oleh :
Soroy Lardo
Posyandu adalah modelling partisipasi masyarakat. Kita masih ingat organisasi desa dan kegiatan ini menjadi andalan pemberdayaan kesehatan masyarakat, walaupun saat itu tekanan politik kesehatan cukup kuat. Posyandu merupakan kekuatan nilai dan spirit yang dibangun dari kultur masyarakat setempat (kebersamaan dan empati sosial), sebagai mata pisau yang tajam untuk mengurai tali tali atau sekat ego sektoral di daerah tersebut. Posyandu diharapkan menjadi wadah yang dapat mengakomodasikan nilai-nilai tersebut sebagai perwujudan aplikasi sosial yang berimbas kepada perubahan perilaku di masyarakat. Modelling ini juga menguak fenomena posyandu mendistribusi kekuatan organisasinya untuk menembus beberapa nilai perubahan yang belum menjadi kesepakatan sosial. Posyandu memahami perannya tidak semata memberikan penyuluhan kesehatan, tetapi menggiring masyarakat untuk memiliki semangat sebagai agen penyuluh kesehatan, yaitu niat dan kultur membangun kesehatan yang lebih baik.
Posyandu sebagai Organizing of change
Posyandu merupakan organisasi partisipasi masyarakat yang berfungsi sebagai organizing of change. Fungsi ini terkait dengan tantangan global kesehatan yang menuntut kecermatan dalam deteksi penyakit dan sebagai gerbang dalam menentukan skala prioritas kegiatannya. Posyandu diharapkan menjadi salah satu mata rantai Puskesmas (FKTP) yang dapat menyerukan suara hati pelayanan di masyarakat, tidak bersandar kepada basis kegiatan blusukan di lapangan, namun proses pemanfaatan digitalisasi teknologi sudah saatnya dimulai, peran posyandu sebagai organisasi pembaharu. Posyandu dapat mengelola sistem kerjanya secara otonom dan mandiri berdasarkan karakteristik kesehatan daerah dan mengembangkan upaya pengelolaan berkelanjutan untuk tercapainya derajat kesehatan yang lebih baik. Misalnya, di suatu area angka kesakitan usia lanjut cukup tinggi, pendekatan posyandu yang dapat dikembangkan adalah, pengelolaan maksimal usia lanjut di daerah tersebut, sejauh mana kualitas dan harapan hidupnya dapat dijaga dengan baik.
Menyikapi peran posyandu sebagai mata rantai FKTP, sesungguhnya sistem JKN bergerak dari arus bawah (bottom up) dengan data dasar dan problematika penyakit di lapangan (desa), menjadi acuan dalam penyusunan rangkaian pembiayaan kesehatan di masyarakat. FKTP terutama di tingkat kecamatan / desa menjadi fasilitas tidak hanya bertumpu melaksanakan pelayanan kesehatan dalam konteks mengobati penyakit, namun dapat menjadi organizing of change tahap kedua sebagai fungsi kebijakan pelayanan kesehatan tingkat lokal, sehingga alokasi pembiayaan dapat dijalankan sesuai dengan fungsi dan karakteristik daerah. Fungsi kedua dari FKTP sebagai pengurai rantai sosial kesehatan yang terserak terkait dengan monitoring dan evakuasi penyakit terutama masyarakat di daerah terpencil / isolasi dengan memberdayakan tenaga posyandu selain sebagai tenaga promotif dan preventif, mengembangkan potensinya sebagai tenaga yang dapat berperan dalam rapid, detect dan respond terhadap permasalahan kesehatan yang ada di daerah isolasi tersebut, bergandengan tangan dengan babinsa teritorial.
Mengkaji uraian diatas, menunjukkan bahwa JKN tidak semata merupakan program yang bersandarkan kuratif, namun dimensi dan perspektif yang lebih luas adalah membangun interelasi yang kuat dengan perspektif preventif dan promotif. Konsep filosofi yang dapat diajukan, bagaimana peran JKN ini menjadi suatu pisau positif bermata ganda yaitu menautkan sinergitas peran di masyarakat yang terkait dengan kesadaran dan kultur kesehatan, sebagai bagian dari kehidupannya. Dengan demikian, kondisi hulu dari sistem pelayanan kesehatan yang dipupuk, menjadi salah satu faktor pereduksi kondisi penyakit yang terkait dengan komorbiditas (penyakit yang menyertai) dan berdampak menurunnya morbiditas (angka kesakitan) dan mortalitas (angka kematian), wacana kualitas hidup sehat masyarakat akan meningkat.
