
oleh:
Brigjen TNI Purn Dr.dr.Soroy Lardo, SpPD KPTI FINASIM, CIQnR, CIQaR
Peneliti Pusat Kajian Perencanaan dan Pengembangan Program Strategis (P2KP3S)
PB IDI
Pendahuluan
Daya dukung energi kesehatan bangsa adalah kemampuan menyusun kekuatan yang konsisten dan kontinu untuk mengatasi problematika kesehatan yang tidak pernah usai. Perspektif kesehatan bagi dokter Indonesia (IDI Reborn) perlu bertransformasi menuju paradigma ketahanan nasional. Kesehatan dan ketahanan nasional mencakup himpunan pengetahuan sebagai busur panah kebaruan yaitu kesadaran dan kesanggupan untuk menghadapi berbagai hambatan, gangguan, dan ancaman nasional baik dari dalam maupun dari luar, sebagai kondisi dinamis untuk memelihara keteraturan, stabilitas dan potensi untuk terjadinya perubahan.
Paradigma kesehatan dan ketahanan nasional adalah keniscayaan yang perlu dibangun untuk merangkai peran dan keterlibatan Indonesia dalam bingkai diplomasi kesehatan global, dan kerjasama berasaskan perjalanan sejarah setiap negara, kepentingan, kedaulatan dan proyeksi kolaborasi yang ditautkan.
Negara-negara terlibat dalam penjangkauan dan diplomasi kesehatan global disebabkan berbagai alasan, tetapi tampaknya ada beberapa kesamaan: keterlibatan setiap negara didorong oleh sejarah dan pandangan politiknya, dibingkai oleh pandangannya tentang bagaimana kesehatan global memajukan kepentingan kedaulatannya sendiri, dan dibentuk oleh citra yang ingin diproyeksikan secara regional dan internasional. Kolaborasi antar negara ini akan merajut dua potensi kekuatan dan kelemahan masing-masing negara menjadi tombak baru yang saling mengisi, baik dalam sistem kebijakan maupun kapasitas kemampuan mengatasi penyebaran penyakit menular terkait dengan ketahanan dan kualitas hidup sehat populasi rakyatnya.
Keberadaan negara-negara G-20 dalam kerjasama multirateral kesehatan adalah suatu proses dan mekanisme saling memengaruhi dan memperkuat kesehatan dan ketahanan bangsanya dalam konteks transboundary diseases and impact welfare of health. Penyakit lintas batas akan mengikat setiap negara untuk memahami potensi dirinya menata kontribusi dan peran di setiap tahapan kesehatan global. Pola kontribusi tersebut adalah sebagai donor, akses material kesehatan, kerjasama berbasiskan akuntabilitas dan kesejahteran, solidaritas promosi kesehatan, inovasi teknologi terapan berbasiskan kesehatan komunitas, program kemanusiaan untuk kesejahteraan dan perbantuan nilai kritis kebijakan kesehatan melalui solidaritas dari negara maju dalam bentuk komitmen, meningkatkan efisiensi dalam pemberian bantuan, dan berinvestasi dalam mekanisme pembiayaan kesehatan global yang inovatif.
Komitmen kesehatan global adalah konsistensi untuk memahami ancaman kesehatan dalam lingkup pembangunan berkelanjutan (SDGs) melalui tiga pola yaitu; Pertama kerjasama transnasional untuk meningkatkan kontribusi keberdayaan dalam sistem kesehatan global; Kedua pemetaan jaringan sistem kesehatan global dan keterlibatan berbagai aktor di dalamnya dan Ketiga kolaborasi untuk berperan meramu konfigurasi tantangan kesehatan global masa depan.
Kolaborasi Teritorial Kesehatan
Tatanan global saat ini membutuhkan perspektif lateral dan out the box untuk menyikapi konsideransi ancaman microbial dan penyebaran infeksi terhadap dimensi teritorial kesehatan yang terkait dengan emerging dan reemerging diseases dalam lingkup pandemi, berkoherensi dengan dinamika gejolak sosial dan ancaman ketahanan bangsa.
