Health Democracy and Learning Strategy

oleh :

Soroy Lardo

          Demokrasi kesehatan merupakan nilai politik bangsa yang menautkan kebijakan kesehatan (Sistem Kesehatan Nasional) dengan kekuatan partisipasi masyarakat.  Kebijakan kesehatan melalui analisis determinasi  kesehatan global dan interelasi pengaruh antar negara, menjadi parameter utama sejauh mana langkah keterlibatan Indonesia sebagai bangsa yang besar dan kuat berkemampuan memberikan kontribusinya, bahkan menjadi titik terdepan (leader) pembangunan kesehatan yang berkelanjutan. Disisi lain, kebijakan kesehatan harus membuka mata hati dan amal gerakkan partisipasi masyarakat baik melalui posyandu dan dukungan LSM kesehatan, sebagai kepedulian transformasi yang akan mencari muaranya sendiri, dan diharapkan bertemu pada satu titik sinergitas dengan kebijakan kesehatan nasional.

                Kondisi yang  jangan dilupakan, demokrasi kesehatan merupakan sarana bagaimana menjembatani peran regulasi kesehatan tidak semata menjadi secarik kertas yang menyusur ke birokrasi di bawahnya, tetapi menjadi tetesan kebijakan yang membumi, bertemu dengan arus partisipasi kesehatan masyarakat.

                Demokrasi kesehatan dalam konteks strategi politik kesejahteraan bangsa adalah bagaimana menempatkan kekuasan rakyat sebagai kekuatan demografi yang mewakili peran partisipasinya di bidang pembangunan kesehatan. Catatan kuncinya adalah, adanya pengelolaan sumber daya dibawah otoritas kekuasaan  sehingga tercapai optimalisasi distribusi sumber daya. Pengelolaan sumber daya kesehatan merupakan isu strategis demokrasi kesehatan, yaitu terpenuhinya kesejahteraan masyarakat secara adil dan merata, tetapi juga ketersediaan akses bagi publik dalam mengontrol dan mengelola sumber daya kesehatan.

       Demokratisasi kesehatan bangsa merupakan dimensi dinamis perjalanan pembangunan kesehatan berpijak kepada nilai historis, nilai kebijakan, nilai pembangunan semesta dan nilai politik kemasyarakatan. Nilai historis mencakup peran kesehatan dalam perjuangan kemerdekaan sebagai wujud nasionalisme memberdayakan potensi terbatas SDM kesehatan saat itu, sebagai laskar kesehatan rakyat. Laskar kesehatan rakyat merupakan embrio berkembangnya learning by doing dukungan dan pelayanan kesehatan di medan pertempuran yang mengemuka sebagai kompi kesehatan, batalyon kesehatan dan rumah sakit lapangan. Kondisi saat itu menjadi cikal bakal berkembangnya rumah sakit militer di beberapa area terkonsentrasinya personil mililter. Nilai kebijakan adalah berjalannya proses sejarah setelah kemerdekaan, bagaimana mengisi titik titik nasionalisme kebangsaan melalui pelayanan kesehatan yang berbasiskan kemasyarakatan, dengan istilah pendekatan teritorial. Nuansa saat itu mencetuskan bahwa terdapat ruang besar demokrasi kesehatan di lapisan masyarakat dengan memberdayakan peran bintara teritorial. Bintara teritorial menjadi kebijakan nasional (TNI) kesehatan sebagai alat demokratisasi untuk menjejak kuat kekuatan swadaya masyarakat. Nilai pembangunan semesta menjadi ‘ikon’ berikutnya mengambil istilah dari perang rakyat semesta. Seusai kemerdekaan, tentunya jiwa petarung rakyat perlu dipelihara untuk tetap konsisten mengisi demokratisasi kesehatan sebagai nilai kedaulatan bangsa. Nilai pembangunan semesta merupakan gerakkan demokrasi kesehatan melalui pemberdayaan dinamis pembangunan kesehatan untuk keluar dari situasi statis demokrasi diakibatkan kuatnya kuku birokrasi menancapkan perannya di bidang struktural kesehatan. Gerakkan demokrasi ini mengembangkan strategi berakar dengan keterlibatan pakar kesehatan di bidang kemasyarakatan,  untuk menggerakkan  aksi kolektif dari bawah dengan berbagai varian perbedaan, mengartikulasikan visi dan misi kebijakan kesehatan nasional baik secara instrumental untuk kebutuhan jangka pendek maupun secara institusional dan partisipatif untuk kebutuhan jangka panjang.