Posyandu sebagai kekuatan promotif kesehatan
Saat orde baru posyandu dianggap bayi yang menggeliat menjadi balita dan tumbuh menjadi ruang dewasa perekat berbagai kelompok kepentingan di masyarakat (kelompencapir). Di tempat tersebut setiap konsep dan pemikiran sederhana untuk kemajuan desa terangkum menjadi suatu visi dan misi yang mencerahkan. Dialektika dan interaksi yang terbangun adalah bagaimana memajukan desa yang sehat melalui kekuatan swadaya berbasiskan kemandirian. Kemandirian tersebut adalah filosofi pemberdayaan potensi desa dengan pemanfaatan material alam, dukungan teknologi sebagai alat ukur meningkatnya kemampuan daya juang, spirit, kolaboratif dan kinerja desa yang berkesinambungan. Sekilas konsep ini mungkin sangat ideal, namun dikaji dari perpsektif SDGs (sustainable development goal) merupakan keniscayaan. Desa dalam kazanah peta Indonesia merupakan ciri khas yang menggambarkan nilai dan spirit kedaulatan bangsa. Melalui desa performance nadi kebangsaan berdenyut, menguak sebagai wajah semangat nasionalisme untuk membangun. Berbagai perangkat desa menjadi urat dinamis bergeraknya potensi desa menjadi nilai produktif untuk meningkatkan kualitas dan kesejahteraan masyarakatnya.
Posyandu menjadi perangkat yang bernilai dalam akselarasi pembangunan desa. Posyandu memiliki kekuatan sebagai akses kebijakan desa untuk promotif kesehatan. Kekuatan pertama adalah (1) Integrasi budaya dan kulturisasi untuk hidup sehat. Penduduk desa memiliki spirit gotong royong sebagai bagian lapangan sosial yang luas dalam berinteraksi, sehingga mewujud loyalitas dalam membina intensifikasi tingkat lokal dan ekstensifikasi tingkat relasi dengan daerah perkotaan. Bagi para penentu kebijakan dan perencana pembangunan, masyarakat desa memiliki konsep untuk menyediakan dan menciptakan adanya kepentingan lokal. (2) Sekolah promosi kesehatan. Jika mengacu kepada kosnsep health promotion WHO dengan meningkatnya populasi remaja, mendayagunakan sekolah sebagai promosi kesehatan, menjadi andalan strategis untuk mempromosikan perkembangan positif dan perilaku sehat seperti aktivitas, kebugaran fisik dan bermain, gizi seimbang dan mencegah penggunaan tembakau. Populasi global remaja tidak pernah lebih besar dari sekarang. 1,2 miliar remaja di dunia saat ini mewakili lebih dari seperenam (18%) dari populasi global. Sebagian besar dari mereka bersekolah. Secara global, lebih dari 90% anak-anak di usia sekolah dasar, dan lebih dari 80% anak-anak di usia sekolah menengah pertama, terdaftar di sekolah tempat mereka menghabiskan sepertiga waktu mereka. Sekolah menjadi tempat yang unik untuk intervensi pencegahan, dan durasi kegiatan sekolah merupakan periode penting untuk membangun perilaku sehat yang akan berkontribusi pada promosi kesehatan seumur hidup. Bagaimana dengan peran posyandu ? Posyandu menjadi salah satu center of excellent-nya dan think thank memberdayakan fungsi sekolah berkemampuan sebagai bagian untuk membangun kultur promosi kesehatan, sebagai aspek penting pencegahan penyakit. Kerjasama yang dikembangkan adalah adanya interkoneksi diantara layanan kesehatan sekolah sebagai pengguna dan posyandu sebagai pemasok keilmuan dan penggerak pemberdayaan kesehatan. (3) Posyandu sebagai bagian dari Sustainable Development Goals (SDG) yaitu wahana yang dapat mengembangkan alat, sumber daya, dan strategi membuka potensi penuh promosi kesehatan kesehatan di desa dengan memperkuat keterlibatan masyarakat dalam literasi kesehatan, memprakarsai lingkungan sehat, mobilisasi sosial proritas kesehatan preventif dan menjadi jembatan diantara masyarakat dan birokrasi dalam tatakelola kesehatan yang berkesinambungan.
