Soroy Lardo1

Middle East Respiratory Syndrome Corona Virus (MERS Co V) telah merebak menjadi infeksi virus fenomenal dalam  beberapa bulan terakhir ini. Sungguh, hal ini  menjadi perhatian utama pemerintah sebagai penentu kebijakan kesehatan  terhadap masyarakat yang aktivitasnya beresiko untuk terkena virus tersebut. Menurut Al Arabiya (19/5/2014) Jumlah korban meninggal akibat MERS mencapai 169 orang dari 531 kasus MERS yang ditemukan. Sedangkan diberbagai propinsi di Indonesia juga dilakukan monitoring ketat kasus dugaan MERS. MERS Co Vi merebak melampaui batas  wilayah antar negara, telah terjadi transformasi infeksi klinis menjadi komunitas. Untuk itu memerlukan suatu pendekatan yang berorientasi transformatif.

MERS CoV pertama kali ditemukan oleh virologis dari Mesir Dr. Ali Mohamed Zaki di Jeddah Saudi Arabia. MERS-Co Vi adalah beta coronavirus sebagai virus  akan menyebar dari orang ke orang dengan kontak yang dekat. Transmisi dari pasien terinfeksi kepada petugas kesehatan juga diamati pada pasien resiko tinggi yaitu usia lanjut lebih dari 65 tahun, anak anak, wanita hamil, penyakit inflamasi kronik dan kelemahan sistem imun.

 Gejala Klinis yang muncul adalah demam, batuk, sesak nafas dan dapat berlanjut menjadi  gangguan saluran pernafasan akut . Gejala lain seperti diare dan muntah dilaporkan terjadi pada pasien seperti ini. Sejumlah pasien MERS meninggal dunia. Komplikasi yang berat adalah gagal ginjal dan ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome) dengan syok. Beberapa  pasien dengan immunocompromise dapat muncul dengan gejala atipikal.

Reservoal zoonotic adalah Unta dan Kelelawar,  namun organisasi kesehatan hewan (OIE) mengungkapkan saat ini tidak ada bukti kuat Unta dan Kelelawar sebagai sumber infeksi MERS pada manusia. Pemeriksaan untuk MERS-CoV adalah dengan PCR. Beberapa pakar mengungkapkan lebih akurat pengambilan dari bilasan bronkus

Infeksi Virus sebagai  Transformasi Klinik

             Infeksi virus sebagai agen penyebab infeksi memiliki perspektif klinis  dan patofisiologi yang berbeda dibandingkan dengan infeksi bakteri. Kekhasan infeksi virus adalah tingkat viremia yang ditimbulkan dalam waktu inkubasi yang singkat. Sitokin inflamasi yang dikeluarkan akan mengalami suatu proses short clearence tetapi juga pada kondisi virulensi tertentu akan terjadi suatu badai sitokin yang menyebabkan pasien mengalami perburukan drastis secara mendadak yang dapat menimbulkan kematian. Infeksi virus juga memiliki tipologi viral persistence  dimana virus akan trapping (terjebak) pada lokasi spesifik tubuh tertentu,  jika bakteri  teraktivasi saat daya tubuh menurun maka infeksi virus ini “muncul” kembali, seperti yang terjadi pada HIV/AIDS.

Sedikit  tentang virus, virus terdiri dari asam nukleat yang berada dalam bungkus protein atau lipoprotein.  Virus memiliki kemampuan penetrasi pada sel tubuh dan melaksanakan proses reproduksi – replikasi  dalam tubuh yang rentan. Proses reproduksi dan replikasi ini memerlukan sejumlah proses biokimia dan mengakibatkan perubahan morfologis dalam sel yang biasanya berakibat kepada kerusakan dan kematian sel. Keberlangsungan hidup virus memerlukan transmisi dari host ke host. Rute transmisi ini merupakan aspek penting kehidupan virus dan biasanya berlangsung pada daerah anatomi tertentu untuk memberikan kesempatan sistem imun tubuh membatasi pada sejumlah tempat saja. Misalnya virus influenza dan virus sel nafas lain akan bereplikasi dalam sel kolumnar epitel saluran nafas atas sebagai pintu transmisi. Bagaimana dengan MERS Co,  pola ini mirip dengan infeksi influenza. Yang membedakan adalah aspek kinetik infeksi virus dan kemampuan virus dalam proses transitosis serta penetrasi terhadap organ penting tubuh, misalnya terhadap syaraf sebagai neurotropic viruses.

