KATA PENGANTAR
MEMBANGUN PRANATA RUMAH SAKIT RUJUKAN
Pranata Pelayanan Rumah Sakit Rujukan di era Standar Akreditasi Rumah Sakit (SNARS) merupakan suatu keniscayaan yang perlu diwujudkan. Pranata tersebut dilandasi kepada perspektif dasar Filosofi Pelayanan Medis, Struktur Jaringan Pelayanan Medis, Interaksi Pelayanan Medis dan Pendidikan Kesehatan, Bagaimana menyikap JKN dan upaya membentuk Pranata Pelayanan Sinergitas.
Filosofi Pelayanan Medis menjadi bangunan kejiwaan rumah sakit, karena menyangkut kesiapan perangkat lunak dan “soft skill”. Perangkat yang perlu dibangun adalah Science of Human Being sebagai jembatan idealitas dan realitas pelayanan, etika pelayanan berbasiskan kejujuran, didukung oleh tali temali interaksi pelayanan dan kohesi SDM kesehatan.
Struktur Jaringan Pelayanan Medis memuat suatu komitmen yang kuat kebijakan leadeship rumah sakit dalam merajut kebijakan sebagai jejaring dan aplikasi pelayanan untuk perubahan, sehingga secara konsisten dapat merencanakan pelayanan berkelanjutan
Pranata yang dapat direkonstruksi dari rumah sakit rujukan, sejauh mana sinergitas pranata pendidikan, pranata sosial budaya, pranata pengobatan dan pranata digital pelayanan dapat menampilkan suatu konstruksi kontekstual keilmuan pelayanan dan konstruksi bangunan pelayanan yang utuh.
Jakarta, 10 Januari 2019
Ketua Komisi Akreditasi Rumah Sakit
Dr.dr. Sutoto Cokro, Mkes
DAFTAR ISI
Struktur Dan Jaringan Pelayanan Medis. 5
Interaksi Pelayanan Medis Dan Pendidikan Kesehatan. 11
Menyikapi Jaminan Kesehatan Nasional 13
Membentuk Pranata Pelayanan Sinergitas. 18
Konklusi Dan Integrasi Pelayanan. 24
Membangun Pranata Pelayanan Rumah Sakit Rujukan
Oleh :
Dr dr Soroy Lardo, SpPD FINASIM
Pendahuluan
Rumah Sakit Rujukan merupakan wadah dan wahana pelayanan medis tertinggi dalam strata sistem pelayanan kesehatan. Peran dan fungsinya saat ini, dan masa mendatang semakin penting. Rumah Sakit Rujukan menjadi tempat bertemunya berbagai arus pelayanan dari sistem dan jenjang rumah sakit dibawahnya, dan tempat berajutnya berbagai komponen keilmuan kedokteran, untuk menatalaksana kompleksitas penyakit.
Rumah Sakit Rujukan, tidak sekedar untuk melayani rujukan, yang bertumpu kepada sistem kesehatan nasional. Dengan perkembangan kesehatan global dan dinamika sosial dimasyarakat, dan asuransi kesehatan melalui BPJS, menjadikan Rumah Sakit sebagai Community Oriented Medicine. Rumah sakit rujukan dalam menjalankan programnya, baik yang bersifat instruktif maupun partisipatif terhadap koneksitas rujukan dari puskesmas dan rumah sakit daerah, diharapkan menjadi simpul dan sintesa, terkait dengan kesadaran masyarakat (komunitas maupun LSM), pentingnya menggunakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) untuk berobat. Dalam hal ini, RS Rujukan tidak hanya berperan sebagai tempat untuk tindakan kuratif dan rehabilitatif, namun upaya preventif, promotif, protektif dan prediktif dari kasus yang dirujuk, menjadi salah tugas bermakna nilai tambah.
Menghadapi kondisi dan peran saat ini, RS Rujukan sudah seharusnya meretrospektif dan bertransformasi perannya, selain fokus utama di bidang pelayanan, namun pendayagunaan rumah sakit pendidikan sebagai lahan pendalaman keilmuan terhadap tindakan medis yang kompleks, menjadi fokus prioritas. Melalui proses tersebut dapat dibuat konsep modelling dan riset pelayanan yang ditarik kepada pengembangan sistem preventif, promotif, protektif dan prediktif. Untuk mendukung hal tersebut, suatu Modelling Pranata RS pelayanan rujukan akan diuraikan dalam tulisan ini.