Posyandu sebagai Pusdiklat Kesehatan Desa
Apakah memungkinkan posyandu sebagai pusdiklat kesehatan desa ? Ya mungkin. Namun perspektifnya disederhanakan, tidak merujuk Balai Latihan dan Pendidikan Kesehatan yang dimiliki oleh Kementrian. Posyandu sebagai pusdiklat kesehatan desa merupakan wahana pendidikan kesehatan yang diinisiasi oleh suatu interaksi sosial diantara individu, komunitas dan selanjutnya membentuk konstruksi partisipasi masyarakat, yang berwujud sebagai budaya hidup sehat. Konstruksi budaya hidup sehat merupakan fase lanjut terbentuknya kekuatan untuk menerapkan interaksi sosial dalam relasi dan kehidupan keseharian. Budaya hidup sehat menjadi penerang dan mata hati interaksi sosial, menembus sekat perbedaan dan pandangan dari berbagai visi kesehatan desa yang akan dikembangkan di masyarakat, secara gradual dalam kerangka untuk menjembatani sisi yang berbeda ke dalam satu tautan. Posyandu sebagai motor penggerak budaya hidup sehat akan berjalan simultan dengan meningkatnya problematika penyakit yang timbul dan alternatif teknologi pengobatan yang menjadi solusinya.
Menghadapi tantangan yang terus berkembang, pendekatan partisipatif merupakan pola yang dapat dikembangkan di posyandu. Pendekatan partisipatif mendorong keterlibatan masyarakat sebagai arus besar agen promotif membumikan posyandu sebagai kebutuhan masyarakat. Proses mempertahankan eksistensi posyandu sebagai pusdiklat kesehatan desa sudah tentu melalui beberapa tahap. Pertama karakterisasi organisasi. Organisasi posyandu menjadi acuan pengembangan karakter yang secara fisik memberikan aura filosofi pelayanan dan pendidikan kesehatan kepada masyarakat. Kedua karakterisasi jaringan pendidikan dan pelayanan yang tidak hanya menjembatani aspek kuratif, namun promotif dan preventif menjadi bagian kolaborasi dengan berbagai lembaga swadaya masyarakat dan bintara teritorial. Ketiga karakterisasi budaya empati. Budaya empati merupakan suatu gerbang karakter yang menempatkan adanya kreasi dan inovasi lingkungan yang sehat untuk terciptanya suatu interaksi dan integrasi wahana pendidikan latihan, menjadi kekuatan internalisasi sikap dan perilaku masyarakat desa. Konsep posyandu sebagai pusdiklat kesehatan desa menapak dan menjejak kuat mendukung peran agent of change yang berkelanjutan.
Membangun enterpreunership posyandu
Membangun enterpreunership posyandu mungkinkah ? Prosesnya tentunya melalu beberapa pendekatan. (1) Pendekatan historis. Pendekatan historis memuat perjalanan bangsa kita sejak perjuangan kemerdekaan, spirit perang gerilya membentuk laskar kesehatan rakyat di titik titik desa perjuangan, untuk merawat prajurit yang terluka. (2) Pendekatan struktural. Pendekatan struktural merupakan konteks birokrasi mendukung peran posyandu, bahkan menjadi alat “struktural” politik kesehatan saat pemerintahan orde baru. (3) Pendekatan Partisipatif. Pendekatan partisipatif menguak munculnya berbagai LSM kesehatan yang peduli dengan angka kematian bayi, namun dalam proses berkelanjutan di lapangan menjadi mata rantai dan bergandengan tangan dengan posyandu untuk membina kesehatan desa. (4) Pendekatan enterpreunership. Pendekatan enterpreunership (kewirausahaan) mulai menjadi perhatian penting sejak orde reformasi. Posyandu dikembangkan sebagai bagian dari social enterpreunership. Kita pahami, social enterpreunership adalah sejauh mana menautkan problematika kesehatan dan problematika sosial di desa menjadi suatu energi kewirausahaan untuk perubahan sosial dan kesejahteraan. Filosofi ini merupakan bagaimana enterpreunership memberikan dampak multiplier efek untuk suatu kemanfaatan.
