Multiguna Organizational Care dan Integritas Koneksitas Rumah Sakit

oleh :

Soroy Lardo

 Pendahuluan

                Apakah Manajemen Komunikasi dan Informasi (MKI) rumah sakit diperlukan ? Tentu tidak akan ada yang menafikan hal tersebut, sedemikian penting perannya dalam denyut keseharian pelayanan. MKI adalah mata intelijen dan mata kalbu bergerak dalam dua dunia, yaitu dunia maya dan dunia fisik. Keduanya bertaut dalam satu genggam keterpaduan. Konteks mata intelijen adalah berbasiskan kepada keilmuan komunikasi (medis dan komunitas) yang perlu diasah dan di update secara berkesinambungan, bertitik tolak kepada upaya preventif, protektif dan prediktif jika berhadapan dengan kompleksitas medis dan non medis. Bidang rumah sakit yang bertanggung jawab di bidang MKI memerlukan perangkat dan SDM yang berkemampuan mumpuni berbasiskan data akurat (survey, riset), sehingga menjadi alat ukur untuk monitoring hasil, memberikan solusi dan penerapannya dapat dikaji secara ilmiah. Mata kalbu MKI adalah kekuatan spirit dalam gandengan persahabatan untuk menggerakkan kebersamaan dan spirit berkerjasama disetiap lini pelayanan, bertujuan upaya deteksi cepat dan penanganan tepat terhadap kejadian yang tidak diinginkan.

MKI dan Perawatan Pasien

          Asuhan Keperawatan pasien merupakan fokus utama rumah sakit, terkait dengan kualitas dan standar pelayanan mengawal mutu dan keselamatan pasien, bahkan patient centered menjadi ‘ikon’ kembali mengingat merebaknya penggunaan alat diagnostik canggih dan penelitian eksperimental Randomized Clinical Trial (RCT), yang   memerlukan suatu perencanaan, monitoring dan evaluasi dalam konteks pelayanan dan konteks Evidence Base Medicine (EBM).

           Asuhan Keperawatan dan MKI menjadi titik krusial jika tidak dikelola dengan optimal bersandarkan kebijakan dan operasional di lapangan, kerap terjadi kerumitan kasus per kasus disebabkan adanya ‘miskomunikasi’ yang seharusnya dapat diselesaikan lebih sederhana. Mengurai peran MKI di rumah sakit, efektifitas kerjanya di rumah sakit hendaknya ditujukan kepada; 1) Mengidentifikasikan kebutuhan informasi;2) Merancang sistem manajemen informasi;3) Mendefinisikan dan memperoleh data informasi ; 3) Menganalisis data dan mengubahnya menjadi informasi ;4) Transmisi dan pelaporan data dan informasi dan 5) Mengintegrasikan penggunaan informasi.

         Pola yang berkembang dari MKI adalah gerakkan dinamis, tidak statik mengacu kepada transparansi digitalisasi dan networking pelayanan. MKI diharapkan menjadi jembatan yang tidak hanya sebagai alat kebijakan rumah sakit dengan mengupayakan customer service yang handal, namun  integrasi dan akselerasi komunikasi sebagai bagian spirit budaya berempati kepada informasi yang benar,  bertaut dengan elemen elemen penting pelayanan yaitu pasien, keluarga dan petugas profesional. Selanjutnya, diharapkan MKI yang efektif akan mereduksi terjadinya insiden dan kecelakaan pada pasien.

MKI dan Koneksitas Integrasi Rumah Sakit

        Pelayanan rumah sakit merupakan integrasi berjenjang berbasiskan kepada teknologi dan tindakan. Semakin sulit kasus yang ditangani memerlukan tingkat keilmuan dan kolaborasi berbagai tautan keilmuan sebagai alternatif solusi. Beberapa kasus yang muncul dengan kompleksitas dan kadangkala ‘unik’ memerlukan pendekatan komprehensif melalui jalur Komite Medik. Kondisi yang diuraikan diatas adalah alur yang umum terjadi di rumah sakit rujukan, kadangkala didapatkan suatu relevansi penanganan deret ukur kasus yang seharusnya (das sollen) mengikuti kaidah umum yang berlaku, namun proses perjalanannya penyakitnya (das sein) tidak sesederhana yang diperkirakan sebelumnya. Kenapa kondisi demikian bisa terjadi? Sebab tubuh dan penyakit merupakan dua sisi misteri yang berjalan pada fase kehidupannya masing masing (patofisiologi dan patogenesis), dipengaruhi oleh interaksi host yang dinamis dan sistem imun yang berbeda setiap pasien. Komite Medik untuk menyelesaikan problematika seperti ini harus membuka ruang terbuka, melihat dari berbagai perspektif termasuk out the box.