Filosofi Pelayanan Medis
Filosofi Pelayanan Medis adalah suatu nilai luhur dan konsep berpikir berdasarkan nilai nilai dasar pelayanan kesehatan, yaitu untuk keselamatan pasien, mutu dan kualitas kehidupan yang lebih baik. Keselamatan pasien merupakan fokus utama dari filosofi pelayanan medis, mencakup dua sisi dari tercapainya cita dan kebijakan pelayanan medis. Sisi pertama pola pikir rumah sakit mengembangkan empati pelayanannya, melalui fasilitas, SDM dan sistem yang mendukung kecepatan dan ketepatan diagnostik dan terapetik. Sisi kedua adalah pola pikir yang dibangun pada pasien, melalui suatu edukasi dan informasi secara berkesinambungan, sehingga menjadi faktor internal yang mengkristal sebagai perilaku pasien menjalani pelayanan di rumah sakit rujukannya.
Filosofi pelayanan medis merupakan nilai dasar konsep berpikir dalam pelayanan kesehatan. Filosofi tersebut mencakup suatu nilai, science of human being dan seni yang menjadi landasan pola pelayanan berjalan pada jalur yang benar. Filosofi Pelayanan Medis menjadi suatu konsep berpikir idealitas yang dibangun pada struktur organisasi dan memiliki fungsi menjembatani kesenjangan kondisi realitas pelayanan kesehatan. Filosofi Pelayanan Medis menjadi tonggak yang menancapkan perannya kepada sendi sendi pelayanan medis sehingga menjadi suatu nilai dan kultur pelayanan yang berorientasi kepada tujuan idealitas pelayanan kesehatan yaitu mutu, keselamatan pasien dan keluaran hasil pelayanan berbasiskan keilmuan EBM (Evidence Base Medicine).
Perangkat filofosi pelayanan medis adalah etika pelayanan medis sebagai pengikat sistem pelayanan medis untuk berjalan dengan baik. Etika pelayanan medis memuat berbagai prinsip dasar nilai kehidupan pelayanan (kejujuran dan kebenaran) berinteraksi dengan sistem pelayanan, merujuk kepada nilai universal konsep hidup sehat yaitu sehat jasmani, mental dan sosial. Melalui perangkat ini, terbangun ikatan yang kuat nilai paradigmatik pelayanan medis sebagai tumpuan, bagaimana fungsi dan pelayanan kesehatan itu diterapkan, organisasi pelayanan dijalankan, sistem pelayanan, sistem konsultasi, kecepatan penanganan dan ketepatan pengelolaan pasien dengan sistem integrasi digitalisasi jalur pemeriksaan penunjang.
Perangkat epistemiologis filosofi pelayanan medis adalah sebagai perekat sistem pelayanan medis berjalan dalam proses yang memahami makna pelayanan medis. Epistemiologis filosofi pelayanan medis memberikan fokus kepada mekanisme interaksi secara non fisik keseharian pelayanan kesehatan yang terjadi di rumah sakit. Seorang dokter yang melayani pasien di poliklinik, memiliki suatu seni/art untuk diagnostik dan terapetik, kemampuan dalam memahami patofisiologi dan patogenesis penyakit dan menentukan ketepatan prediksi dan prognostik pasien. Dengan demikian, proses epistemiologis menggambarkan suatu aura dalam interaksi yang berkembang dilingkungan pelayanan medis, yaitu terciptanya aspek kepuasan pasien.
Perangkat aksiologis filsosofi pelayanan medis adalah sebagai pembandul dalam mengaplikasikan mekanisme pelayanan medis. Aksiologis filosofi pelayanan medis menata suatu aksi pelayanan medis sebagai suatu keteraturan sistem pelayanan, teraplikasi tersedianya komponen membantu pelayanan medis yang cepat dan tepat, pelayanan yang terdata, terukur dan kualitas pelayanannya dapat dinilai sebagai kultur melayani pasien untuk mendapatkan kualitas hidup yang lebih baik.
