oleh:

Brigjen TNI Purn Dr.dr.Soroy Lardo, SpPD KPTI FINASIM, CIQnR, CIQaR

Peneliti Pusat Kajian Perencanaan dan Pengembangan Program Strategis (P2KP3S) PB IDI

Pendahuluan

Sistem Kesehatan Nasional (SKN) merupakan konsep dinamis dalam tataran Ketahanan Nasional, bergerak sebagai tumpuan untuk menguatkan jejak kaki kemandirian bangsa makin  kuat, dan menjadi sumbu dengan spirit inovasi menuju ketahanan dan kesehatan bangsa yang berkelanjutan (Health Resilience Sustainability /HRS). Ketahanan dan Kesehatan ‘bak’ tali temali terjalin erat dalam rangka pengembangan sistem keamanan nasional, berdimensi keselamatan insani dan ketertiban publik untuk menopang kontrol dan partisipasi masyarakat memelihara kualitas kesehatan yang optimal. Konsep Ketahanan dan Kesehatan sebagai kebijakan strategis yang melibatkan berbagai kelembagaan menjadi basis utama mewujudkan sinergitas dan pemberdayaan secara struktural dan partisipasi yang berlapis (multi layered oversight).

Pembangunan kesehatan di Indonesia saat ini menghadapi tantangan strukural dan partisipatif berkaitan dengan kerangka kerja SKN yaitu disparitas capaian status dan akses pelayanan kesehatan, kapasitas kelembagaan dan SDM dalam mencegah, mendeteksi dan merespon cepat risiko kesehatan. Keterbatasan kapasitas dalam penilaian risiko (klinis dan komunitas) monitoring respon penyebaran penyakit berbasis alat ukur protektif dan prediktif dan keterbasan fasilitas teknologi (IT), alat kesehatan, obat-obatan dan vaksin merupakam amanat yang perlu disempurnakan berdasarkan International Health Regulation (IHR) tahun 2005.

Kerangka kerja SKN sebagai sistem yang melibatkan segenap pengelolaan kesehatan dan komponen bangsa secara terpadu merupakan upaya untuk mencapai kualitas dan derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya. Integrasi tata kelola kesehatan mencakup administrasi kesehatan, informasi kesehatan, pembiayaan kesehatan, peran serta dan pemberdayaan masyarakat, ilmu pengetahuan dan teknologi dan pengaturan hukum kesehatan. Berdasarkan Perpres No. 72 Tahun 2012, kebijakan SKN bertumpu kepada ranah kondisi realitas dengan tujuan pemberdayaan peningkatan perilaku dan kemandirian masyarakat, profesionalisme sumber daya manusia kesehatan, promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.

Kebijakan SKN sebagai bagian pembangunan kesehatan memerlukan suatu jembatan dengan sistem ketahanan nasional, yang mengkaitkan kunci-kunci strategis menjadi jalur kebersamaan pembangunan kesehatan nasional. SKN memiliki prioritas pemberdayaan kesehatan masyarakat sebagai nilai akumulatif berkelanjutan, ditopang oleh struktur organisasi – jejaring dan teknologi informasi. Sistem Ketahanan Nasional mengacu Permenhan No 20 tahun 2014 sebagai titik tumpu prioritas determinan ketahanan dan kesehatan, berbasiskan uji kompetitif keilmuan sehingga memiliki akseptabilitas dalam memberdayakan kesehatan di masyarakat sebagai bagian dari ketahanan nasional.

Karakteristik Kultur Ketahanan dan Kesehatan

Kultur ketahanan dan kesehatan adalah tatanan nilai yang menautkan kebijakan kesehatan dan budaya sebagai kekuatan partisipasi masyarakat. Kebijakan kesehatan melalui analisis determinasi spirit kesehatan, memuat interelasi dan parameter sejauh mana langkah IDI sebagai satu-satunya organisasi profesi memiliki keterlibatan, kontribusi bahkan titik terdepan (leader) mendukung enam pilar transformasi kesehatan menuju satu titik sinergitas kualitas kesehatan untuk kesejahteraan bangsa.