        Salah satu pilar untuk mendukung fungsionalitas varian kasus yang menjadi tanggung jawab Komite Medik, memerlukan  integrasi pendataan yang akurat melalui fase perjalanan mengalir sebagai alat informasi dan komunikasi yang tersusun secara akurat, dan memiliki koneksitas dengan bidang-bidang keilmuan untuk menguatkan tahap diagnostik menuju pendekatan keputusan tindakan selanjutnya. Manajemen Informasi dan Komunikasi terdiri dari dua aspek yaitu pengorganisasian yang profesional dari unit rekam medik memuat alur dan tahap alur pencatatan medis yang tertata rapih dan memiliki algoritma yang jelas, sejak pasien masuk perawatan dan catatan harian yang mendata kendala yang muncul serta solusi harian yang diputuskan untuk mengatasinya.

       MKI yang dikembangkan adalah catatan informasi yang mempermudah akses layanan sehingga memiliki nilai efektif sebagai sarana interaksi diantara pimpinan rumah sakit, kelompok profesional, unit struktural / departemen, petugas non medis bahkan dengan keluarga pasien. Catatan medis yang lengkap sebenarnya sudah memuat aspek legal bagaimana suatu proses informasi rumah sakit yang relevan bergerak dinamis secara cepat dan tepat. MKI dengan turunannya akan menjadi catatan-catatan yang akurat berdimensi medis dan legal saat masuknya kasus sulit ke ranah Komite Medik, dan sudah menyediakan literasi data medis yang siap untuk didiskusikan untuk mendapatkan keputusan yang terbaik.

         Koneksitas yang terbangun seperti yang diuraikan diatas, menjadi suatu kekuatan struktural tersendiri bahwa integrasi pelayanan akan bergerak maju jika memiliki pijakan sistem informasi dan komunikasi yang terolah dengan baik melalui bagian infolahta, dan data tersebut terekam dengan baik melalui bagian rekam medis dan teraplikasi sebagai suatu layanan kepuasan pasien yang digawangi unit customer service. Trilaksana organisasi diatas menjadi kekuatan partisipatif dan kultur yang kuat untuk menopang peran Komite Medik melaksanakan optimalisasi kegiatannya dengan tersedianya MKI yang terintegrasi.

MKI dan Leadership Multiguna

          Salah satu standar MKI adalah kepemimpinan dan perencanaan, rumah sakit merencanakan dan merancang proses-proses manajemen informasi untuk memenuhi kebutuhan informasi internal dan eksternal. Pengelolaan MKI ini ditujukan agar pasien yang dirawat dapat dikelola dengan aman dan efektif. Perencanaan yang efektif ini mencakup kebutuhan pemberdayaan SDM dan prioritas apa yang perlu dikembangkan secara terus menerus sehingga menjadi strategi manajemen informasi yang memiliki nilai guna. Mekanisme dan proses interaksi dalam MKI melibatkan beberapa stake holder yaitu praktisi kesehatan, manajer dan pimpinan rumah sakit dan pihak ketiga yang membutuhkan kegiatan kerja dan proses pelayanan.

          Beberapa aspek yang perlu menjadi prioritas dalam perencanaan MKI; 1) Perencanaan informasi merupakan akses layanan yang terbuka;2) Konsistensi privasi dan kerahasiaan informasi; 3) Keamanan informasi dan integritas data;4) Monitoring stratifikasi data terhadap akses layanan terkait dengan pendidikan dan penelitian; 5) Pemanfaatan teknologi informasi dan 6) Adanya basis data koneksitas yang mendukung kualitas pelayanan dan perawatan.