Perangkat integrasi filosofi medis merupakan rangkuman pola berpikir dalam pelayanan medis dengan merujuk berbagai fenomena kebijakan yang diterapkan dalam suatu rumah sakit rujukan, dengan kondisi realitas yang muncul dalam keseharian sistem pelayanan. Perangkat ini merupakan kerangka utuh yang dibangun dari simpul-simpul pelayanan medis berorientasi kepada mutu dan keselamatan pasien.
Filosofi pelayanan medis menjadi suatu kebijakan, alur berpikir dan alat ukur utama bergeraknya suatu pelayanan medis berbasiskan EBM. Rangkuman yang dikembangkan dari filosofi ini, bagaimana perangkat integrasi dari ketiga aspek (ontologis, epistemiologis dan aksiologis) menjadi landasan berpikir pola pelayanan medis RS Rujukan, mengembangkan sistem pelayanannya sesuai dengan karakteristik rumah sakit dan sistem unggulan yang dikembangkannya. Ciri khas dengan produk unggulan, menjadi dasar rumah sakit mengembangkan peta geomedik dan jaringan pelayanan, kualitas SDM , interelasi pendidikan dan inovasi pelayanan. EBM pelayanan merupakan landasan berpikir keilmuan yang menjadi kohesi jalinan sistem pendidikan rumah sakit, menjadi titik tumpu berjalannya pelayanan mengembangkan optimalisasinya.
EBM (Evidence Base Medicine) merupakan implementasi kaidah keilmuan yang menguak aspek filosofi pelayanan medis (ontologis, epistemiologis dan aksiologis). Perangkat EBM memuat nilai-nilai keilmuan terkait dengan mutu dan keselamatan pasien yang mengawal pelayanan medis dengan parameter terukur. Kedua aspek tersebut merupakan dua mata yang saling mengkait. Mutu menguak sejauh mana tolok ukur pelayanan yang diberikan sesuai dengan parameter kebijakan dan SOP yang dijalankan. Keselamatan pasien menguak sejauh mana suatu keluaran pasien yang menjalani rawat jalan dan rawat inap mengikuti kaidah Panduan Praktik Klinik (PPK) dan Clinical Pathway. Kekuatan dalam menjalankan hal tersebut, didukung oleh suatu mekanisme berkesinambungan pendidikan dan pelatihan, untuk mendukung tenaga medis dan paramedis memahami proses penyakit (patofisiologi dan patogenesis) , tata kelola yang dijalankan, menentukan prediksi selanjutnya dari pasien, dan bagaimana mengembangkannya sebagai suatu survaillans epidemiologi sehingga menjadi alat ukur jika terjadi suatu outbreak.
Dengan demikian, EBM merupakan landasan utama bergeraknya pelayanan kesehatan bersumbu kepada tataran pelayanan yang berorientasi kepada kendali mutu. Kendali mutu pada saatnya akan berfungsi dan berdomain terhadap keberlanjutan pelayanan itu sendiri, tercapainya suatu keluaran pelayanan, bersinergi dengan keselamatan dan kepuasan pasien.
Pergerakan EBM pelayanan ditentukan oleh beberapa faktor yaitu (1) Etika dan Pengetahuan Medis : Etika dan pengetahuan medis merupakan prinsip dasar dalam mengemban dan menjaga moral pelayanan sebagai pengkait tanggung jawab pelayanan. Melalui etika akan dibangun karakteristik petugas kesehatan rumah sakit dalam internalisasi disiplin dan tanggung jawab kerjanya. (2) Tali – Temali interaksi pelayanan: Tali temali merupakan rajutan berbagai unsur yang berhubungan pelayanan kesehatan, yaitu kebijakan sebagai unsur utama leadership pelayanan, rantai pelayanan sebagai fokus utama interelasi dan interaksi pelayanan, dan kesinambungan pelayanan sebagai konsistensi jejaring pelayanan. (3) Kohesi sumberdaya petugas kesehatan, yaitu perwujudan kompetensi profesional dan kapasitas keilmuan dalam memberikan pelayanan terbaik kepada pasien bertumpu kepada peran lembaga pendidikan rumah sakit menentukan suatu stratifikasi, sertifikasi, monitoring dan evaluasi dalam rangka kesinambungan mempertahankan mutu SDM kesehatan. 4) Konvergitas jaringan dan aplikasi pelayanan, yaitu sejauh mana keterpaduan pelayanan baik dalam kecepatan dan ketepatan menatalaksana suatu problematika kasus dalam suatu tatanan efikasi dan efektitas penerapan kebijakan rumah sakit melalui Kebijakan, SOP dan Clinical Pathway. Konvergitas ini memaknai suatu ketajaman deteksi dan analisis kasus dalam konteks aplikasi pelayanan, sehingga menjadi suatu parameter dalam menghadapi berbagai kompleksitas varian penyakit.