Kolaborasi teritorial kesehatan mengalir menuju tataran pemikiran global bersinergi dengan kearifan lokal menstrategi segenap potensi sumber daya melekat, menjadi rantai-rantai kekuatan yang bergerak dalam roda berputar dinamis, menggerakkan kebijakan health security dalam kerangka untuk mewujudkan kekuatan dan keberdayaan potensi kesehatan dalam lingkup ketahanan nasional.
Potensi kesehatan yang bernuansa ketahanan nasional mencakup berbagai elemen Sumber Daya Manusia (SDM), organisasi, jejaring menyatu dalam rongga sistem ketahanan nasional yang memiliki fungsionalisasi sebagai soft skill untuk mendayagunakan keberadaan hard skill penguatan ketahanan nasional menghadap Ancaman, Tantangan, Gangguan dan Hambatan (ATHG).
Pendayagunaan hard skill dan soft skill dalam penguatan ketahanan nasional merupakan salah satu konsep utama model potensi lokal pemberdayaan dokter (IDI Reborn) yang dapat diajukan sebagai kolaborasi teritorial kesehatan untuk diplomasi global yaitu Sustainability Development Community Health Agent (SDCHA). SDCHA memerlukan beberapa perangkat kebijakan, perencanaan, monitoring dan evaluasi dalam kontribusi perannya di setiap daerah. Bekal kompetensi yang disiapkan melingkupi kompetensi keilmuan, penguatan pendidikan kesehatan di masyarakat dan kultur perubahan. Kompetensi keilmuan dibutuhkan untuk menjembatani konsep pemikiran kesehatan di masyarakat yang bersesuaian dengan penerapan realitas di lapangan. Pendidikan kesehatan diperlukan sebagai tulang punggung efektif dan berdayanya pelayanan kesehatan dalam konteks community base health dapat berjalan beriringan. Pendidikan Berkelanjutan yang dicanangkan ditujukan sebagai nilai tambah kompetensi yang melibatkan fungsi pemberdayaan aspek preventif dan promotif. Kultur perubahan merupakan dimensi spirit untuk menjaga terpeliharanya jiwa ketahanan dokter memanfaatkan potensi lokal sebagai kekuatan perilaku, tidak hanya dalam pengobatan, pencegahan dan pemulihan penyakit, namun berpijak kepada perubahan sosial di masyarakat yaitu prinsip “changing medicine, changing society” untuk ketahanan masyarakat. Konsep ini berkelindan sebagai potensi kesehatan dan ketahanan lokal yang dapat diajukan sebagai kolaborasi teritorial kesehatan di tingkat global.
Kolaborasi Komunikasi Kesehatan Publik
Situasi global kesehatan saat ini menguak bergerak-cepatnya informasi sebagai alat ukur transformasi pertempuran mengatasi problematika kesehatan yang semakin kompleks. Spirit untuk membangun komunikasi antar negara merupakan kesadaran baru sejak Pandemi Covid merebak sebagai transboundary diseaeses. Kompleksitas ini memicu pentingnya suatu kontinuitas pemberdayaan komunikasi antar negara berbasiskan teknologi informasi menghadapi perkembangan yang tidak dapat diprediksi dengan saling bertukar informasi sebagai strategi untuk merubah persepsi masyarakat dunia dengan informasi yang akurat dan bernilai solutif. Pemanfaatan teknologi digital dan networking antar negara dapat menjembatani jejaring untuk memetakan dan memperkuat layanan kesehatan tingkat primer dan kemampuan kewaspadaan tinggi (high vigilance) terkait dengan kesehatan komunitas.