Kultur ketahanan dan kesehatan dalam konteks strategi budaya adalah menempatkan partisipasi masyarakat sebagai kekuatan sumberdaya yang mendistribusikan peran-peran yang memberikan ruang demokrasi kesehatan mengembangkan inovasi pelayanan kesehatan di tingkat layanan primer yang bernafaskan bottom up berkelindan dengan kebijakan struktural. Ruang demokrasi ini merupakan starting point kebijakan kesehatan sebagai pola berkelanjutan yang dinamis bertemu dengan agenda akar rumput mengartikulasi problematika kesehatan di lapangan bertumpu kepada solidaritas sosial memberdayakan potensi kesehatan daerahnya melalui pendekatan kesehatan berbasis komunitas dan lingkungan.

Kultur ketahanan dan kesehatan berkelanjutan adalah dimensi filosofi dan epistemiologis setiap insan kesehatan untuk mengkalbukan dan menerapkan dalam keseharian pengabdiannya. Salah satu pola kalbu yang perlu ditumbuhkan adalah pemberdayaan kultur mental kreatif, sebagai spirit adaptasi perubahan berbasiskan perkembangan budaya teknologis seiring perkembangan ekonomi berbasis informasi. Bagaimana memberdayakannya? Sudah tentu perlu pendidikan (formal dan non formal) untuk melatih masyarakat menumbuhkan kreativitas dan keingintahuan sebagai literasi yang memfondasi generasi IDI mendatang menghadapi perubahan teknologi masa depan yang berkembang pesat.

Pendidikan kultur ketahanan dan kesehatan menerapkan kesadaran intelegensia untuk memberi aktualisasi keragaman yang berorientasi kreatif – inovatif dalam ruang demokrasi pemberdayaan kesehatan. Menurut Peter H. Diamandis (2018), pendidikan mental kreatif perlu lima elemen pemberdayaan yaitu; (1) Mencintai (passion) yaitu sikap dan perilaku mengupayakan ketersingkapan potensi individu setiap dokter untuk mengalami beragam proses pembelajaran, ragam kegiatan, aktivitas luar dan uji coba berorganisasi sebagai experiental learning; (2) Rasa ingin tahu (curiosity) sebagai pemahaman budaya dan keterampilan menjelajah pengetahuan terbaru bernuansa eksperimentasi data kesehatan di masyarakat yang dapat dikompilasi sebagai hipotesis, disain uji coba (kebijakan dan implementasi) dan merumuskan kesimpulan;(3) Pikiran kritis (critical thinking) adalah kemampuan mengurai dan merangkum persepsi kebenaran informasi menghadapi berbagai disinformasi mewujud sebagai pelita hidup dan beragam ide yang tersosialisasi ke masyarakat;(4) Keteguhan hati (persistence) adalah konsistensi pembelajaran yang didukung fasilitas pendidikan berkelanjutan setiap anggota IDI mampu mengembangkan dirinya secara individu dan komunitas berbasiskan semangat kompetensi dan kolborasi;(5) Ekosistem kreatif menguak sebagai  keseimbangan pemupukan kapabilitas ( capabilities) melalui pendidikan dengan keberfungsian (functioning) berjalur kepada pengalaman konkret (learning by doing) didukung sistem organisasi yang kondusif, fasilitas sarana dan prasarana, kesempatan sosial, jaminan transparansi dan keamanan protektif.

Salah satu yang dapat dikembangkan karakter kultur inovatif kreatif ketahanan dan kesehatan adalah memetakan spesifikasi setiap Puskesmas berkohesi dengan nilai-nilai budaya positif lokal yang mendukung implementasi transformasi kesehatan di masyarakat. Hal ini merujuk kepada referensi terbaru pelayanan kesehatan primer yang dipublikasi WHO dan UNICEF tahun 2020 sebagai transformasi visi menuju aksi bahwa pelayanan kesehatan primer adalah pendekatan holistik kesehatan untuk memaksimalkan tingkat dan distribusi kesehatan melalui tiga komponen yaitu;(1) pelayanan primer dan fungsi esensi kesehatan masyarakat sebagai inti dari pelayanan kesehatan terintegrasi;(2) Kebijakan dan tindakan multisektoral; dan (3) Pemberdayaan masyarakat.