Struktur dan Jaringan Pelayanan Medis
Rumah sakit rujukan merupakan organisasi tertinggi dalam struktur rumah sakit. Struktur yang dibangun adalah mengembangkan nilai nilai organisasi yang mencakup : (1) Kebijakan rumah sakit, (2) Interaksi kebijakan dan proses, (3) Jejaring proses dan aplikasi pelayanan dan (4) Monitoring dan evaluasi keberlangsungan pelayanan. Kebijakan rumah sakit, seperti yang dikemukakan dalam tata kelola rumah sakit menjadi suatu keniscayaan yang termaktub dalam sistem pengayoman, dan bagaimana mengimpelementasikannya di sistem pelayanan. Leadership yang dikembangkan memiliki ciri dan karakteristik yang berbeda dengan organisasi lain, perlu suatu konfigurasi pendekatan instruktif dan partisipatif. Pendekatan instruktif adalah kebijakan yang mencakup suatu divergitas umum yang perlu disampaikan kepada seluruh dimensi struktural rumah sakit dibawahnya. Pendekatan ini memuat suatu nilai-nilai yang perlu menjadi pedoman untuk dilaksanakan setiap petugas rumah sakit. Kebijakan menjadi pola yang mengikat dan memiliki dampak internal terhadap spirit dan budaya pelayanan yang dijalankan. Sosialisasi akan memberikan suatu nilai kultural yang berdampak terhadap terciptanya suatu keharmonisan untuk membangun kerja secara maksimal. Pendekatan partisipatif adalah suatu pola bottom up, yang dibangun melalui teladan kerja dari pimpinan. Kebenaran dan kejujuran sebagai suatu semangat dan budaya kerja, akan memberikan suatu nilai kohesi yang kuat untuk berkinerja secara konsisten. Pendekatan ini perlu diwujudkan dengan mengembangkan titik titik pelayanan sebagai agen of change. Perlu ada tim kecil dari setiap titik, yang selalu membawa budaya dan spirit kerja agar tetap bertahan pada kondisi realitas di lapangan.
Interaksi kebijakan dan proses adalah suatu mekanisme dari berjalannya pelayanan sistem kerja yang terpadu. Interelasi keduanya ini menjadi titik simpul dari merajutnya kekuatan kebijakan rumah sakit yang dapat mengendalikan pelayanan, berjalan secara maksimal. Interaksi lebih menyoroti sejauh mana nafas pelayanan yang berjalan, bersesuaian dengan kebijakan yang diterapkan, sebagai konsistensi keberlanjutan.
Konsistensi menjadi bagian penting dalam struktur dan jaringan pelayanan kesehatan. Konsistensi memuat suatu kekuatan yang didukung oleh leadership dan manajemen untuk mengisi badan struktur sebagai organisasi yang dapat menjaga independensinya terhadap orientasi pelayanan, kepuasan dan keselamatan pasien. Organisasi yang dibangun diperkuat dengan komitmen mencakup kesepakatan organisasi, manajemen, petugas pelaksana dalam satu rangkaian kerja yang terpadu.
Sistem jaringan yang dibangun adalah mekanisme untuk mengurai komitmen menjadi suatu perencanaan (jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang), berjalannya organisasi pelayanan di lapangan, aksi dan kinerja berdasarkan SOP, clinical pathway dan mekanisme kontrol dan evaluasi.