Komunikasi kesehatan yang bernilai solutif adalah tali temali interaksi budaya dan kesehatan sebagai ikatan yang tidak terpisahkan sebagai aktivitas sosial yang melibatkan pertukaran pikiran, emosi dan pesan berselaras dengan WHO dan Undang-Undang No 36 Tahun 2009 yaitu kesehatan adalah kondisi kesejahteraan fisik, mental dan sosial atau jasmani, rohani yang lengkap, bukan sekedar tidak adanya penyakit atau kelemahan. Pola open mind untuk menuangkan model interaksi ini yaitu: (1) Konsepsi berpikir perangkat lunak interaksi budaya dan pelayanan kesehatan (culture is software of the mind); (2) Konstruksi sosial mewujudkan komunikasi kesehatan yang baik (social determinant of health/SDH); (3) Konstruksi multidisiplin sebagai pendekatan model interaksi komunikasi – budaya dan kedokteran.
Interaksi budaya dan pelayanan kesehatan memuat pola pendekatan asas budaya berkembang sebagai jembatan komunikasi berkontribusi terhadap kualitas kesehatan di masyarakat, khususnya di bidang pelayanan kesehatan. Terdapat beberapa model pendekatan untuk menguatkan kultur interaksi ini yaitu: (1) Model pendekatan holistik; (2) Model pendekatan mikro dan (3) Model pendekatan komparatif. Pendekatan holistik adalah meneliti sosial budaya komunikasi kesehatan sebagai bagian kehidupan di masyarakat yang melebur membentuk entitas komunitas peduli komunikasi kesehatan. Pendekatan mikro adalah memetakan secara detail berbagai aspek mendalam terkait data sosial budaya lokal yang mengkarakteristik di suatu daerah sebagai data dasar untuk sinkronisasi interaksi komunikasi kesehatan. Pendekatan komparatif adalah studi komparatif lintas budaya yang diharapkan menjadi acuan sttruktur dan spirit budaya menjembatani dinamika komunikasi kesehatan.
Ketiga model diatas merupakan pola yang dapat dikembangkan dalam budaya komunkasi baru dalam perspektif pelayanan kesehatan. Pola komunikasi ini bertumpu kepada model interaksi individu sebagai personilized medicine dengan karakteristik spesifik berbeda untuk setiap individu sebagai bagian heterogenitas budaya masyarakat dan model interaksi komunitas yang menggambarkan norma budaya, keyakinan dan kondisi sosial sebagai penentu keberhasilan komunikasi kesehatan. Salah satu contoh yang dapat diajukan, peran dokter dalam mengembangkan sensitivitas kultural di setiap daerah sebagai potensi optimalisasi pelayanannya berpijak kepada penerapan nilai lokal menjadi kebijakan holistik yang mendukung pelayanan kesehatan.
Konstruksi sosial komunikasi kesehatan (Social Development Health) membuka perspektif sosial sebagai daya guna multi potensi partisipasi masyarakat. Perspektif ini membuka cita kebersamaan menghadapi problematika kesehatan di masyarakat dengan melibatkan multisektor dalam rangka menjaga ekosistem kesehatan yang seimbang. Konstruksi ini ditujukan untuk memelihara interelasi lingkungan sehat sebagai ruang dinamis yang bergerak berkelanjutan, dengan prioritas terhadap cara pandang kesehatan lingkungan pada area spesifik tertentu berpotensi menyebarkan penyakit sebagai rantai lingkungan ataukah suatu penyakit tersebut bermanifestasikan statis lokal (dinamis endemik) atau berpotensi menyebabkan Kejadian Luar Biasa (KLB).
Konstruksi multidisiplin komunikasi kesehatan publik bergerak merajut suatu ekosistem keilmuan yang tidak etnosentris menafikkan bidang keilmuan lainnya, namun merangkum kemitraan beragam kompetensi keilmuan sebagai tanggung jawab science of human being dan tanggung jawab komunitas. Konstruksi multidisiplin di bidang pelayanan kesehatan merangkum keterlibatan ; (1) Bidang kebijakan, pemberdayaan dan implementasi operasional lapangan terhadap stratifikasi layanan kesehatan menjejak fungsi rantai preventif – promotif dan pemanfaatan teknologi untuk kuratif; (2) Bidang kerjasama multi keilmuan tingkat komunitas terkait peran berbagai sumber daya kesehatan yang menjadi model proteksi untuk ketahanan dan kesehatan dan prediksi untuk upaya kewaspadaan komunitas menghadapi bencana; (3) Bidang profesionalisme sebagai tanggung jawab keilmuan yang berdampak sosial di masyarakat, kompetensi keahlian untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan spesialisasi peran mempengaruhi otoritas kekuasaan terjaganya perubahan dinamik berkelanjutan partisipasi kesehatan masyarakat.