Tripola Integrasi Sektoral Kesehatan

Kebijakan kesehatan sesuai kultur kreatif ketahanan kesehatan adalah mendayagunakan layanan kesehatan primer, kebijakan dan kerjasama multi sektoral dan pemberdayaan masyarakat sebagai Tripola Integrasi Sektoral Kesehatan.

Pelayanan primer dan fungsi esensi kesehatan masyarakat adalah konstruksi dinamis terjembataninya birokrasi pemerintah dan partisipasi masyarakat terhadap layanan kesehatan yang berdayaguna. Jika mengacu kepada Deklarasi Alma Ata 1978, pelayanan kesehatan kesehatan dasar adalah pelayanan esensial yang dapat diterima secara sosial dan diakses oleh setiap individu/ keluarga, diselenggarakan dengan peran serta masyarakat secara ekonomis dapat ditanggung oleh masyarakat dan negara, disertai dengan semangat kemandirian (selfresilience dan selfdetermination) (Bappenas, 2018). Sedangkan referensi terbaru yang dipublikasi oleh WHO dan UNICEF tahun 2020 dalam Operational Framework for Primary Health Care yaitu visi transformasi kedalam aksi pelayanan primer kesehatan sebagai pendekatan holisitik masyarakat untuk kesehatan yang bertujuan  memaksimalkan tingkat dan distribusi kesehatan dan kesejahteraan melalui tiga komponen;1) Layanan primer dan fungsi kesehatan masyarakat esensial sebagai inti pelayanan kesehatan terpadui ;2) Suatu aksi dan kebijakan multisektoral dan ;3) Pemberdayaan masyarakat dan komunitas.

Saat ini terdapat 10.200 puskesmas dan 14.000 klinik pratama dalam proses akreditas dan proses kredensialing oleh BPJS Kesehatan untuk meningkatkan Upaya Kesehatan Masyarakat. Namun problematika disparitas dalam implementasi program JKN untuk mendorong masyarakat mengakses layanan kesehatan dasar untuk medorong utilisasi pelayanan kesehatan dasar terkendala dalam regulasi terkait dengan fungsi pelayanan, preventif dan promotif yang dimiliki pemerintah, sementara fasyankes swasta tidak memberikan layanan preventif dan promotif. Disisi lain terdapat 88,4 % Rumah sakit telah terakreditasi dengan hanya 38 % Rumah sakit yang memenuhi standar paripurna akreditasi KARS, 41 Rumah sakit mencapai akreditasi internasional baik KARS maupun JCI dengan 20 Rumah sakit diantaranya dimiliki oleh swasta. Mengingat pentingnya upaya meningkatkan layanan kesehatan, keterlibatan integrasi rumah sakit cukup vital untuk  sistem rujukan guna menopang layanan kesehatan primer.

Bagaimana mengintegrasikan keterpaduan akses dan kinerja keterpaduan layanan kesehatan primer dan rujukan? Langkah utama adalah menguatkan peran dan kecukupan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) untuk layanan kesehatan masyarakat berkelanjutan. JKN harus dibangun dalam perspektif manajemen kebangsaan dan Perspektif kolaborasi sosial dan keswadayaan. Perspektif manajemen kebangsaan bertumpu kepada nilai-nilai dan semangat nasionalisme yang berkelindan dengan nilai-nilai sosial dan kesejahteraan masyarakat. Kedua nilai tersebut merupakan inspirasi variabel nilai kebangsaan konstruksi JKN, yaitu konsep membangun kedaulatan dan kemandirian pelayanan kesehatan dalam kerangka NKRI, sebagai kebijakan yang berorientasi kesejahteraan masyarakat. Sedangkan konstruksi nilai sosial adalah variabel dinamisasi sosial sebagai gerak inheren menguatkan JKN sebagai sistem asuransi kesehatan yang dapat mengakomodasi masyarakat mendapatkan layanan JKN.