Perwujudan konsistensi pelayanan termaktub sebagai komitmen manajemen rumah sakit melalui kebijakan yang berdampak trickle down, yaitu terdapatnya aliran kepemimpinan sebagai tetesan yang merekahkan bunga untuk terbuka. Sehingga bunga tersebut memberikan warna dan keharuman di lingkungan sekitarnya. Tetesan kebijakan, spirit dan teladan yang terwujud dalam keseharian pelayanan, menjadi suatu titik balik untuk meretrospeksi kekurangan yang selama ini dijalankan dan mengupayakan suatu peran dan perbaikan sistem pelayanan menjadi lebih baik.
Perbaikan sistem pelayanan merupakan upaya pembelajaran suatu rumah sakit menjalankan fungsi kultur dan karakteristik pendidikan yang sesuai dengan ciri khas serta program unggulan rumah sakit. Kultur rumah sakit terdiri dari beberapa elemen (1) Kultur dimensional. Kultur ini suatu pengejawantahan rumah sakit mengembangkan pelayanan berkaki banyak. Pelayanan tersebut merupakan pelayanan satu atap yang berdimensi diagnostik dan terapetik. (2) Kultur partisipatif. Kultur ini merupakan suatu entitas tali temali yang dirajut pada setiap petugas kesehatan untuk memiliki visi dan spirit yang sama, mewujukan cita cita rumah sakit sebagai pelayanan yang paripurna. (3) Kultur endogenitas. Kultur ini merupakan internalisasi fungsi tubuh rumah sakit yang senantiasa harus diperkuat dengan berbagai kemampuan sistem dan keilmuan. Kemampuan sistem rumah sakit perlu diperkuat dengan kapasitas organisasi dan keterpaduan kepemimpinan manajemen rumah sakit. Kemampuan keilmuan rumah sakit memperkuat dan mempertahankan pendayagunaan SDM yang memiliki kualifikasi dan komptetensi sesuai dengan bidang keahliannya masing masing, untuk ‘istiqomah’ pada jalurnya, sehingga membentuk suatu proporsionalitas pelayanan dan berdampak terhadap performance pelayanan rumah sakit. (4) Kultur eksogenitas. Kultur ini merupakan eksternalisasi perangkat lunak jiwa rumah sakit, mencakup spirit dan budaya kerja sebagai kontijensi aktivitas kegiatan rumah sakit sehari hari. Spirit yang dipancarkan, adalah daun daun pelayanan yang menyebar dari tangkai pohon yang menjuntai ke tanah. Kekuatan tangkai tersebut menunjukkan energi yang selama ini dibangun melalui metabolisme dan enzim yang berkerja memenuhi nutrisi tangkai tersebut agar tetap kuat. Melalui mekanisme jejaring dan simpul energi, daun daun yang tumbuh dan bersemai, akan menggerakkan lingkungan sekitarnya memiliki keseimbangan diantara proses fotosintesis dan oksigenisasi. Demikianlah proses eksogenitas berjalan secara berkesinambungan.
Spirit dan budaya kerja yang dibangun rumah sakit, ruhnya tidak bisa dilepaskan dari daun daun pelayanan yang senantiasa mengisi nutrisi energinya melalui simpul simpul pelayanan yang bersinergi. Jalinan berbagai interaksi SDM kesehatan akan mengawal dan menggawai rantai pelayanannya sebagai suatu dawai yang berurutan, utuh dan berdenting secara berurutan. Nafas pelayanan yang diterapkan adalah terpatrinya suatu jiwa kewaspadaan, tanggap, bertindak cepat dan tepat terhadap suatu kejadian luar biasa. Salah satu aplikasi yang didapat, sejauh mana suatu tim pelayanan dalam mengantisipasi dan menghadapi suatu “cold blue”. Jika kultur eksogenitas sudah mengalir disetiap jiwa pelayanan, kesigapan menghadapi “cold blue” menguak sebagai tim reaksi cepat yang mumpuni.