Enterpreunership posyandu bergerak untuk perubahan dan transformasi sosial dengan alat ukur terjadinya suatu movement derajat kesehatan di masyarakat menjadi lebih baik. Fokus utama adalah pendidikan dan kesehatan (health care) menjadi kekuatan publik yang diwujudkan melalui suatu evolusi sosial bernilai ekonomi, berorientasi pertumbuhan menuju suatu pemetaan kesejahteraan. Enterpreunership posyandu mengembangkan budaya kerjasama dalam gerak dinamisnya untuk saling berbagi, sehingga spirit dan inovasi membangun desa menjadi prioritas utama.
Program enterpreunership posyandu yang dapat dikembangkan adalah pendidikan dan kesehatan, nutrisi dan kesehatan lingkungan. Pendidikan kesehatan di tingkat posyandu diharapkan menjadi alat perencanaan untuk mendayagunakan ketrampilan dan teknologi yang dibutuhkan oleh masyarakat.
Pendidikan kesehatan ditujukan untuk Changing Medicine dan Changing Society. Inti pendidikan kesehatan adalah mendorong perilaku yang menunjang kesehatan, mencegah penyakit, mengobati penyakit dan membantu pemiulihan. Program nutrisi sebagai prioritas utama di masyarakat merupakan elemen dasar terbentuknya generasi bangsa yang lebih kuat. Penguatan nutrisi tersebut mencakup bidang hulu dan bidang hilir. Bidang hulu mempresentasikan sejauh mana kebijakan gizi nasional menjadi komitmen utama yang dapat menggerus tingkat gizi buruk di akar rumput. Kondisi yang perlu diupayakan adalah penyebaran dan perluasan lahan pertanian melalui intensifikasi dan diversifikasi pangan, yang tidak melibatkan slogan politik. Bidang hilir adalah membuat peta geomedik gizi nasional sebagai basis untuk membuat kebijakan dan gerakan berkelanjutan menurunkan tingkat nutrisi yang rendah di pelosok negri.
Kesehatan lingkungan merupakan prioritas penguatan kesehatan di masyarakat. Prioritas utama adalah peningkatan suplai sistem pengairan dan sanitasi untuk menurunkan angka transmisi penyakit yang terkait dengan pembuangan (water related and fecally transmitted diseases). Upaya yang dilakukan adalah penekanan perbaikan lingkungan, memperlihatkan secara jelas bagaimana promosi kesehatan dan proses politik diperlukan untuk memberikan jalan dari keterbelakangan dan kesejangan komunikasi yang sering terjadi di tingkat kebijakan dan akar rumput.
Salah satu aspek yang dapat dikembangkan adalah pemberdayaan kesehatan kerja komunitas, sebagai terobosan linier kedaerahan yang dikembangkan dengan melibatkan bintara teritorial. Kesehatan kerja komunitas merupakan tantangan tersendiri dalam mengatasi pola penyakit yang terjadi di aeranya. Bintara teritorial sebagai bagian entepreunership posyandu setelah menjalani pelatihan kesehatan kerja komunitas, dapat mengembangkan suatu program enterpreunership diantaranya program berdaya kesehatan jejaring desa, penguatan kader-kader kesehatan desa melalui penguatan jejaring swadaya masyarakat, sehingga membuka peluang terjadinya perubahaan terhadap kualitas hidup sehat masyarakat, melalui optimalisasi posyandu.
Kesimpulan
Enterpreunership posyandu untuk kesehatan bangsa merupakan konsep strategis pemberdayaan lembaga kemasyarakatan berbasiskan ilmu sosial dan teknologi, dengan tujuan membangun spirit dan inovasi evolusi masyarakat mendayagunakan SDM dan jejaring partisipatif untuk perubahan sosial dan kualitas hidup masyarakat desa secara berkelanjutan.
Dr.dr. Soroy Lardo, SpPD FINASIM. Kepala Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi Departemen Penyakit Dalam RSPAD Gatot Soeborto. Doktor Lulusan Universitas Gadjah Mada.
Jakarta, 26 Maret 2019
Kepustakaan
Koenjaraningrat. Masyarakat Pedesaan di Indonesia. Dalam Masalah-Masalah Pembangunan Bunga Rampai Antropologi Kesehatan. LP3ES. 1984 . h 99 – 122
WHO. How Can Public Health Professionals Reducu Harmful Influences on non communicable diseases. Webinar 2018
Steyaert C, Hjorth, Enterpreunership as Social Change. A Third Movements in Enterpreunership Book. Edwar Elgar Publicing Inc. 2006