oleh :

Soroy Lardo

            Tahukah kita bahwa akses kehidupan berbangsa milik kita bersama ? Terdapat nilai keadilan dan kedaulatan di dalamnya. Saat ini merupakan waktu yang tepat untuk belajar memaknai kerjasama dan kebersamaan di berbagai tingkat stratifikasi kehidupan. Bagaimana mencapai hal tersebut ? Kehidupan kebangsaan harus memiliki kontrol sosial untuk membela kaum yang lemah, mengendalikan faktor penghambat sosial dan bergerak mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Bangsa kita jika diibaratkan sebagai satu tubuh memaknai suatu kehidupan mikro, menguak sistem kekebalan (respon imun) merespon terhadap kuman infeksi yang menyebar ke dalam tubuh.

            Proses kebangsaan adalah suatu transformasi pertempuran diantara kebijakan yang memihak kedaulatan dan kemandirian dengan kebijakan berbasiskan ketergantungan. Salah satu dimensi aplikasinya adalah komitmen untuk memberantas korupsi atau mengabaikannya. Proses pertempuran tersebut akan berjalan kepada kaskade (rantai) mengikuti kaidah sunnatullah,  menuju suatu perubahan. Transformasi pertempuran di tubuh kita-pun demikian. Proses pertempuran tersebut akan menguak kaskade  mekanisme biokimia tubuh untuk menetralisir, atau sebaliknya tubuh mengangkat bendera putih. Lebih lanjut, tubuh membangun effort baru yaitu lingkungan (milleu) dengan jejaring sistem imun-nya, memperkuat dirinya kembali untuk menjadi lebih kokoh menghadapi serangan kuman berikutnya. Keseimbangan ini dipertahankan oleh infection control di dalam tubuh kita, sehingga dapat melanjutkan kehidupan dengan sehat.

            Pengendalian sosial merupakan kegiatan instruktif dan partisipatif yang menjadi suatu gerak di masyarakat (community movement). Manajemen di pemerintahan dan swadaya masyarakat merupakan kunci sebagai satu tubuh (bangsa) yang saling terikat. Kebijakan yang dibangun, mencakup aktifitas yang dapat membentuk rantai sosial, sebagai suatu rangkaian program memperbaiki kehidupan masyarakat lebih baik. Problematika sosial yang tumbuh di masyarakat memerlukan kontrol sosial untuk meng-upgrade masyarakat miskin memiliki peran dan spirit untuk menumbuhkan potensinya. Keterpaduan sumber daya dibutuhkan untuk itu.

            Rumah sakit memiliki Panitia Pengendalian Infeksi (PPI) sebagai organisasi sistemik dengan perangkat SDM dan jejaringnya, mengatasi problematika infeksi. Pengendalian infeksi merupakan suatu kegiatan instistusional yang berperan dalam menentukan kebijakan dan operasional kebijakan infeksi di rumah sakit. Untuk mencapai hal tersebut, dibutuhkan peran keterlibatan  berbagai  sumber daya dan dukungan dari  manajemen rumah sakit  yang bersifat kontinu, serta atmosfir lingkungan menerapkan program empati pentingnya pengendalian infeksi di rumah sakit. Kedua sistem pengendalian (sosial dan penyakit) tersebut memiliki nilai kemaknaan filosofis yang sama, yaitu atmosfir pengendalian sebagai sistem kerja untuk untuk menumbuhkan kepedulian terhadap empati kehidupan dengan fokus keselamatan (pasien dan masyarakat) sebagai “ikon” utama. Kontrol terhadap penyakit dan kontrol sosial  merupakan dua sisi mata uang yang secara filosofis memiliki nilai kemaknaan yang sama, namun pendekatan terapannya yang perlu ditunggu, yaitu membentuk masyarakat berkeadilan.