Struktur dan Jaringan pelayanan mencakup kohesi linear, kohesi diametral dan kohesi lateral dari jaringan pelayanan. Kohesi linear adalah terbangunnya struktur (organisasi) rumah sakit dan jaringan pelayanannya, dalam kerangka yang berjalan beriringan. Visi dan misi rumah sakit merupakan landasan filosofi yang umumnya memiliki idealitas untuk mengawal cita rumah sakit, dalam periodik jangka pendek dan jangka panjang. Untuk mewujudkan kohesi linier ini, sistematika jaringan pelayanan yang dijalin, mencakup sejauh mana pelayanan di rumah sakit dapat berjalan maksimal dari tingkat hulu sampai dengan tingkat hilir. Kendala yang timbul, merupakan nilai tambah untuk meningkatkan pelayanan, melalui restorasi titik pelayanan menjadi simpul pelayanan yang lebih baik.
Kohesi diametral adalah suatu rekonstruksi untuk mengisi struktur dan jaringan pelayanan, memiliki suatu kemandirian mengisi potensi energinya, terhadap problematika yang timbul dalam aktivitas pelayanan. Rekonstruksi ini mencakup penguatan organisasi dengan membentuk bagian yang dapat menopang organisasi memberikan suatu nilai solutif berbasiskan keilmuan, sehingga problematika yang terjadi dapat diurai menjadi celah celah permasalahan yang kemudian diisi titik titik solusinya. Kondisi ini dapat dicontohkan dalam menghadapi suatu komplain dari pasien, dimana dibutuhkan suatu bagian organisasi dengan keilmuan, kompetensi dan pengalaman “learning by doing” membangun citra solutif struktur rumah sakit.
Kohesi lateral adalah suatu jalinan antagonis namun kemudian menyatu dalam satu titik bersama. Kohesi ini adalah menerapkan pola pikir dimana organisasi dan jaringan pelayanan menerapkan suatu pola tidak konvensional dalam menerapkan pola pengembangan pelayanan kedepan. Pola lateral jaringan pelayanan mengedepankan suatu konsep dan upaya tindakan lapangan dengan melihat aspek diluar sistem pelayanan yang sudah baku. Salah satu contoh yang selama ini diterapkan adalah suatu aturan terhadap kasus kasus kejadian luar biasa, pasien terlantar dan bencana. Menghadapi hal tersebut, kebijakan struktur dan jaringan pelayanan merestorasi organisasi dan kolateral jaringan pelayanan, yang dapat mewadahi kondisi luar biasa tersebut.
Keterpaduan struktur dan jaringan pelayanan medis adalah terjalinnya sinergitas diantara struktur yaitu kebijakan, filosofi pelayanan dan visi misi rumah sakit dengan networking pelayanan medis, mekanisme dan interaksi diantara jejaring dan kolaborasi jejaring. Kebijakan struktur merupakan suatu nilai filosofi pelayanan yang menjadi landasan konsep berpikir rumah sakit memijak lantai pelayanannya sebagai internalisasi batang tubuh rumah sakit. Kekokohan internalisasi ini akan memicu sikap dan perilaku organisasi sebagai pengayom dalam melaksanakan implementasi visi dan misi rumah sakit melalui kolaborasi pendidikan dan pelayanan kesehatan yang berkelanjutan dengan fokus utama yaitu keselamatan pasien.
Kekuatan idealitas kebijakan rumah sakit, menentukan sejauh mana dapat mengawal suatu sistem pelayanan dapat berjalan pada jalur yang sudah ditetapkan dan kesiapan untuk memberikan suatu solusi jika terdapat kesenjangan diantara idealitas dan realitas. Untuk mewujudkan kondisi tersebut, diperlukan suatu komitmen manajemen rumah sakit menjaga idealitas tetap mengisi rangka-rangka pelayanan berdasarkan pendekatan proporsional bidang keilmuan. Misalnya kebijakan idealitas di bidang penyakit dalam terkait dengan sedemikian luasnya varian dan dinamik dari penyakit, pendekatan filosofi pelayanan ditujukan kepada pemahaman yang kuat terhadap aspek epistemiologi (patofisiologi dan patogenesis) penyakit, sehingga dapat berjalan seiring dalam diagnostik dan terapetik. Sedangkan terhadap pendekatan di bidang bedah,terkait dengan varian strafifikasi penyakitnya, filosofi pelayanan ditujukan kepada pemahaman yang kuat terhadap aspek aksiologis ( diagnostik dan terapetik/tindakan bedah) yang tepat.
