

            Beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam strategi karakter daya saing adalah mengupayakan terwujudnya kompetensi teknik yang terdiri dari pengetahuan yang tinggi (highly knowledge), keakhlian dan ketrampilan (skilled) dan bakat (talented) dan kompetensi etik yaitu karakter yang kuat dan budaya pantang menyerah. Kedua kompetensi ini berjalan dalam keseimbangan diantara kompetensi komunitas (perspektif dan inovasi) dan kompetensi rumah sakit produktif dan inovasi).

Kompetensi Teknik merupakan kewajiban dan tanggung jawab mora struktural rumah sakit menyediakan anggaran dan wahana untuk meningkatkan kapasitas SDM-nya secara berkesinambungan. Peningkatan kemampuan SDM selayaknya bertumpu kepada perspektif masa depan apa dan bagaimana keterlibatan rumah sakit  berperan ditengah kompetensi yang ketat. Untuk mewujudkan fungsionalisasi bidang ini, diperlukan suatu lembaga pendidikan rumah sakit yang kuat (medical education center) yang tentunya rekrutmen petugas yang mengawangi memerlukan proses panjang sebagai investasi rumah sakit jangka panjang. Jika mekanisme rekrutmen diikuti dengan kesadaran pimpinan untuk mendukung suplai fasilitas dan logistik dana pendidikan melalui rencana jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang, wahana rumah sakit rujukan yang memiliki kapabilitas kompetensi teknik mumpuni dapat terwujud.

Kompetensi Etik menjadi tantangan tersendiri bagi rumah sakit rujukan, terutama menyambut era revolusi 4.0, revolusi dimana teknologi digital dan networking informasi  akan mengisi relung-relung elemen pelayanan, terutama terkait dengan teknologi diagnostik dan terapeutik. Namun hal yang tidak boleh dilupakan adalah konsep patient centered dengan kondisi variasi dinamik kondisi host mungkin tidak terjangkau secanggih apapun teknologi yang diterapkan, mengingat kondisi usia lanjut, penyakit komorbid (DM, Stroke), akselerasi penyakit infeksi tidak terduga (outbreak) menjadi faktor kompleksitas penyakit dan eksternal belum didapatkannya benang merah penyelesaian secara maksimal.

Rumah Sakit Rujukan dan Pondasi Kultural

Salah  satu  pekerjaan  rumah  sakit rujukan saat ini apakah memiliki pondasi kultural yang kuat  ? Mengingat rumah sakit rujukan yang ada dinegara kita memiliki karakteristik kultural yang berbeda, ditinjau dari aspek historis, yuridis, konservatif pelayanan dan perspektif untuk mengembangkannya untuk kurun waktu kedepan. Mengkaji hal tersebut, tentunya masing-masing rumah sakit rujukan memerlukan suatu telaahan kritis terhadap ;1) Identifikasi dan variabilitas pelayanan ;2) investigasi dan validasi kompetensi;3)  keberagaman pelayanan;4) Konteks terkini (SWOT) dan 5) Skenario masa depan dan prioritas. Kelima aspek tersebut perlu menjadi peta besar yang memuat batang tubuh rumah sakit berbasiskan analisis titik-titik kelemahan yang didapat dan titik-titik kekuatan yang perlu dipertahankan dan ditingkatkan. Proses untuk mengembangkan keberagaman sistem masa depan ini memerlukan evaluasi dan penyusunan bertahap yaitu ;1) Merencanakan;2) Merumuskan;3) Mensimulasikan;4)Melaksanakan;5)Mengendalikan. Kelima tahapan tersebut menjadi siklus yang berkelanjutan dari proses keseharian tujuan yang ingin dicapai dan umpan balik untuk mempertahanan prestasi rumah sakit. Mekanisme ini tidaklah mudah, umumnya rumah sakit bersibuk ria dengan kerja keras untuk memenuhi elemen-elemen pelayanan sebelum akreditasi rumah sakit, namun setelah lulus akreditasi terjadi penurunan semangat mempertahankan prestasi yang sudah dicapai.

