Agent Micro Enviromental of Health – Comprehensive Unit Based Safety Program  and Formula One Health

oleh :

Soroy Lardo

             Fungsi kesejarahan bintara teritorial sudah menyeruak sejak perang kemerdekaan. Bahkan saat perang gerilya  dibawah pimpinan Jendral Sudirman, nafas filosofi dan spirit penggalangan masyarakat untuk mendukung perjuangan kemerdekaan menjadi salah satu gerbang pembuka pentingnya bintara teritorial.

         Gerbang pembuka tersebut adalah spirit dan nilai kesejarahan bintara teritorial sebagai gerak energik kinetik dan potensial di masyarakat. Kedua gerak energik mobilitas tinggi berjalan secara simultan dalam perang gerilya dengan dukungan masyarakat di setiap titik perjuangan. Laskar kesehatan sebagai bagian dari TKR menjadi pendukung inti pergerakan gerilya saat itu, melalui proses pembelajaran dan jati diri  dukungan kesehatan. Peran laskar kesehatan menjadi titik balik konsep perjuangan kesehatan angkatan darat  merumuskan roda kebijakan berbasiskan problematika perjuangan menjadi simpul-simpul determinan lapangan  bernilai sintesis dan solutif.

            Laskar kesehatan pembentukannya dibidani oleh proses learning by doing dan field cases  di medan perjuangan. Kompleksitas kondisi lapangan dan keterbatasan sumber daya manusia (SDM) menjadi titik tumpu kontekstual dan faktual bahwa laskar kesehatan tentara dibutuhkan perannya di fase perjuangan kebangsaan berikutnya. Realitas yang terjadi di lapangan, memicu pemikiran diantara pimpinan pejuang kesehatan, bahwa TKR memerlukan satuan – satuan kesehatan lapangan yang bergerak dinamis terhadap dukungan dan pelayanan kesehatan. Ruang lingkup-nya perlu dibangun suatu infrastruktur, organisasi dan sumber daya kesehatan di lingkungan militer secara terintegrasi, terbentuk sebagai jejaring rumah sakit militer di seluruh Indonesia.

          Laskar kesehatan berbasiskan pendekatan teritorial, sejalan perannya dalam mengisi kemerdekaan, berkembang menjadi satuan kesehatan lapangan untuk tingkat batalyon dan satuan kesehatan teritorial untuk tingkat distrik militer, yang lebih dikenal sebagai kesehatan kodim. Proses adaptasi lebih lanjut mengikuti reorganisasi dan validasi organisasi TNI dari masa ke masa dalam tataran kebijakan sistem pertahanan negara.

           Validasi organisasi kesehatan TNI khususnya angkatan darat berjalan sinergi diantara integrasi satuan tempur, satuan bantuan tempur dan rumah sakit TNI. Perjuangan berat untuk membenahi jejaring yang sangat luas di seluruh Indonesia menjadi tempaan yang kuat terbentuknya SDM dan organisasi yang semakin profesional dan memiliki tingkat kompetensi keakhlian. Salah satunya adalah selain organisasi induk kesehatan angkatan darat, adanya batalyon kesehatan dengan perangkat rumah sakit lapangan, menjadi salah satu nilai andal dari kesehatan TNI.

      Bintara teritorial merupakan ujung tombak pemberdayaan di masyarakat, perannya sejak orde baru, walaupun memiliki unsur “politis”, tidak dapat dinafikan sumbangsihnya dalam memperkuat upaya kesehatan di masyarakat terutama dalam program gizi, menurunkan angka morbiditas dan mortalitas serta mempertahankan kualitas kesehatan masyarakat di pedesaan. Di era digital dan milienal saat ini apakah peran bintara teritorial dapat diberdayakan lebih optimal, khususnya untuk katalisator pembangungan kesehatan ? Dapat disimak dalam tulisan di bawah ini.

Bintara Teritorial : Akademisi Lapangan Kesehatan

       Bagaimana yang melihat perspektif bintara teritorial saat ini ? Tentunya pendekatan multidimensi perlu dikuak dan dianalisis, yaitu pendekatan sejarah, pendekatan sosiologis, pendekatan integrasi pemberdayaan dan pendekatan kualitas kesehatan bangsa.

            Pendekatan sejarah merupakan titik awal teropong retrospektif peran  bintara teritorial. Sejarah kemerdekaan menjadi tumpuan awal identifikasi fungsional dari bintara teritorial. Terdapat akulturasi dan intensifikasi identitas bintara teritorial saat itu dengan nafas perang gerilya. Jenderal Sudirman merupakan figur utama yang membina leadership problematika lapangan sebagai kemampuan dan kompetensi menguatkan kebersamaan sebagai kekuatan gerilya menghadapi musuh. Penguatan berbagai potensi lapangan (lumbung desa) menjadi jejaring konsep dan program untuk membangun potensi kesehatan sebagai bagian dari perlawanan rakyat.