Mengurai Problematika Demokratisasi Kesehatan

                Problematika demokratisasi kesehatan merupakan jalur zigzag yang mengurai ‘bak’ air mengalir mencari saluran kecil. Saluran kecil tersebut menyeruput untuk mengisi sela-sela tanah untuk disuburkan tanamannya. Demokratisasi  kesehatan akan menumbuhkan nilai kesejahteraan jika air yang mengalir tidak tersumbat oleh berbagai mekanisme biokimia dan fisik yang menghambat internalisasi energinya untuk membasahi tanah sekitarnya. Sudah tentu nilai kebijakan kesehatan yang menjadi keputusan pemerintah berbasiskan aliansi fenomena kebutuhan di masyarakat, yaitu adanya diseminasi partisipatif yang bergerak dinamis pelayanan kesehatan dapat menembus rongga-rongga senyap dan membukanya menjadi aliran pelayanan yang memberikan hasil maksimal.

           Problematika demokratisasi kesehatan adalah bagaimana mekanisme sumber daya berkembang dalam kajian-kajian sosial dan ekonomi, sehingga memiliki makna kemasyarakatan yang berhubungan erat dengan upaya penciptaan kemakmuran dalam arti material dan non material. Sumber daya kesehatan dalam hal ini sistem pelayanan kesehatan, memiliki pilihan yang ditentukan oleh struktur kekuasaan yang berlaku, khususnya menyangkut sistem pengambilan keputusan dalam hal produktivitas, alokasi pembiayaan, distribusi sumber daya, siapa yang paling menentukan memberikan keputusan serta siapa yang paling diuntungkan dari keputusan tersebut.

Konfigurasi kebijakan politik  yang berorientasi kepada rakyat sangat menentukan untuk menguatkan arena keadilan yang menjembatani kepentingan lokal dan nasional dalam konteks the grounding of human activities in spesific places. Menurut Harris dkk pengertian “lokal” mengandung makna ruang (sphere) yang bukan sekedar arena (space). Ruang kesehatan lokal harus mengayomi berbagai institusi, forum, praktik kesehatan yang bersifat publik dan terbuka (puskesmas) / posyandu yang memungkinkan setiap orang dapat hadir  untuk berdeliberasi dan bernegosiasi tentang berbagai problematika kesehatan. Kegiatan lokal ini menjadi konsepsi tempat berlangsungnya  struktur dan kebijakan politik kesehatan daerah, mengandung makna penyelenggaraan pemerintahan mengelola sumber daya sebagai kekuatan kesejahteraan tingkat lokal.

           Politik kesejahteraan untuk kesehatan adalah sejauh mana instrumen kekuasaan menentukan mekanisme pengelolalaan sumber daya kesehatan berasaskan kesejahteraan. Politik kesejahteraan harus dipahami sebagai mekanisme pengelolaan sumberdaya kesehatan yang membingkai pilihan kebijakan kesehatan pada alur keterlibatan power pemerintah untuk mewujudkan spirit dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan, dan mensinergikannya dengan cakupan pemetaan dan kebutuhan terhadap problematikan kesehatan yang terjadi di setiap daerah.

Mekanisme Strategi Politik Kesehatan untuk Kesejahteraan

             Terdapat tiga mekanisme dalam strategi politik kesejahteraan bidang kesehatan yaitu mekanisme hirarki, mekanisme alternatif pertukaran dan mekanisme solidaritas. Mekanisme hirarki adalah adalah dominasi peran birokrasi secara terstruktur dengan rantai komandonya melaksanakan realisasi dari upaya kebijakan kesehatan. Mekanisme ini bertumpu kepada pembangunan kesehatan melalui state-directed development atau state-led development atau state centre development. Peran negara dalam hal ini menjadi kunci dalam pengelolaan sumber daya kesehatan menjadi kekuatan terstruktur. Misalnya Kebijakan pelayanan rujukan dari PPK-1 sampai PPK-4 merupakan otoritas negara untuk menjaga harmonisasi kebijakannya. Peran birokrasi ini juga harus berorientasi kepada menjustifikasi publik terlibat dalam gagasan pemerataan yang berorientasi kesejahteraan masyarakat, prinsipnya negara menjadi penentu pemerataan kesehatan untuk kesejahteraan masyarakat. Program intensifikasi akan menjadi baik jika negara memiliki suatu empati besar mengintervensi kebijakannya agar terwujud sebagai pemberdayaan dan pemerataan kesehatan di tingkat grass root.  Mekanisme pertukaran alternatif adalah penciptaan kondisi tercapainya kesejahteraan berorientasi akumulasi kapital industri kesehatan berdasarkan orientasi pasar. Menurut paham ini kesejahteraan akan terwujud secara alamiah melalui trickle down effect. Investasi kesehatan yang ditanamkan ditujukan untuk produktivitas. Mekanisme ini berasaskan kepada keterbukaan, informasi simetrik, rasionalitas dengan karakter kompetitif dan transaksional. Mekanisme ini membutuhkan suatu konsensus berbasis sistem (konteks pasar), namun memerlukan suatu ketulusan hati pemilik modal dalam mewujudkan kesejahteraann sebagai bagian redistribusi oleh negara bahwa kapital yang terbangun ditujukan untuk menghasilkan kemakmuran bersama. Mekanisme solidaritas adalah berbasiskan suatu kepercayaan tersinerginya imbal balik (resiprositas)dan nilai tradisi untuk membangun karakteristik altruistik dan ethical coordination. Konsep ini membentuk saling ketergantungan berbasiskan solidaritas sosial, dengan harapan penciptaan kesejahteraan yang dibentuk merupakan maksimalisasi kemanfaatan bersama yang dicapai tindakan kolektif (collective action)