Perspektif Kolaborasi dan Keswadayaan masyarakat adalah model paradigmatik kemaknaan asuransi kesehatan bertitik tolak komitmen negara untuk memberdayakan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat, dimensi tegaknya tubuh masyarakat untuk tetap kuat dan berelaborasi JKN sebagai inner cycle untuk mempertahankan prinsip kesehatan sosial masyarakat terjaganya produktivitas masyarakat. Dalam perspektif ini diharapkan terwujudnya kolaborasi sosial peran JKN sebagai kultur dan spirit kesehatan sebagai etos kehidupan masyarakat. Salah satu yang dapat dikembangkan dalam perspektif ini adalah mengembangkan lateralisasi modelling FKTP di bidang preventif dan promotif yang melibatkan posyandu dalam konfiguasi “center of excellent community dan organizing of change “. FKTP dengan kemampuan yang dimiliki (Dokter Keluarga) melaksanakan literasi keilmuan kesehatan untuk fungsi skrining dan pemetaaan data karakteristik penyakit pasien (risk assessment) untuk stratifikasi dan komorbid dan relasi lingkungan yang terkait. Melalui pendataan awal, pemetaan pola pasien di area kerja FKTP menjadi suatu nilai tambah peran unit khusus FKTP yang berfokus di bidang preventif dan promotif. Modeling yang dikembangkan adalah pola jaringan dan interaksi dari potensi masyarakat sebagai mitrabestari memprioritaskan pentingnya dinamika pencegahan dan kualitas hidup sehat di masyarakat. Melalui peran posyandu sebagai organizing of change, posyandu menjadi mata rantai FKTP sebagai gerakkan dinamis kesehatan arus bawah (bottom up) menguak karakteristik realitas problematika kesehatan di dilapangan yang diidentifikasi sebagai data geomedik untuk melaksanakan fungsi-fungsi preventif dan promotif beriringan dengan kemampuan deteksi dan respon terkait sebagai peran ketahanan dan kesehatan. Peran otonomi yang perlu dikembangkan adalah pemanfaatan digitalisas teknologi sehingga terbentuk suatu big data interelasi preventif, promotif dan kuratif yang terkoneksi dengan jejaring JKN.

Kebijakan dan Kerjasama Multisektoral

Kebijakan dan kerjasama multisektoral merupakan ruang lingkup terjembataninya  pengembangan konsep reformasi SKN merangkum perencanaan, identifikasi, kontribusi, impelementasi lintas sektor untuk menajamkan analisis akademis berimplikasi terhadap kemanfaatan di masyarakat. Perangkat analisis akademis mencakup kapasitas infrastruktur kerjasama organisasi, jejaring respon komunitas dan keberlanjutan terhadap program jangka pendek (quickwins), jangka menengah dan jangka panjang. Rekomendasi jangka pendek mengurai respons cepat problematika kesehatan terkait Kejadian Luar Biasa (KLB), rekomendasi jangka menengah kurun waktu penyempurnaan sistem kesehatan ke depan melingkupi kegiatan yang berimplikasi langsung terhaap pembiayaan (pembangunan fisik dan operasional) dan koordinasi sistem di tataran regulasi.

Kebijakan dan kerjasama multisektoral bergerak sebagai keputusan politik memuat strategi, cara, teknologi, instrumen bahkan alat untuk mengantar masyarakat menuju kualitas kesehatan yang lebih baik. Tiga strategi ideologi untuk menopang kebijakan tersebut yaitu; Ideologi kerakyatan yaitu adanya ruang bagi rakyat berperan aktif menyejahterakan (kesehatan) dirinya secara bersama; Ideologi bisnis yaitu adanya adanya ruang pelaku-pelaku usaha memperluas jaringan pelayanan kesehatan berdampak pleitrofik dengan jangkauan sampai dengan pelosok desa;(3) Ideologi kebirokrasian yaitu adanya distribusi kekuatan birokrasi untuk menopang keseimbangan konstruksi kesehatan dengan memprioritaskan untuk kesejahteraan masyarakat.