         Konsep perang gerilya yang dijalankan saat pergolakan  kemerdekaan, merupakan titik awal laskar kesehatan menjalankan kegiatan pelayanan kepada prajurit dan masyarakat di setiap titik perpindahan pasukan. Keterbatasan personil dan peralatan medis, tidak menyurutkan usaha keras untuk mendukung ketersediaan SDM dan tenaga/prajurit bidang kesehatan, menjadi salah satu prioritas keberhasilan perjuangan dalam pertempuran. Dengan meluasnya area pertempuran, rekrutmen tenaga laskar kesehatan, tidak hanya menuntut suatu kuantitas, namun juga kualitas terkait kemampuan penanganan di bidang kesehatan lapangan yang didukung kegiatan pelatihan sederhana.

            Fase lebih lebih lanjut adalah pembentukan organisasi pelayanan kesehatan militer yang di awali dengan Jawatan Kesehatan, utamanya Jawatan Kesehatan Angkatan Darat. Organisasi yang terbentuk menjadi wahana penting transformasi struktur, organisasi, SDM dan sistem pendidikan dan pelatihan di lingkungan tenaga kesehatan (dokter dan tenaga lainnya), dalam mewujudkan format kesehatan angkatan darat paska kemerdekaan. Pendekatan ini lebih memfokuskan untuk membentuk jati diri kesehatan angkatan darat, sebagai landasan utama perannya waktu itu, yaitu pelayanan dan dukungan kesehatan. Pola ini terus berkembang sesuai dengan tuntutan zaman, seiring dengan dinamika kebijakan politik dan pertahanan setiap episode pemerintahan.

            Mengungkap fokus kesejarahan sebagai titik awal spirit, fase orde baru peran bintara teritorial dibentuk dengan struktur yang mengutamakan pembinaan masyarakat desa, walaupun terdapat unsur pendekatan politik kekuasaaan. Namun dengan dinamika partisipasi masyarakat yang terus berkembang, setidaknya terjadi pergeseran arah dan kebijakan bintara teritorial tidak semata untuk penggalangan kekuatan politik tetapi penguatan partisipasi masyarakat untuk membangun desanya sebagai unsur ketahanan bangsa. Perkembangan teknologi dan arus perubahan sosial yang sedemikian cepat menuntut kapasitas dan kompetensi keilmuan bintara teritorial untuk mengikuti perkembangan zaman. Saat awal reformasi akses bintara teritorial mengikuti pendidikan S1 semakin meningkat, sehingga jenjang dan tingkat keilmuan yang dimiliki menjadi suatu kekuatan akademisi yang tidak hanya untuk melayani masyarakat, tetapi berkontribusi sebagai konseptor perubahan di masyarakat dengan nilai keilmuan terukur.

Bintara Teritorial : Agent Micro Enviromental of Health

            Transformasi kehidupan di masyarakat memiliki karakteristik yang berbeda untuk setiap area, menuntut suatu pendekatan yang spesifik, walaupun dalam kerangka besar ketahanan nasional. Salah satu yang berkembang adalah pemberdayaan kesehatan masyarakat menuntut suatu nilai produktivitas yang sejalan dengan perkembangan ekonomi desa. Pemberdayaan bintara teritorial di bidang kesehatan memiliki kapasitas terhadap dukungan kesehatan di desanya. Kondisi faktual yang terjadi saat orde baru menjelang orde reformasi, adanya pergeseran bintara teritorial dengan latar belakang pendidikan kesehatan. Kondisi ini menjadi salah satu analisis determinan bahwa pelayanan dan dukungan kesehatan memiliki kapasitas lebih memperkuat pemberdayaan dengan bidang lintas sektoral lainnya. Dengan kekuatan ini, akselerasi pembangunan desa lebih produktif, bekerjasama dengan program pencegahan puskesmas dan posyandu menerapkan edukasi berkelanjutan dalam rangka mempertahankan  kualitas kesehatan terukur.

            Edukasi berkelanjutan merupakan tugas dan tanggung jawab yang dicanangkan oleh SDGs. Salah satu komponen penting untuk SDGs adalah transformasi perilaku sebagai sustanaibility behavior. Bintara teritorial diharapkan menjadi media yang berkemampuan merekayasa “kesadaran masyarakat” terhadap nilai-nilai baru. Misalnya perannya dalam menurunkan angka kematian bayi, angka kesakitan, gizi  masyarakat terkait dengan pembinaan kesehatan lingkungan, kebutuhan air, pangan menghadapi penduduk Indonesia tahun 2030 berjumlah 300 juta. Edukasi berkelanjutan bergerak seperti air mengalir mengisi gelas-gelas kosong yang perlu diisi, kemudian dikuatkan dengan kandungan energi-mineral dan  kandungan pendidikan memperkuat daya isi gelas dengan kandungan energi berupa kualitas hidup sehat yang membangun suatu produktivitas. Edukasi berkelanjutan beranjak sebagai kebijakan dan program yang membangkitkan spirit nilai kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan masyarakat di desa ditentukan oleh adanya instrumentasi input yaitu pertumbuhan (ekonomi), pemerataan ( akses pendidikan) dan stabilitas (keamanan). Instrumentasi input tersebut menjadi indikator sejauh mana bintara teritorial memiliki bobot pengaruh mengejawantahkan ketiga aspek diatas sebagai suatu landasan memperkuat kualitas hidup sehat masyarakat sebagai dinding ketahanan desa.