                Strategi yang dibangun dalam konteks kebijakan kesehatan adalah mengupayakan agar ketiga mekanisme ini berjalan secara alamiah berbasiskan potensi dan investasi daerah, bagaimana suatu nilai tambah ekonomi dapat bergerak dalam bandul adanya kompetisi pasar sebagai bisnis kesehatan, namun nilai kapital yang dihasilkan sebagian menjadi suatu community responsibility dengan mengedepankan solidaritas, misalnya pemberdayaan posyandu yang dapat menyentuh akar kebutuhan masyarakat untuk hidup produktif dan sehat.

Agenda setting : Strategi bottom up

                Upaya membangun strategi kesehatan untuk kesejahteraan adalah bagaimana mengkompromikan rute kesejahteraan yang akan ditempuh. Jika saat orde baru strategi bertumpu kepada pemberdayaan puskesmas dan posyandu, saat ini tentunya memiliki orientasi yang berbeda dengan bertumbuhnya institusi rumah sakit swasta dengan salah satu perspektifnya adalah untuk bisnis. Namun hal yang perlu dipahami rumah sakit merupakan organisasi padat modal, padat karya dan padat ilmu. Ketiga aspek ini menjadi tantangan tersendiri, bagaimana menyeimbangkan untuk mencapai mutu dan keselamatan pasien yang baik. Beberapa agenda penting terkait dengan demokrasi kesehatan adalah mengartikulasikan problematika kesehatan di masyarakat dengan problematika kompleksitas penyakti di rumah sakit rujukan dalam satu tautan yang saling berkait. Agenda setting yang dapat dikembangkan adalah penuntasan demokrasi kesehatan melalui  melalui rute bottom up bagaimana kekuatan akar rumput menjadi kekuatan spirit dan inspirasi bergeraknya starting point  kebijakan kesehatan sebagai pola berkelanjutan yang dinamis. Titik temunya adalah kekuatan akar rumput di rumah sakit rujukan (SDM lapangan kesehatan) memiliki kompetensi dan solidaritas yang kuat untuk berubah, memperbaiki kelemahan pelayanan yang  ada dengan bertumpu kepada radical care sebagai empati pelayanan paripurna. Disisi lain akar rumput di tingkat posyandu dengan kompetensi dan ketrampilan ‘teritorial’ menjaga potensi dan kesehatan daerahnya serta mengembangkan mekanisme umpan balik dalam evaluasi pemberdayaan kesehatan bertumpu kepada community care sebagai empati gerakkan kesehatan paripurna. Melalui kajian ini, kekuatan grass root merupakan energi kinetik gerak kesehatan masyarakat yang menapak dari bottom up.

Kesimpulan :

                Kebijakan kesehatan untuk strategi kesejahteraan bangsa adalah nilai filosofi dan konseptual nurani bangsa untuk mewujudkan demokrasi kesehatan berasaskan kapasitas dan kemandirian sumber daya melalui spirit inovasi untuk menautkan agenda setting tanggung jawab ekonomi berdampak kepada solidaritas sosial. Transformasi ini perlu pendekatan radical care dan community care sebagai energi  grass root dalam tautan kebijakannya.

Dr.dr.Soroy Lardo,SpPD FINASIM. Kepala Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi Departemen Penyakit Dalam RSPAD Gatot Soebroto. Doktor Lulusan Universitas Gadjah Mada.

Kepustakaan

Paskarina C. Politik Kesejahteraan Tingkat Lokal. Majalah Prisma  Volume 36. LP3ES. 2017.h.53-56

Bagikan