Networking pelayanan mengedepankan kepada sistem jejaring dan kolaborasi pelayanan sebagai suatu interaksi saling berkait. Sistem jejaring ini merupakan berbagai komponen dan elemen pelayanan dirumah sakit. Sistem ini terdiri dari komponen utama dan komponen pendukung. Komponen utama adalah layanan yang menjadi gerbang utama sejak pasien masuk ke rumah sakit, yaitu unit gawat darurat, ICU dan ruang perawatan. Berdasarkan fungsi dan tugasnya, ketiga komponen ini merupakan pola triase yang menentukan stratifikasi penyakit, apakah dalam kondisi akut / kronis, sedang/berat dan memerlukan suatu atensi khusus. Dengan demikian jejaring layanan harus memiliki beberapa penguatan sistem yaitu penguatan internalisasi dan penguatan eksternalisasi. Penguatan internalisasi adalah adalah suatu mekanisme inheren yang memuat aliran pelayanan berada pada suatu jalur sirkulasi bersiklus, intinya pelayanan hulu dan hilir berada pada satu jalan yang sama. Sirkulasi aliran pelayanan yang dibangun, tentunya membutuhkan suatu proses yang panjang. Perlu tahap perencanaan, organisasi, aksi dan kontrol dalam menentukan optimasi tingkat pelayanan. Jalur sirkulasi yang ditumbuh kembangkan, jika mengikuti siklus aliran jantung mengikuti dua proses yaitu kemampuan curah jantung dengan metode starling dan kemampuan tahanan perifer.
Mekanisme yang berjalan dari keseimbangan tersebut ditentukan sejauh mana kemampuan mikrosirkulasi (oksigenisasi dan enzim) berperan meregulasi aliran tersebut mengalir dengan maksimal. Dampak yang diharapkan, adalah terbentuknya suatu energi berkesinambungan seseorang yang sakit dengan pengobatan berbasiskan patofisiologi tersebut, menjalani penyembuhan yang rasional.
Gangguan sirkulasi yang terjadi pada titik titik tertentu akibat adanya suatu iskemia dan plak, dimonitor stasiun pengendalian di beberapa titik melalui reaksi antioksidan terhadap radikal bebas. Implementasi dari penguatan internalisasi ini adalah terakumulasinya SOP dan Clinical Pathway dalam penerapan pelayanan dilapangan. Kendala tahap awal penerapan SOP dan Clinical Pathway, yaitu adanya variasi komorbid dan kompleksitas penyakit menumpu kepada terjadinya kesenjangan analisis (gap analisis) diantara kebijakan, SOP dan clinical pathway. Dalam proses ini berlaku mekanisme “learning by doing dan feed back impact” untuk merekonstruksi dan merestorasi kembali SOP dan Clinical Pathway mengikuti kaidah EBM. Untuk mengisi kesenjangan analisis tersebut dilakukan penelusuran data sebagai basis penelitian rekam medik pelayanan untuk memodifikasi kembali SOP dan Clinical Pathway, terutama dalam keadaan khusus.
Penguatan Eksternalisasi adalah proses sejauh mana batang tubuh organisasi mewujudkan peran dan kompetensi untuk memperkuat layanan rumah sakitnya dengan konsisten. Mekanisme ini memuat harmonisasi diantara pimpinan rumah sakit sebagai tata kelola rumah sakit dalam merumuskan kebijakan baik yang berdimensi instruktif dan partisipatif. Kebijakan instruktif memfokuskan kepada regulasi dan restriksi jaring dan aliran pelayanan sehingga berada dalam satu tautan. Kebijakan partisipatif memfokuskan mekanisme aliran pelayanan dari arus bawah dengan berbagai kendala dan problematikanya berada dalam satu kotak jejaring pelayanan menjadi media solusi jika mentudapatkan suatu kendala dan media penguatan jika ada kekurangan dalam memaksimalkan pelayanan.1
Mengingat multi dimensi dan multi strukturalnya permasalakhan pelayanan kesehatan di rumah sakit, interrelasi, kolaborasi dan interkoneksitas penguatan internal dan eksternal menjadi komponen penting dalam mewujudkan struktur organisasi dan jaringan pelayanan dalam satu batang tubuh yang saling mengkait.