Kompetensi Lingkungan Sehat

            Bagaimana memaknai suatu kompetensi hidup yang tidak sehat ? Tidak perlu stres ya. Kompetensi sosial memang dinamikanya sangat tinggi, kadangkala ada konflik kepentingan disana. Bisa jadi seseorang yang memiliki prestasi dan komitmen kinerja yang tinggi, tidak mendapatkan tempat untuk mengembangkan potensinya. Tetapi percayalah, bahwa Allah SWT akan memberikan jalan untuk itu (QS 29:69). Kompetensi hidup seperti laga tanding dari virulensi suatu kuman dengan respon imun tubuh dan lingkungan (environment) sebagai wasitnya. Lingkungan ( tubuh/sosial) akan bergerak membentuk keseimbangan agar cita tetap berjalan.

            Bagaimana supaya lingkungan itu adil ? ya… harus dibangun sistem sosial dan ruang berpikir yang melindungi dan menjaga setiap komunitas senantiasa berinovasi memperbaiki kehidupan menjadi lebih baik. Demikian juga dengan Health Environment Control, perlu dibangun manajemen lingkungan yang sehat sebagai penyeimbang dalam memperkuat sistem kerja di masyarakat, yaitu terbentuknya atmosfir kontrol kesehatan lingkungan yang baik dan sistem kekebalan di masyarakat yang kuat terhadap intervensi penyakit. Diharapkan, respon kontrol kesehatan lingkungan dan kontrol sosial masyarakat dengan cerdas menata kompetensi pencegahan penyebaran penyakit.

             Kompetensi lingkungan sehat memerlukan pengendalian kehidupan sosial dengan komitmen berbagai unsur yang terlibat ( birokrasi, lingkungan/budaya dan masyarakat). Komitmen ini penting, karena di masyarakat sarat dengan berbagai kepentingan, jika tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan konflik kepentingan, bahkan kesenjangan sosial. Kontrol kesehatan lingkungan adalah kesepakatan bersama, melalui suatu mekanisme pendidikan, pelatihan dan perawatan masyarakat berkualitas sehat dalam berinteraksi sosial. Kebijakan pengendalian lingkungan (aturan, petunjuk, optimalisasi dan pemantauan lapangan) yang berkeadilan dan berkedaulatan, menjadi salah satu pilarnya.

            Kebijakan pengendalian kesehatan lingkungan mencakup berbagai aktivitas untuk lapangan dalam pemantauan dan pembinaan terhadap kontrol lingkungan, dengan melibatkan berbagai petugas dalam pelatihan dan pendidikan yang berkesinambungan. Pengendalian kesehatan lingkungan merupakan suatu bagian penting dalam optimalisasi pencegahan penyakit mencakup tingkat pengetahuan dan kompetensi petugas dan tersedianya fasilitas dan sarana untuk operasionalisasi pengendalian lingkungan sehat, dan dukungan dari manajemen birokrasi pentingnya menurunkan angka morbiditas dan meningkatkan kinerja hidup sehat di masyarakat.

            Kegiatan dan program pengendalian kesehatan lingkungan terdiri dari (1) Survaillans, (2) Kewaspadaan universal komunitas, (3) Penentuan resiko penyebaran penyakit, (4) Prinsip dan cara pencegahan penyakit dan (5) Kebijakan penggunaan antibiotika di masyarakat. Melalui dimensi pendekatan ini,  pengelolaan masyarakat dan kontrol penyakit merupakan dua sisi mata uang yang tidak berbeda, memerlukan suatu komitmen untuk meraih tujuan yang optimal.

Risk Assesment Prevention Control

            Bagaimana memahami terminologi pencegahan penyakit ? Tergantung sejauh mana kita menatap perspektif suatu penyakit. Kita memaklumi, setiap orang memiliki filosofi sosial menghadapi suatu penyakit dengan membina interelasi dalam kehidupan di masyarakat. Suatu kohesi yang dibangun melalui penularan sosial yang positif, menumbuhkan ekspektasi kehidupan di masyarakat untuk bertaut erat dalam kerangka teori berdampak kerangka kerja. Hal yang perlu diwaspadai adalah ‘penularan sosial’ yang kurang berdampak positif, memerlukan suatu reemerging sosial dengan manajemen kontrol sosial untuk mengembalikan spirit membangun kebersamaan.