Kebijakan dan kerjasama multisektoral reformasi SKN tidak semata pekerjaan pemerintah, mengingat adanya suatu pola pikir, strategi, regulasi dan implementasi yang harus merangkum beragam alokasi nilai-nilai kesehatan yang ada di masyarakat. SKN adalah keputusan politik kelembagaan (pemerintah) berasama tangki pemikir multidisiplin melaksanakan serangkaian, proses dan aktivitas untuk mendisain berkemampuan mengatasi masalah dan merespon kondisi di masa depan. Jika menganologi kepada sistem tubuh (host) dengan sistem imunnya mengembangkan disain transformasi untuk menghadapi mutasi berkelanjutan suatu virus di suatu pandemik bertumpu kepada pendekatan holistik yang melibatkan lingkungan (mobilisasi sumber daya kesehatan) sebagai tombak prediksi dan proteksi masa depan. Beberapa kebijakan publik yang perlu disiapkan adalah ;1) Keputusan pemerintah sebagai bukti hadirnya negara;(2)  Keputusan alokasi nilai-nilai yang berharga diantaranya pembiayaan negara yang melibatkan partisipasi masyarakat;3) Menciptakan kondisi tertentu (Infrastruktur, SDM dan sarana penunjang) yang dapat mengantisipasi problematika kesehatan di masa depan; 4) Pelembagaan keputusan dalam satu koordinasi dan komando;5) Keberadaan intervensi negara kepada publik Secara sederhana kelima elemen diatas merupakan kebijakan kerjasama publik yang dapat mengawal dan mengantar masyarakat pada masa awal (pandemi), masa transisi menuju masyarakat dengan kesehatan yang dicitakan. Hal dni dapat dilihat dari gambar dibawah ini:

Pola diliberatif dapat diwujudkan dengan adanya kebijakan ‘satu atap’ kebijakan ketahanan dan kesehatan yaitu instansi yang memiliki tugas dan fungsi kesehatan (Kemenkes, TNI, Polri, BUMN, Kemendikbud, BRIN dan BPJS Kesehatan), instansi penunjang sumber daya kesehatan (Kemen ESDM, Kominfo, Kemen PANRB, BKN dan Kemendagri, Kemenperin dan BPOM) dan instansi sinkronisasi perencanaan dan pengganggaran aktivitas reformasi SKN (Bappenas, Kemenkeu, Kemendagri dan Kemendes PDTT).

Kebijakan ‘satu atap’ mendiskusikan inisiasi kontribusi multisektoral kesehatan yang melingkupi hak-hak kesehatan dan kesejahteraan masyarakat yaitu gender, kesetaraan dan hak kemanusiaan. Ruang lingkup implementasi mencakup mekanisme fasilitasi, tantangan yang dihadapi disetiap daerah dan mengidentifikasi hambatan yang ada, dan menganalisis penemuan dampak aksi multisektoral kesehatan dan pembelajaran dari kasus-kasus di lapangan. Pembelajaran kasus lapangan di setiap negara merupakan material untuk merangkum kebijakan bersama yang telah dilaksanakan dengan tiga alasan;1) Sektor kesehatan belum mampu mengatasi tantangan kesehatan dan kesejahteraannya sendiri;2) Meningkatkan koherensi dalam mengatasi tantangan kesehatnan dan kesejahteraan lintas sektor dan ;3) Meningkatkan dan memobilisasi sumber daya yang didedikasikan untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan.