Salah satu pondasi kultural rumah sakit rujukan adalah kompetensi daya saing sebagai skala prioritas. Prioritas adalah menciptakan daya saing sehingga produk inovasi pelayanan dapat diterima  oleh pasar komunitas. Strategi utama untuk hal tersebut adalah menciptakan ekosistem kebijakan melalui endowment convensional dan endowement contemporer. Strategi yang dikembangkan adalah pertama mengenali dan selanjutnya mendayasaingkan kemampuan hard sklill , bagaimana agar produktivitas petugas rumah sakit  meningkat secara signifikan yaitu keterampilan teknis yang terjaga dan berkesinambungan. Misalnya seorang radiographer dirumah sakit selalu mengupdate bidang keahkliannya dan selalu mempersiapkan diri dalam uji kompetensi. Strategi kedua adalah kemampuan soft skill sebagai suatu penanaman karakter profesional yang memperkuat kemampuan daya saing. Kekuatan soft skill  adalah nilai karakter yang akan terpartri sebagai pondasi kultural rumah sakit, berwujud kepada energi berkelanjutan (sustainable energy)

Konklusi Kesejahteraan

                Salah satu yang mungkin jarang dibahas dalam tata kelola efektif kepemimpinan rumah sakit adalah konklusi kesejahteraan. Konklusi kesejahteraan adalah pola diametral melihat dari sisi lain menautkan jejaring bisnis rumah sakit yang berorientasi kepada keuntungan, berjalan beriringan dengan jejaring demokratisasi rumah sakit yang berorientasi kepada hospital responsibility. Dua pendekatan yang dapat diterapkan dalam bidang hospital responsibility yaitu pada tingkat internal ditujukan kepada setiap petugas rumah sakit dan tingkat eksternal kepada masyarakat. Strategi internal hospital responsibility bertumpu kepada kesadaran partisipatif mengembangkan politik kesejahteraan merupakan kebutuhan dasar untuk memperkuat landasan akar rumput rumah sakit. Kesejahteraan menjadi topik utama setiap elemen masyarakat untuk adil dan makmur, dengan harapan kinerja untuk membangun bangsa akan meningkat dan terjaga. Jika merujuk kepada kebutuhan Maslow yaitu Physiologycal Needs, Safety, Love & Belonging, Esteem dan Self Actualization merupakan dimensi kekuatan kultural (self belonging) untuk menjaga martabat dan jati diri rumah sakit. Pemenuhan kebutuhan kesejahteraan tidak semata tersedianya pendapatan yang cukup, lebih jauh dari itu adalah pembentukan ekosistem bekerja yang memungkinkan adanya nilai pengayoman dan keselamatan yang didukung empati manajemen rumah sakit memberikan aura lingkungan kerja yang memberikan rasa cinta dalam bekerja dan mengabdi. Konklusi kesejahteraan ditentukan komitmen manajemen rumah sakit menyediakan anggaran yang cukup untuk meningkatkan kompetensi keilmuan setiap petugasnya untuk mengaktualisasikan potensinya. Dengan demikian rumah sakit rujukan secara struktural memiliki sarana yang cukup dan secara SDM memiliki kekuatan mumpuni menghadapi setiap kompleksitas problematika pasien yang dirujuk, mengalir sebagai air yang tertata rapih dan bergerak ke satu tujuan yaitu optimalisasi pelayanan.

Dr.dr.Soroy Lardo, SpPD  Kepala Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi Departemen Penyakit Dalam RSPAD Gatot Soebroto. Doktor Lulusan Universitas Gadjah Mada.

Rujukan

JCI Standar Akreditasi Rumah Sakit, 2011

Standar Akreditasi Rumah Sakit : Komite Akreditasi Nasional, 2017

Jurnal Prisma. Menyongsong Era Energi Terbarukan Volume 37, 2018

Soroy Lardo. Membangun Pranata Pelayanan Rumah Sakit Rujukan. PT  Adfale Prima. 2019 ISBN 978-602-6712-07-3

Riant Nugroho. Kebijakan Membangun Karakter Bangsa Di Era Digital, Disruptif, dan Kaos. PT Gramedia.2018

Bagikan