            Salah satu risk assesment prevention control yang mengemuka adalah kemampuan untuk melihat penyakit  dari perspektif penyebaran dan dampak. Dalam terminologi penyakit infeksi ada yang bersifat akut (virus) dan melalui mekanisme pertahanan tubuh akan cepat di clearance atau infeksi bakteri yang berjalan gradual bersistemik ke dalam tubuh. Kekhawatiran yang muncul, virus/bakteri dapat bermutasi menjadi bentuk yang mudah menular diantara manusia, sebagai reemerging infection. Kondisi ini berpotensi menjadi suatu outbreak atau  pandemi. Manajemen kontrol infeksi bertumpu kepada Infection Control Risk Assesment (ICRA) sebagai panduan penilaian resiko dan manajemen prevention control kejadian infeksi berikutnya. Reemerging sosial dan reemerging infection  adalah dua sisis mata kehidupan yang akan selalu muncul dan berulang, tergantung kita menyikapi penilaian resiko pencegahan penyakit.

            Salah satu upaya dalam Risk Assesment Prevention Control adalah bagaimana merawat kontinuitas kesehatan di masyarakat terkait dengan interaksi dan interelasi sosial yang kondusif. Social Care Associate Community (SCAC) merupakan diversifikasi sosial membentuk karakteristik masyarakat untuk berkembang secara alamiah. Suatu intervensi sosial yang berdampak ketimpangan masyarakat, memerlukan tindakan social care untuk meluruskannya. SCAC merupakan suatu monitoring sosial yang terukur sebagai bagian dari kontrol sosial dan kontrol pencegahan penyakit.

            SCAC dalam menjalankan fungsi-nya di bidang pencegahan penyakit memerlukan beberapa perangkat penting. (1) Peta geomedik sebagai pemetaan penyakit dan kemungkinan terjadinya suatu outbreak berbasiskan siklus ekosistem penularan penyakit. (2) Fasilitas monitoring komunitas,  merupakan perangkat yang berkemampuan dalam  perencanaan dan pemantauan pencegahan penyakit dan alat ukur untuk deteksi perkembangan penyakit. Fasilitas ini memiliki elemen-elemen SDM dengan tim gerak cepatnya dan peralatan digital yang secara mandiri menentukan tingkat resiko yang dapat muncul, menuju keseimbangan dalam interaksi agent-host dan environment.

Dimensi Intrinsik dan Ekstrinsik Preventif

            Dimensi intrinsik dan ekstrinsik merupakan komponen utama  strategi prevensi. Dimensi tersebut merupakan konsep dan gerak kemasyarakatan berkemampuan mengatasi penyakit sosial yang menghambat kebangunan bangsa. Sebagai bangsa besar yang digambarkan dengan layar lebar retrospektif, kemampuan bangsa ini telah teruji  pengorbanannya melalui tokoh tokoh bangsa memperbaiki dan membangkitkan kehidupan masyarakat yang lebih baik, dengan mengutamakan kultur berjuang tanpa pamrih.      

            Dimensi intrinsik adalah faktor stimulan kondisi faktual adanya penyakit sosial di masyarakat. Faktor tersebut yaitu kerentanan masyarakat menghadapi problematika yang dihadapi bangsa, yang seharusnya menjadi energi katalisator. Makna kerentanan secara gradual akan menguat sebagai kohesi masyarakat pejuang, dan upaya ini perlu didukung dengan solusi alternatif kebijakan bangsa.