         Mengkaji uraian yang dikemukakan sebelumnya, MKI dan leadership merupakan kunci jawaban pengelolaan komunikasi di organisasi pelayanan kesehatan. Menurut Gary L Kreps dkk (1984) komunikasi organisasi pelayanan kesehatan merupakan interaksi humanisme diantara anggota organisasi berbasiskan suatu performance dan konsistensi tujuan pelayanan. Komunikasi organisasi tersebut harus dapat berjalan terhadap beberapa strata organisasi yaitu pada satu level, beberapa bagian dari sistem organisasi, interaksi di dalam organisasi tersebut dan sejauh mana berdampak  terhadap sistem lingkungan. Seringkali kondisi lapangan tidak mencerminkan nuansa idealitas yang direncanakan. Salah satu monitoring dan evaluasi melihat output yang terjadi setiap saat ditindaklanjuti dengan evaluasi input dengan perbaikan berbagai sumber daya (resources). Kadangkala dalam beberapa kasus di lapangan, memerlukan instrumen proses mediasi yang mensinergikan interaksi diantara organisasi dan lingkungan. Salah satu contoh adalah dalam penanganan kejadian luar biasa (KLB) di tingkat komunitas dengan rujukan ke rumah sakit, rumah sakit rujukan sudah menyiapkan organizational care MKI yang mengintegrasikan berbagai sumber daya.

        Integritas dan sinergitas MKI merupakan proses dan sistem yang tidak hanya berdampak terhadap tingkat individual namun mengkombinasikan tingkat kepatuhan dan konsistensi berbagai individu untuk terlibat,  dengan istilah The whole is equal to more than the sum of its parts. Kedepannya organizational care MKI bertitik tolak prinsip-prinsip keseimbangan dalam kreatifitas dan pencapaian hasil, tidak tergantung sejauh mana input saat kondisi awal ataupun faktor-faktor yang menghambat alur pelayanan, namun berbagai  problema kesehatan yang terjadi di lapangan dengan kekuatan material (SDM, sistem dan networking) berkemampuan membentuk integrasi lingkungan sebagai sarana tujuan MKI yang lebih baik. Model transformasi MKI yang perlu menjadi perhatian digambarkan sebagai berikut :

 The System Transformation Model (dikutip dari Greps dkk)

         Sistem lingkungan memiliki peran penting dalam fungsionalisasi sistem MKI untuk memberikan material dan informasi dengan menciptakan market dan outlets output. Sistem lingkungan MKI diharapkan memiliki efek berkelanjutan untuk mengawal ketahanan rumah sakit menghadapi berbagai disinformasi yang muncul, baik dari pasien misalnya adanya suatu komplain dan tuntutan pelayanan yang dapat menyebabkan disorganisasi dan entropy negatif. Sistem lingkungan harus mengembangkan dan membenahi sub sistem-sub sistem pendukung MKI sebagai pasukan tempur di lapangan yang senantiasa siap dua puluh empat jam untuk menjadi pagar dan korektor setiap disinformasi yang muncul di lapangan pelayanan.

MKI dan Komunikasi Efektif

          MKI sebagai komponen penting di rumah sakit rujukan dalam kondisi faktualnya menggambarkan kondisi lapangan yang berbeda dari nilai idealitas yang diharapkan. Rumah Sakit Rujukan dengan berbagai elemen organisasi dan kompleksitas yang terlibat, proses komunikasi berimpit diantara mekanisme struktural dan partisipatif. Kondisi ini seringkali menjadi kendala dalam penerapan nilai-nilai luhur komunikasi sebagai agen perubahan. Kultur dan budaya birokrasi yang kental menjadi hambatan spirit dan inovasi komunikasi yang bersandarkan kepada objektivitas, modernisasi dan komparasi. Dengan demikian MKI sebagai nilai komunikasi efektif memiliki tantangan sebagai energi perubahan.

            Menurut Gabriel A Almond fungsi komunikasi sangat penting untuk mempertahankan kesatuan suatu organisasi. Fungsi-fungsi tersebut diantaranya ;1) Fungsi Kapabilitas ;2) Fungsi Konversi;3) Fungsi adaptasi dan pemeliharaan sistem dan ;4) Fungsi agregasi interest. Keempat fungsi ini merupakan pilar organisasi untuk mempertahankan stabilitas organisasi termasuk rumah sakit rujukan. Elemen organisasi rumah sakit rujukan yang ditunjuk, menjadi determinasi yang menyiapkan perangkat fungsi konversi diantaranya ;1) Perumusan tuntutan (demans formulation/interest articulation;2) Pengarahan kegiatan (interest aggregation);3) Perumusan peraturan (rulemaking) ; 4) Pelaksanaan peraturan (rule application, rule enforcement; 5) Perumusan dan kegiatan penegakkan hukum (rule adjudication dan 6) Kegiatan komunikasi. Kebijakan dan tahap fungsional komunikasi ini merangkum fungsionalisasi organisasi MKI rumah sakit ternyata tidaklah sesederhana yang selama ini dihadapi, memerlukan perangkat integrasi untuk menajamkan perannya.