            Edukasi berkelanjutan teritorial kesehatan sebagai instrumentasi output adalah mengembangkan instrumentasi input sebagai proses dan kultur pembelajaran, perangkat lunak peran bintara teritorial mengisi rongga-rongga organisasi berdaya di desa menjadi bangunan kerangka keras dan kokoh sehingga  terbentuk desa yang bermartabat menjaga kualitas kehidupannya. Kultur dan pembelajaran tersebut adalah suatu mekanisme mewujudkan visi dan misi kualitas hidup sehat melalui peningkatan intervensi pelayanan, pendidikan melalui posyandu dan bentuk partisipasinya dalam kurun waktu tertentu mengembangkan mekanisme umpan balik untuk memperbaiki kesalahan dan membuat alternatif kebijakan yang lebih baik sebagai suatu Comprehensive Unit Based Safety Program (CUSP). CUSP merupakan indikator instrument output yang berfungsi mengadopsi program kerja yang sudah baik, mensinkronkan sistem yang belum bergerak maksimal dan mendisain ulang sistem kerja yang mengalami kendala struktural. Pemberdayaan bintara teritorial sebagai agent of Microenviromental of Health adalah bagaimana mensinergikan CUSP menjembatani instrumentasi input dan instrumentasi output.

Bintara Teritorial : Formula one Health

            Bintara teritorial adalah kekuatan formula one health. Formula one health dianalogikan sebagai kekuatan dan kerjasama tim dalam perlombaan grand prix formula. Masing masing anggota tim memiliki kemampuan dan kompetensi sesuai bidangnya. Misalnya kompetensi dalam memasukkan sekrup secara cepat dan tepat  saat penggantian ban di sela perlombaan. Formula one health memiliki makna filosofi adanya konsistensi dalam melaksanakan tugas secara tepat dengan tujuan tercapainya suatu health protection. Pola yang dikembangkan adalah Leadership, Best Practise dan Implemented Technology Without Human and Environment Error. Bintara teritorial merupakan SDM yang terlibat dalam formula one health. Kemampuan leadership merupakan proses penempaan kepemimpinan militer yang bertransformasi kepada kepemimpinan berbasis masyarakat. Transformasi tersebut adalah kapasitas SDM untuk menjadi tenaga terlatih dalam menentukan stratifikasi penyakit, survaillans dan epidemiologi dan pengembangan jejaring di desa. Kemampuan best practice adalah memberdayakan sarana desa (posyandu) sebagai wahana bersinerginya kegiatan pendidikan dan pelatihan kesehatan yang berkesinambungan. Kemampuan dalam implemented technology without human and environment error adalah pendayagunaan digital teknologi sebagai resources desa mendayagunakan potensi ekonomi dan produktivitasnya, dengan berorientasi kepada ketahanan desa (pangan dan ekonomi), diharapkan untuk fase lebih lanjut menjadi salah satu  pilar ketahanan bangsa.

Kesimpulan

            Bintara Teritorial sebagai katalisator kesehatan bangsa adalah suatu transformasi perubahan di masyarakat yang berorientasi kebinekaan dengan titik tumpu pemberdayaan kesehatan untuk mendukung produktivitas desa. Peran bintara teritorial merupakan modelling sebagai  Agent Micro Enviromental of Health – Comprehensive Unit Based Safety Program (CUSP) and Formula one Health

Dr.dr.Soroy Lardo, SpPD FINASIM. Kepala Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi Departemen Penyakit Dalam RSPAD Gatot Soebroto. Doktor Lulusan Universitas Gadjah Mada

Kepustakaan

  1. Sejarah Kesehatan Angkatan Darat. 2010
  2. Dinas Pembinaan Mental Angkatan Darat. Rute Perjuangan Gerilya Panglima Besar Jenderal Sudirman. 2008. h.74-84
  3. Setio Budiantoro. SDGs dan Pembangunan. Kompas, 2 April 2018
  4. Prisma. Negara, Kesejahteraan dan Demokrasi. Volume 36. 2017
  5. Ditkesad Sejarah Kesehatan Angkatan Darat. 2010
Bagikan