            Dimensi ekstrinsik adalah pengaruh lingkungan dan interaksi berbagai komponen sosial yang berkontak dengan masyarakat, terutama menyangkut kepentingan dasar kehidupannya. Menghadapi hal tersebut, perlu adanya interelasi, sehingga kesenjangan sosial di masyarakat dapat direduksi. Kebijakan ini merupakan upaya preventif timbulnya keresahan sosial.

            Dimensi kemasyarakatan dan rumah sakit merupakan tali temali untuk membangun aset kinerja di masyarakat. Kita sebagai bangsa yang memahami variabilitas penyakit, selayakanya menampilkan suatu layar prospektif  bahwa setiap unit layanan kesehatan menjadi aset yang berkemampuan mengontrol  dan mencegah tidak terjadinya suatu penyebaran penyakit. Sejarah sudah membuktikan petugas kesehatan dilapangan (dokter telapak kaki dan kader kesehatan di desa/posyandu) memiliki komitmen mengatasi kesenjangan (gap analysis) meningkatnya penyebaran penyakit dan upaya untuk mengontrol dan mereduksinya.

            Dimensi penilaian resiko ditujukan kepada penyebaran infeksi (outbreak) sebagai faktor yang perlu menjadi perhatian utama. Faktor resiko dan kontrol infeksi  terdiri dari tiga kelompok (1) Faktor intrinsik : yaitu faktor kepekaan untuk terjadinya infeksi dihubungkan dengan sistem kekebalan tubuh. Faktor tersebut diantaranya usia lanjut, penyakit komorbid yang mendasari dan trauma. (2) Faktor ekstrinsik : lingkungan dan alat yang digunakan di rumah sakit. Rumah Sakit merupakan tempat yang paling sibuk untuk melayani pasien , petugas kesehatan, pengunjung yang memungkinkan terjadinya kontak setiap saat, dimana semua tipe alat dan bahan yang digunakan memiliki prosedur resiko tinggi. Rumah Sakit dan petugas yang bekerja senantiasa  memelihara dan menjaga lingkungan untuk pasien dan petugasnya dengan tersedianya air,udara dan makanan yang bersih, sanitasi yang memadai serta  kontrol infeksi dan kebijakan penggunaan antibiotika. Para petugas kesehatan juga harus memproteksi kemungkinan terjadinya infeksi saat bekerja di rumah sakit terutama menghadapi infeksi serius yang dapat terjadi  seperti HIV/AIDS , Hepatitis viral, tuberkulosis dan infeksi virus lainnya.

Stratifikasi dan Klasifikasi Preventif

            Strategi dan klasifikasi preventif memiliki dua rantai penting yang saling bertaut yaitu pranata sosial dan pranata pencegahan penyakit. Stratifikasi memuat jenjang sosial sebagai parameter kehidupan yang saat ini secara kasat mata  dinilai dari aspek material. Apakah suatu stratifikasi sosial menunjukkan suatu keberhasilan ?  Sepertinya tidak sesederhana itu. Tergantung bagaimana kita menyikapi hal tersebut dengan nilai-nilai positif. Bersyukur dengan nilai sosial  positif dan intropeksi untuk memperbaiki terhadap nilai sosial negatif.

            Preventif sosial juga memiliki  ciri khasnya dalam kehidupan. Nilai sosial yang menjadi tumpuan adalah sikap kehidupan untuk memperkuat potensi hidup terhadap suatu intervensi sosial yang kadangkala tidak sesuai dengan nilai nilai kesemestaan, istilahnya nilai Rahmantan lil Alamin. Poros yang dapat diperkuat untuk keseimbangan  stratifikasi dan preventif ini adalah kontrol sosial yang berorientasi untuk kedaulatan rakyat.