Beberapa prioritas pemberdayaan dan tahapan proporsi sumber daya sehat adalah ;1) Mengurangi kesenjangan kesehatan terkait dengan kemudahan akses pelayanan primer dan rujukan ;2) Melindungi masyarakat dari ancaman kesehatan dan kesejahteraan dengan program keseimbangan adanya fasilitas layanan kesehatan yang memadai bersinergi dengan pemulihan ekonomi dan produktivitas;3) Menciptakan lingkungan setiap individu dan sektor masyarakat memainkan peran di bidang ekosistem kesehatan terkait dengan preventif, misalnya cakupan imunisasi yang sudah mencapai target dilanjutkan dengan kedisiplinan dan keteraturan tata kelola kerja yang adaptif paska covid-19 sebagai protokol kesehatan yang baru ;4) Memberdayakan personal kunci untuk terlibat dalam fungsi preventif di tingkat komunitas;5) Memperkuat jejaring kemitraan dan kerja lintas sektor terkait dengan pemantauan, pelaporan dan evalusi implementasi reformasi kesehatan enam pilar transformasi.

Peran IDI sebagai Gatekeeper SKN dan Ketahanan Nasional

Peran IDI sebagai organisasi profesi mengembangkan tiga aspek penting yaitu infrastruktur organisasi, SDM dan partisipasi terkait kepada kebijakan dan implementasi kerjasama multisektoral dengan prioritas kepada kesehatan dan ketahanan bangsa. Secara infrastruktur organisasi IDI mencakup seluruh cabang di Indonesia merupakan kekuatan organisasi yang sangat kuat untuk menjadi gatekeeper SKN. Organisasi IDI di tingkat Pusat mengembangkan fungsinya dalam otoritas framework kebijakan kesehatan yang dapat dijalankan sampai tingkat daerah. Peran doker sebagai agent of change perlu disosialisasikan dan diimplementasikan di lapangan untuk mengkoordinir sistem jaringan pelayanan kesehatan yang terhubung dengan kesehatan komunitas. Prinsip-prinsip agent of change terwujud dengan adanya dukungan dari Pemda (Puskesmas) dan Ahli Kesehatan Masyarakat (IAKMI) terkait dengan fungsi kuratif untuk mereduksi kondisi komorbid dan fungsi preventif untuk derajat dan kualitas kesehatan masyarakat yang lebih baik. Prinsip agent of development adalah mewujudkan kolaborasi multidisiplin sektor non kesehatan untuk memberdayakan potensi daerah sebagai tulang punggung program-program peningkatan kualitass kesehatan masyarakat. Prinsip agent of defense adalah memperluas pola ketahanan bekerjasama dengan Koramil/Babinsa setempat mewujudkan paradigma pemahaman peta geomedik dan intelijen medik bahwa akselerasi fungsi kesehatan di desa tidak terlepas sejauh mana peta geomedik menjadi mata hati dan mata kalbu paradigma eksositem kesehatan di suatu desa memiliki fungsi ketahanan.

Pemberdayaan SDM dokter Indonesia untuk merajut kesehatan dan ketahanan bangsa adalah terbinanya spirit dan kontinuitas pengabdian yang keberadaannya melekat di setiap dinamika partisipasi masyarakat dengan mengedepankan lima pendekatan utama yaitu ;1) Tangibles sebagai bangunan yang menampilkan kepercayaan masyarakat interkasi berkelanjutan pelayanan kesehatan di masyarakat;2) Realiability sebagai bangunan kompetensi keilmuan yang dapat diandalkan di masyarakat, tidak sekedar bidang keahlian yang dimiliki, namun melekat juga kemampuan fungsi preventif komunikasi publik ;3) Responsiveness sebagai bangunan kesiapsiagaan menghadapi suatu kejadian luar biasa (KLB) atau bencana di dukung dengan perangkat ketanggapan untuk memberikan pelayanan yang cepat dan tepat dengan penyampaian informasi yang jelas ;4) Assurance sebagai bangunan kultur kerja dokter dengan pengabdiannya yang didasari oleh kesantunan berdampak terhadap meningkatnya kepercayaan masyarakat dan;5) Emphaty sebagai bangunan pemahaman dokter terhadap karakteristik dasar setiap penyakit untuk mengedepankan pendekatan individual (personalized medicine).