          Salah satu aspek penting dalam komunikasi efektif adalah intelegensi komunikasi. Intelegensi adalah kemampuan untuk menyesuaikan melalui proses belajar, yaitu penyesuaian terhadap lingkungan maupun usaha untuk berhasil, maka dengan sendirinya usaha-usaha tersebut terjadi melalui komunikasi dan penggunaan bahasa serta proses belajar. Menurut Thorndike, intelegensi merupakan unsur yang menentukan daya tangkap dan efektivitas komunikasi. Berdasarkan segi intelegensi, pengalaman, derajat interpretasi tahap penerimaan intelegensi terdiri dari; 1) Intelegensi mekanik; 2) Intelegensi sosial ;3) Intelegensi abstraksi. Intelegensi mekanis adalah tahap terendah dan termudah dan dengan contoh mimik pada teater rakyat. Salah satu contoh adalah walaupun tidak memahami bahasa daerah kadang kadang mengerti cerita yang dipentaskan. Dalam proses ini pendidikan dan percontohan menjadi aspek utama. Intelegensia sosial sebagai kegiatan menyesuaiakan diri dalam lingkungan sosial/proses sosialisasi, yang merupakan proses yang lebih panjang lagi dan dapat sebagai kombinasi penggunaan inteligensi mekanik dan intelegensi abstraksi. Intelegensi abstrak meliputi kegiatan menggunakan lambing-lambang, kata-kata, angka-angka dengan menggunakan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan yang senantiasa berkembang.

         Mengkaji uraian diatas efektifitas dan efisiensi MKI ditentukan oleh dua perangkat. Pertama, perangkat organisasi sebagai struktur yang memuat material menentukan interaksi kegiatan layanan rumah sakit senantiasa berada pada track-nya. Kedua, perangkat partisipasi budaya dan stratifikasi intelektual petugas di rumah sakit sebagai elemen penting mendayagunakan kemampuan intelegensi-nya untuk memperkuat MKI rumah sakit. Manajemen rumah sakit harus jeli melihat potensi dan titik lemah petugasnya dalam menjaga terciptanya kesinambungan dan efektifitas MKI melalaui evaluasi dan monitoring yang membangun perubahan.

Rekam Medik dan Nilai Hak Asasi

         Rekam medik  adalah jantung informasi pelayanan ? Setiap elemen rumah sakit tentu tidak menampik untuk itu. Rekam medik merupakan catatan ‘sejarah’ klinis pasien yang terdokumentasi dengan bukti-bukti ilmiah pelayanan. Setiap catatan dan tulisan yang terangkum mengandung nilai filosofis, nilai psikologis, nilai sosiologis dan nilai futurologis klinis yang akan menentukan nilai prediktif dan protektif pasien dalam mengemban penyakitnya.

          Institusionalisasi dan elemenisasi rekam medik merupakan tanggung jawab rumah sakit. Rumah Sakit harus memprakarsai rekam medik-nya merupakan suatu catatan yang memiliki aspek responsibilitas, realibilitas dan validitas. Institusionalisasi rekam medik adalah penguatan struktur organisasi (fisik, SDM dan digitalisasi) sebagai suatu kekuatan kinerja pelayanan rumah sakit. Struktur organisasi rekam medik yang baik harus memiliki kemampuan untuk mengintegrasikan kesinambungan perawatan di antara berbagai praktisi perawatan pasien. Unit rekam medik memiliki kewenangan dalam menentukan data dan informasi spesifik di dalam catatan klinis pasien yang menerima perawatan termasuk sejak masuk unit gawat darurat. Pendekatan elemenisasi adalah kekuatan unit-unit yang mendukung  rekam medik terkait dengan tingkat keamanan dan kerahasiaan data yang dimiliki.

Proses akses informasi medis merupakan jalur intelijen data rumah sakit yang perlu dijaga dan memiliki retriksi terhadap upaya untuk mendapatkan data medis. Beberapa faktor yang perlu dijaga adalah pembatasan akses informasi dengan beberapa ketentuan ;1) Siapa yang memiliki akses ke informasi ;2) Informasi mana saja yang dapat diakses oleh seseorang;3) Kewajiban pemakai untuk menjaga kerahasiaan informasi dan 4) Proses yang harus dilaksanakan apabila ada pelanggaran terhadap kerahasiaan dan keamanan. Mengurai ungkapan diatas, menjadi penting pihak rumah sakit menentukan personal yang bertanggung jawab menaungi kebijakan dan mekanisme alur catatan medik sebagai catatan keamanan yang terjaga.