            Stratifikasi dan preventif menghadap penyakit merupakan rantai penting yang saling berkait.Stratifikasi penyakit memuat parameter resiko yang dapat terjadi, misalnya tindakan vaksinasi sejak bayi lahir untuk mencegah penyakit infeksi. Parameter penting yang perlu menjadi acuan adalah status gizi masyarakat dan pemberdayaan keswadayaan di masyarakat. Kapasitas gizi di masyarakat menentukan kekuatan ketahanan pangan bergerak menuju kualitas hidup sehat. Secara kebijakan memerlukan perencanaan dan analisis gizi  berkelanjutan tidak berbasiskan proyek setiap periode pemerintahan. Kebijakan gizi memerlukan determinasi tangguh dalam pembiayaan untuk setiap generasi, merujuk kepada pendekatan kekuatan sosial dan ekonomi terkait dengan identifikasi dan distribusi logistik untuk negara kita yang sangat luas. Manajemen gizi di masyarakat harus menembus akar keluarga sebagai nilai produktifitas sehat. Secara kasat mata memelihara kesehatan dan produktivitas seorang ayah untuk berada dalam kondisi yang optimal merupakan sarana terbaik untuk menjamin gizi yang mencukupi untuk anak-anaknya. Kebijakan operasional gizi masyarakat memerlukan suatu otoritas administrasi yang tangguh. Kolaborasi yang dibangun adalah menguatkan faktor eksternal pendukung status gizi masyarakat yaitu pertanian, distribusi pendatapan dan transportasi. Di era digitalisasi ini konektivitas yang efektif dan efisien dapat terjangkau. Program gizi nasional termasuk kompleksitas menghadapi stunting, menjadi salah satu alternatif solusi.

             Pemberdayaan keswadayaan masyarakat merupakan perspektif manajemen kebangsaan, bertumpu kepada semangat nasionalisme yang berkelindan dengan nilai-nilai sosial dan kesejahteraan masyarakat. Kedua nilai ini menjadi inspirasi untuk membentuk konstruksi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dengan fokus membangun kedaulatan dan kemandirian hidup sehat berbasiskan upaya preventif. Keswadayaan yang dibangun berprinsip kemandirian dengan tegaknya tubuh masyarakat untuk tetap kuat dan berelaborasi dalam mempertahankan prinsip-prinsip preventif di masyarakat yaitu produktivitas masyarakat yang selalu terjaga.

            Kedua aspek prioritas yaitu kebijakan gizi dan keswadayaan masyarakat berbasiskan kedaulatan, memiliki keluaran adanya kualitas generasi yang sehat dan produktif  sebagai SDM yang berkemampuan berkompetensi menghadapi bangsa di dunia. Karakter gizi generasi yang terbangun menampilkan karakter performance bangsa yang kuat.

Kesimpulan

               Strategi preventif kesehatan bangsa merupakan transformasi pertempuran kekuatan bangsa berbasiskan   Social Care Associate Community (SCAC) and Hospital Care Community (HCC) sebagai tautan yang saling merajut menguatkan kebijakan dan gerakkan masyarakat (community movement) merekonstruki generasi bangsa yang berkualitas dan berkompetensi dengan penguatan kebijakan gizi yang tepat dan performance swadaya masyarakat membangun produktivitas dan ketahanan bangsa.

Jakarta , 21 Maret 2019

Dr.dr Soroy Lardo, SpPD FINASIM. Kepala Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi Departemen Penyakit Dalam RSPAD Gatot Soebroto. Doktor lulusan Universitas Gadjah Mada

Bagikan

Leave A Comment

Recommended Posts

The Relationship Between COVID-19 History and Arterial Vascular Elasticity Measured Using Accelerated Photoplethysmograph Analyzer in Medical Students

Soroy Lardo

Tasya Zuhriya Putri, Nurfitri Bustamam*, Tri Faranita, Agneta Irmarahayu Faculty of Medicine, Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta, Indonesia. *Corresponding Author: Nurfitri Bustamam, MD. Faculty of Medicine, Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta – Fatmawati General Hospital. Jl. RS Fatmawati, Pondok Labu, Jakarta 12450, […]

Bagikan
Translate »