Peran IDI dalam partisipasi kerjasama multisektoral adalah kesadaran untuk terlibat memperkuat partisipasi masyarakat sebagai bagian pembangunan kesehatan dan salah satu ujung tombak menggerakkan bersama nafas kemasyarakatan memengaruhi stake holder dalam menjalankan kebijakannya tidak semata untuk kepentingan sesaat, namun berorientasi berdayanya kesehatan dan kesejahteraan masyarakat yang di dukung kebijakan ekonomi dan politik. Tujuan pelibatan ini adalah untuk menguatkan perspektif sebagai energi yang akan menguatkan potensi partisipasi masyarakat berbagai strata ekonomi dengan tali kreatifitas partisipatif untuk mengembangkan spirit kemandirian. Partisipasi pemberdayaan yang efektif adalah dengan menciptakan iklim dan eksosistem kesehatan yang kondusif nilai-nilai lokal di proses dengan tepat dan berhasil guna sebagai elemen dasar kebutuhan setiap insan masyarakat menjadi komponen pembinaan preventif kesehatan. Aspek preventif kesehatan menjadi salah satu pisau tajam untuk membedah kompleksitas penyakit, baik pada tingkat individu maupun masyarakat.

Kesimpulan

IDI Reborn sebagai Gatekeeper Sistem Kesehatan Nasional adalah sumbu dengan spirit inovasi menuju ketahanan dan kesehatan bangsa yang berkelanjutan (Health Resilience Sustainability dengan mendayagunakan layanan kesehatan primer, kebijakan dan kerjasama multi sektoral dan pemberdayaan masyarakat sebagai Tripola Integrasi Sektoral Kesehatan. Peran partisipatif

mengembangkan fungsinya dalam otoritas framework kebijakan kesehatan yang dapat dijalankan sampai tingkat daerah yang teradaptif sebagai agent of change, agent of development dan agent of health defense.

Daftar Pustaka

Legionoko Suko, T. Kata Pengantar Rektor Unhan dalam Kesehatan Pertahanan Dalam Integrasi Sistem Ketahanan Nasional dan Daya Juang Bangsa. PT Adfale Prima. 2020

Buku Putih Reformasi Sistem Kesehatan Nasional. Direktorat Kesehatan dan Gizi Masyarakat, Kedeputian Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan, Kementerian PPN/Bappenas, 2022

Lardo, S. Budiman, W. Kesehatan Pertahanan Dalam Integrasi Sistem Ketahanan Nasional dan Daya Juang Bangsa. PT Adfale Prima. 2020.h 175-181.

Latif, Y. Pendidikan yang Berkebudayaan. Histori, Konsepsi, dan Aktualisasi Pendidikan transformasi. PT Gramedia Pustaka Utama. 2021.h.347-75

Lardo, S. Membangun Pranata Pelayanan Rumah Sakit Rujukan. PT Adfale Prima. ISBN 978-602-6712-07-3.2019

Nugroho, R. Foreign Policy Menuju Kebijakan Luar Negeri Level 4. PT Gramedia, 2021. H 15-25

Multisectoral and intersectoral action for improved health and well-being for all:

mapping of the WHO European RegionGovernance for a sustainable future:

improving health and well-being for all. 2018

https://www.euro.who.int/__data/assets/pdf_file/0005/371435/multisectoral-report-h1720-eng.pdf

Sallis, E. Total Quality Management in Education. Manajemen Mutu Pendidikan. Penerbit IRCiSoD.2012

Agus Purbathin Hadi. Konsep Pemberdayaan, Partisipasi dan Kelembagaan dalam Pembangunan. Yayasan Agribisnis/ Pusat Pengembangan Masyarakat Agrikarya. 2017 http://suniscome.50webs.com/Konsep Pemberdayaan Partisipasi Kelembagaan.pdf

Download Pdf IDI Reborn: Peran Gatekeeper Sistem Kesehatan Nasional dan Ketahanan Nasional

Bagikan