           Pendekatan selanjutnya dalam memilah peran rekam medik adalah ditinjau dari sudut sosiologis dan futurologis yaitu aspek hak asasi, aspek hak kerahasiaan dan Kepercayaan dan Aspek atas Informasi Kedokteran.

            Hak asasi pasien merupakan bagian dari hak kesehatan untuk semua orang berdasarkan Declaration of Human Right pada tahun 1948. Salah satu pasal (pasal 25) mengemukakan setiap orang mempunyai hak atas kehidupan yang cukup bagi dirinya dan keluarganya, termasuk makanan, pakaian, perumahan dan pelayanan kesehatan. Sedangkan WHO dalam mukadimahnya mengungkapkan pemerintah semua negara bertanggung jawab atas kesehatan bangsanya, yang dapat dilaksanakan hanya bila bila tersedia sarana kesehatan dan sarana sosial yang memadai. Sidang Kesehatan Dunia 1970 mendeklarasikan resolusi WHO nomor 24.31 yang menyatakan bahwa hak atas kesehatan merupakan hak asasi manusia. Saat ini yang menjadi pertanyaan dengan diberlakukannya BPJS, apakah seseorang mempunyai hak untuk menuntut terhadap masyarakat dan terutama  terhadap sistem pelayanan kesehatan, agar mereka memperoleh pelayanan yang dibutuhkan untuk mempertahanankan dan memelihara kesehatan ? Di Era saat ini menjadi tugas pemerintah untuk merangkumnya. Pemeliharaan kesehatan yang baik ditentukan sejauh mana rekam medik menjadi jejak akurat setiap pasien yang berobat ke rumah sakit.

      Aspek Hak Kerahasiaan dan Kepercayaan merupakan nilai konfidensial hubungan pasien dengan pemberi pelayanan yang terdiri dari ;1) Hak khusus dokter pasien;2) Kerahasiaan catatan medis dan 3) Perlindungan dari campur tangan orang terhadap rahasia pribadi. Hak khusus dokter- pasien adalah perlindungan hubungan pasien dengan dokter terkait dengan akses informasi yang dijaga oleh rumah sakit termasuk kesaksian jika digunakan sebagai informasi medis di pengadilan. Kerahasiaan catatan medis menyangkut pemahaman terhadap konfidesial data medis pasien sebagai catatan medis yang dapat digunakan berdasarkan ketentuan dan izin yang secara khusus oleh pihak manajemen rumah sakit. Catatan medis menjadi perhatian khusus terkait dengan proses penggunannya berasaskan adanya kesepakatan dan izin tertulis.

Perlindungan dari campur tangan orang terhadap rahasia pribadi merupakan tanggung jawab rumah sakit yang berkorelasi dengan ranah perlindungan dari eksekutif dan yudikatif. Kondisi ini untuk menghindari dimanfaatkannya pasien terhadap ikut campurnya orang lain dalam kerahasiaan fisik pribadi. Di beberapa negara, hak pasien diakui dan dilindungi. Beberapa aspek terkait dengan kerahasiaan dan kepercayaan (konfidensialitas) sebagai hak pasien adalah hak atas informasi sebelum pasien menyetujui proses pengobatan yang akan dijalankan. Hal ini menyangkut hak pasien untuk menentukan sendiri segala yang ia inginkan terjadi atas dirinya. Oleh karena itu, pasien harus diberi kesempatan untuk memperoleh sebanyak mungkin informasi tentang ihwal penyakit dan kondisi fisiknya. Pengetahuan pasien tentangh kesehatan, dan tingkat pendidikan pasien banyak memegang peranan terutama dalam menentukan tindakan yang memerlukan kesepahaman bersama.