Kontribusi partisipasi global
Menyimak uraian diatas peran sinergitas IDI dibutuhkan sebagai kontribusi partisipasi global terkait dengan paradigma sebagai agent of change, agent of development, agent of treatment dan agent of health defense. Konstruksi partisipasi tersebut mewujudkan secara komperehensif pengabdian di bidang teritorial kesehatan dan komunikasi kesehatan publik sebagai kekuatan koneksitas keseharian. Kedua bidang prioritas ini mengkalbu sebagai kultur sosiologis berdayanya setiap individu maupun komunitas terhadap perubahan di lingkungannya, terutama untuk mendukung konsep one health yang dicanangkan dalam G-20. Kedua konstruksi partisipasi tersebut diharapkan melekat sebagai lintas kebijakan dan tataran politis yang merangkum potensi teritorial kesehatan dan komunikasi kesehatan publik, melibatkan lintas sektor sebagai tataran jaringan kerja dan perekayasaan sosial (networking social engineering) yang dapat menyentuh elemen-elemen kunci di lapisan masyarakat dan menautkan multidisiplin sebagai interkoneksitas untuk mengembangkan kohesi keilmuan dinamika teritorial kesehatan dan komunikasi kesehatan publik sebagai inovasi adaptasi realitas lapangan berkelanjutan.
Kesimpulan
Diplomasi Kesehatan Global adalah kapal besar kolaborasi antar negara membingkai kepentingan ketahanan kesehatan menghadapi transboundary diseases and impact walfare of health, mengikat setiap negara memahami potensi dirinya menata kontribusi dan peran di setiap tahapan kesehatan global. Partisipasi IDI Reborn dalam partisipasi diplomasi kesehatan global adalah mengajukan konsep kolaborasi teritorial kesehatan sebagai Sustainability Development Community Health Agent (SDCHA) dan komunikasi kesehatan publik sebagai konstruksi sosial yang berdaya untuk masyarakat.
Daftar Pustaka
Hendropriyono, M. (2003). Sambutan dalam Wan Usman: Daya Tahan Bangsa. Program Studi Pengkajian Ketahanan Nasional. Program Paska Sarjana Universitas Indonesia. (pp.IX)
Usman W. (2003). Dari Pengkajian Ketahanan Nasional Menuju ke Kajian Strategis Ketahanan Nasional UI. Dalam Daya Tahan Bangsa. Program Studi Pengkajian Naisonal. Program Paska Sarjana Universitas Indonesia (pp.3-23)
Katherine E. Bliss. Health Diplomacy of Foreign Governments. a report of the CSIS global health policy center. Centra of Strategies International Studies. 2011.
Steven J. Hoffman, Clarke B. Cole, Mark Pearcey. Mapping Global Health Architecture to Inform the Future. Center on Global Health Security.2015
Lardo S, Budiman W. Kesehatan Pertahanan dalam Integrasi Sistem Ketahanan Nasional dan Daya Juang Bangsa. PT Adfale Prima Cipta. 2020. h.93-106
Sianturi, OP. Konsepsi Peningkatan Komunikasi Kesehatan Pertahanan Terpadu Guna Tangkal Perang Siber dan Psikologi serta CBRN dalam rangka keamanan nasional yang Tangguh. Makalah Ilmu Kedokteran Militer. 2021
Mulyana, D. Ganiem LM. Komunikasi Kesehatan Pendekatan Antar Budaya. Kencana.2021
Koenjaraningrat. Masalah-Masalah Pembangunan Bunga Rampai Antropologi Kesehatan.LP3ES. 1984. h.1-10
Download PDF IDI Reborn dan Diplomasi Kesehatan Global Menuju G 20