Pemeriksaan untuk diagnostik MERS CoV dalah PCR ( polimerase chain reaction). Tidak ada pengobatan yang spesifik untuk MERS Co V. Pengobatan diberikan secara suportif dan simtomatik. Hal yang perlu menjadi perhatian  terutama dari CDC , memahami bahwa infeksi virus ini dapat beresiko untuk menyebar di berbagai negara

Dinamika Klinis dan Komunitas

 

Tidak diragukan lagi, MERS Co V telah menjadi primadona penyebaran infeksi sebagai sumber ancaman komunitas. Pola klinik yang muncul dengan proses dan cascade agent  – host – environment membentuk tipologi baru kesetaraan penyebaran infeksi  klinis menjadi komunitas. Dinamika Klinis merupakan parameter yang didukung oleh perjalanan klinis suatu penyakit dengan bertumpu kepada epidemiologi dan saat ini harus didukung oleh Evidence Base Medicine berbasiskan pendekatan biomolekuler. Konteksnya adalah, adanya suatu benang merah yang membentuk konstruksi kondisi klinis sebagai gerbang pendekatan infeksi komunitas. Jika pada infeksi virus influenza didalilkan dengan adanya perubahan antigenic shift atau antigenic drift  yang memungkinkan terbentuknya  virus baru yang dapat menyebar ke manusia, belum ditemukan suatu proses yang serupa pada MERS Co V. Terjadi kematian yang timbul pada manusia lebih dominan (sementara ini) akibat adanya infeksi tambahan atau adanya nosokomial. Pola infeksi komunitas yang muncul merupakan koherensi dari infeksi virus yang membawa  infeksi bakterial yang mengikut  dengan pola penyebaran infeksi sistemik. Suatu infeksi virus yang ditopang oleh infeksi bakteri akan memberikan suatu perubahan klinis yang drastis, bahkan menjadi suatu kondisi sepsis

Bagaimana dinamika komunitas akan muncul ? Semua tergantung kepada acuan apa yang menjadi panutan untuk melihat perspektif infeksi virus.  Mengkaji format yang bisa terbentuk, suatu infeksi komunitas akan melihat dari belahan sisi lain yaitu kemungkinan terjadinya suatu outbreak. Pada kondisi outbreak  dua pendekatan yang perlu dilakukan yaitu pendekatan kebijakan kesehatan dan pendekatan komunitas lapangan. Pendekatan kebijakan kesehatan bertumpu kepada kesiapan infrastruktur pemerintah untuk menyiapkan dan mengayomi serta mendukung kemungkinan terjadi outbreak dari Mers Co Vi baik sarana dan sumber daya manusia. Pendekatan komunitas lapangan adalah berdasarkan penentuan area risk assesment, proteksi masyarakat dari terserangnya infeksi dan dan membuat  langkah terobosan untuk melokalisir outbreak agar tidak menyebar. Berdasarkan  uraian yang sudah dikemukakan diatas, tidak pelak lagi Mers Co Vi merupakan infeksi virus dengan dinamika perjalanan klinis, telah bertransformasi menjadi infeksi komunitas yang menyebar antar negara. Salah satu upaya yang menjadi prioritas, mencegah penyebaran antar manusia yang dalam kendali waktu tertentu dapat menjadi suatu outbreak.

_______________________

1 Ka Sub SMF/Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi Departemen Penyakit Dalam RSPAD Gatot Soebroto.

Rujukan :

Middle East Respiratory Syndrome (MERS) – An update. Editorial . International Journal of Health Sciences, Qassim University, Vol. 7, No. 3 (Nov 2013/ Muharram 1435H)

 

V Stalin Raj, Albert DME Osterhaus, Ron AM Fouchier and Bart L Haagman MERS: emergence of a novel human coronavirus. Current Opinion in Virology 2014, 5:58–62

Jaffar A. Al-Tawfiq, MD, FACP, Abdullah Assiri, MD, FACP, Ziad A. Memish, MD, FACP. Middle East respiratory syndrome novel corona (MERS-CoV) infection. Epidemiology and outcome updateSaudi Med J 2013; Vol. 34 (10)

Rumende CM. Diagnosis dan Penatalaksanaan Avian Influenza serta Pencegahannya. Dalam Current Diagnosis and Treatment In Internal Medicine 2005. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit dalam FKUI. h.117-26

Suharto. Pertahanan Tubuh pada Infeksi Virus. Dalam Penyakit Infeksi di Indonesia Solusi Kini dan Mendatang. Airlangga University Press 2007. h 3-21

Bagikan