Hak atas informasi kedokteran  adalah interaksi dokter dan pasien dalam memberikan informasi diagnosis penyakitnya terkait dengan prosedur pengobatan yang akan dilakukan. Pemberian informasi merupakan inform concent kondisi realitas penyakit terkait dengan kondisi fisik dan segala kemungkinan resiko yang terjadi demi hukum. Saat ini dengan semakin kompleksnya penyakit dan beratnya kondisi pasien terutama pasien yang sudah memasuki tahap terminal, menjadi keniscayaan setiap dokter untuk mempertimbangkan berbagai aspek dengan jeli dan mengkomunikasikannya terhadap aspek positif dan negatif pada pasien. Penelitian Al Fidi (1973) meneliti reaksi pasien setelah diberitahu dokter tentang kemungkinan yang terjadi bilamana ia menjalani suatu angiografi yang dapat mengakibatkan kematian pada 1 di antara 1600 orang. Ternyata 75 % responden merasa puas tehadap informasi itu, dan 70 % sama sekali tidak terpengaruh secara emosional. Hanya 25 % merasa tidak puas dengan pemberian informasi dan hanya 1 % menolak dilakukkannya angiografi terhadapnya. Penelitian ini menyimpulkan bahwa diberikannya informasi medis kepada pasien akan menjadikan pasien lebih kooperatif dan komunikatif. Mengkaji uraian diatas, peran manajemen rumah sakit dalam hal ini pihak yang berhubungan dengan pasien, memiliki peran untuk senantiasa mengembangkan jembatan tali rasa sehingga keterbukan setiap informasi kepada pasien berwujud kepada keselarasan informasi yang dapat diterima dengan baik.

 MKI dan Organisasi Model Weick’s

                Komunikasi rumah sakit ditujukan untuk menjamin pertumbuhan interaksi informasi bertanggung jawab terhadap penguatan sistem pelayanan. Komunikasi tersebut memberikan aspirasi terhadap pencerminan jalan pikiran kebijakan rumah sakit, pengaruh kultur pelayanan dan wahana hubungan diantara pasien dan petugas. Sarana yang terbangun memuat spirit rumah sakit mengembangkan efektivitas komunikasi yang melibatkan unsur yang terkait dalam pelayanan yaitu pasien dan masyarakat. Lebih lanjut, komunikasi menstimulasi komitmen keterlibatan partisipasi masyarakat menumbuhkan nilai empati terhadap  titik lemah keseharian yang terjadi di rumah sakit. Hal ini dapat dilihat dari skema di bawah ini

              

Mengkaji bagan yang disajikan diatas mengungkapkan bahwa organisasi MKI memerlukan suatu model yang berkemampuan merangkum efektivitas dan efisiensi memadukan interaksi komunikasi itu sendiri dengan pengaruh perilaku dan lingkungan.

                Salah satu model MKI yang diajukan dalam tulisan ini dalah model organisasi Weick’s. Model ini memperesentasikan suatu inovasi orientasi organisasi dengan menekankan interaksi manusia sebagai fenomena sentral organisasi. Weick’s berpendapat organisasi tidak akan eksis jika tidak ada suatu proses kontinu aktivitas manusia yang berkemampuan membangun komunikasi, beriringan dengan pengembangan lingkungan organisasi yang tidak hanya berupa gedung, kantor, peralatan dan pekerja. Model organisasi yang berbasiskan lingkungan adalah suatu lingkungan informasi yang mendasarkan pesan dari setiap anggota organisasi kepada pengertian dan kreativitas serta merespon pesan tersebut sebagai nilai kemajuan.

           Rumah Sakit Rujukan dengan kondisi faktual keseharian menghadapi berbagai problematika medis dan non medis yang cukup kompleks, sudah tentu informasi yang berkembang dapat terjadi suatu kondisi disinformasi. Model lingkungan informasi adalah pemanfataan dan pemberdayaan berbagai sumber informasi di rumah sakit sebagai sarana untuk menangkap, menyerap dan mengolah suatu pesan menjadi suatu persepsi informasi yang memberikan nuansa ketenangan dan solusi. Pencapaian hal tersebut adalah menguatkan setiap elemen informasi baik personil kesehatan, sarana interview, peralatan elektronik, dokumen tertulis, komunikasi elektronik dan diskusi kelompok, dengan harapan adanya interaksi yang baik diantara petugas dan pasien untuk membangun performance dan tingkat kepercayaan komunikasi pelayanan.

         Organisasi model Weick’s ini berupaya mendayagunakan lingkungan informasi menjadi ‘tentara’ untuk menangkap suatu konsep pesan memiliki suatu nilai kemaknaan (conceptual meaning) dan dapat menalinya sebagai pesan yang saling berhubungan (associate meaning) dan kemudian diramu dalam satu tema informasi (thematic meaning) yang memberikan efek terhadap perubahan tingkat pelayanan.

     Bagian penting dari model pengorganisasian Weick’s adalah keterbukaan informasi. Equivocality adalah tingkat pemahaman atau pesan yang ditanggapi oleh anggota organisasi terhadap beberapa aspek ketidakjelasan termasuk tingkat ambiguitas, kompeksitas dan ketidakjelasan pesan. Tingkat kesetaraan pesan berhubungan dengan tingkat kepastian untuk memecahkan kode pesan. Organisasi diperlukan untuk membantu fenomena yang kompleks. Weick menegaskan tugas organisasi adalah memproses suatu informasi samar-sama dengan pemberdayaan unit organisasi komunikasi menjembatani melakukan proses komunikasi yang dirancang untuk mengatasi kesetaraan informasi menjadi suatu ketegasan informasi yang dapat dipercaya. Gerak dinamis organisasi komunikasi dalam menghadapi ketidakjelasan pesan harus menanggapi melalui proses komunikasi yang kompleks sehingga penanganan input dapat dipahami sebagai perilaku yang jelas dan sederhana. Hal ini dapat dilihat dari gambar di bawah ini:

Gambar Tahapan Sub Process komunikasi informasi (dikutip dari Weick/Health Communication p.160)

                Mengkaji uraian diatas siklus komunikasi memiliki peran penting, bagaimana organisasi memberdayakan proses keterbukaan output dari input. Organisasi mengembangkan sistem tindakan – respon dan penyesuaian terhadap informasi yang masuk. Upaya tersebut adalah agar organisasi bermampu guna dalam peran tanggung jawab input sebagai alat kepercayaan dari siklus komunikasi representatif, diantaranya memberikan jawaban terhadap pertanyaan klien, kemampuan berunding, menampilkan opini profesional dan tersedianya log book consultation. Secara ringkas peran keterbukaan, aturan, siklus suatu informasi dalah suatu petunjuk lingkungan komunikasi yang sehat.

          Terdapat tiga fase utama MKI mengorganisasi informasi lingkungan yang beredar di rumah sakit yakni: enactment, selection dan retention. Enacment adalah fase organisasi organisasi hadir terhadap informasi lingkungan di sekelilingnya. Organisasi beraksi melalui sensitivitas untuk memahami setiap kejadian informasi. Fungsi pada fase enactment adalah organisasi memiliki kewaspadaan terhadap perubahan informasi di lingkungan dan menyesuaikan dengan aturan dan siklus keterbukaan informasi yang terjadi. Fase selection adalah model mengorganisir sejauh mana keputusan yang ditentukan berbasiskan aturan dan siklus berpengaruh terhadap keterbukaan informasi dari input, sehingga terjadi seleksi alamiah terdapat bias informasi menjadi informasi yang memiliki reabilitas. Fase retention adalah kekuatan mengorganisir dan menyimpan informasi terhadap respon dari beberapa jalur input. Variasi siklus informasi digunakan untuk mengembangkan, mengevaluasi peran organisasi MKI memilki konsep keberhasilan strategis untuk mengelola informasi yang memiliki nilai untuk kedepannya (nilai futuristik)

Hal ini dapat dilihat dari gambar dibawah ini :

Organizing Phases and Feedback Loops. (dikutip dari Health Communication p 163)                       

Kesimpulan

          Manajemen Komunikasi dan Informasi Rumah Sakit Rujukan merupakan salah satu peran sentral akreditasi rumah sakit yang menunjukkan sejauhmana performance, organizational care dan integritas koneksitas berjalan kontinu menghadapi problematika medis dan non medis. Pendekatan dan perspektif manajemen komunikasi mewujudkan aspek lingkungan sebagai fase dan tahap conceptual meaning menjadi nilai kultur informasi yang didukung oleh kebijakan dan sinergitas aplikasi di lapangan.

Rujukan :

  • JCI Standar Akreditasi Rumah Sakit, 2011
  • Standar Akreditasi Rumah Sakit : Komite Akreditasi Nasional, 2017
  • Lumenta. Pasien Citra, Peran dan Perilaku. Kanisius 1989
  • Greps GL. Health Communication Theory and Practise. Longman 1984. p.157-77
  • Susanto A. Komunikasi Sosial. PT Bina Cipta 1980
Bagikan