Interaksi Pelayanan Medis dan Pendidikan Kesehatan
Interaksi pelayanan medis dan pendidikan kesehatan menjadi parameter penting terkait dengan akreditasi rumah sakit pendidikan. Pelayanan medis memuat sejauh mana aspek sistem pelayanan dapat berjalan dengan baik, sedangkan pendidikan kesehatan mengkait sejauh mana proses dan mekanisme pendidikan dapat mengisi setiap celah yang menjadi kendala, melalui intervensi pendidikan dan pelatihan. Interaksi tersebut dapat dikembangkan dengan dua elemen kolaborasi yaitu kolaborasi sinergistik dan kolaborasi antagonistik.
Kolaborasi sinergistik adalah merajutnya jalinan pelayanan medis dengan muatan rangkanya (Sumber Daya Manusia, wadah layanan dan kualitas keluaran layanan) dengan pendidikan kesehatan ( Metode dan kurikulum, kuliah lapangan dan integrasi pendidikan dengan pelayanan). Cakupan yang dikembangkan adalah, organisasi rumah sakit mengaplikasikan kegiatan pelayanan dengan mempersiapkan sejak dini kompetensi SDM berbasiskan stratifikasi dan sertifikasi, sebagai tenaga profesional di lapangan yang siap pakai, wadah layanan yang terstruktur dalam tatanan sistem rujukan dan kualitas keluaran layanan yang dapat dipertanggung jawabkan, terkait dengan angka kesembuhan, morbiditas dan mortalitas.
Pendidikan kesehatan mengembangkan cakupan karakterisasi yang menjadi “ciri khas” yang simultan dengan visi dan misi rumah sakit. Pendidikan tersebut berelaborasi dengan perspektif keilmuan yang dapat mendukung peningkatan SDM yang dibangun oleh organisasi rumah sakit. Pola pendidikan yang dikembangkan berbasiskan kepada metode dan kurikulum, yang diharapkan dapat mengakomodasi kondisi realitas lapangan dengan berasaskan mekanisme learning by doing. Melalui analisis kondisi lapangan serta kendala dihadapi, dilakukan modifikasi metode dan kurikulum untuk mengisi celah kekurangan yang terjadi.
Kolaborasi antagonistik adalah suatu pendekatan multilateral dan kolateral dari penguatan unsur pelayanan dan pendidikan kesehatan, melalui suatu sistem kemandirian. Kedua bentuk sistem yang berinteraksi ini sejak dini, diberikan suatu otonomi dalam penguatan masing masing sistemnya. Kolaborasi ini sangat tepat untuk rumah sakit rujukan yang mengalami suatu perubahan kebijakan akibat situasi internal ( perubahan stratifikasi rujukan, bertambahnya pusat unggulan, komorbiditas dan kompleksitas penyakit, meningkatnya pengelolaan pasien berdasarkan pendekatan multidisiplin), dan situasi eksternal yang diinisiasi oleh adanya kebijakan suprastruktur, untuk melaksanakan manajemen pengelolaan pasien rujukan berbasiskan asas fleksibilitas. Misalnya sebagai rumah sakit rujukan, memiliki suatu SOP untuk dapat menangani kasus akut yang disebabkan adanya suatu outbreak (wabah) dan bencana. Sistem Pendidikan kesehatan yang dikembangkan adalah pola bottom up dari kompleksitas kasus rujukan yang menjalani perawatan sejak masuk UGD sampai dengan menjalani rawat inap.
Parameter pendidikan kesehatan tersebut mencakup basis data tentang karakteristik pasien, komorbiditas dan kompleksitas penyakit, alur pelayanan, manajemen klinis, survaillans ( kontrol infeksi) dan mutu layanan. Basis data ini menjadi titik tolak dalam merumuskan metode dan kurikulum pendidikan yang berorientasi masalah (problem solving) yang dalam penyusunannya ditarik kepada metode ilmiah dari masing masing kasus.
Titik temu dan benang merah yaitu, pendidikan kesehatan di rumah sakit tersebut dapat mengembangkan karakterisasi untuk mendidik SDM kesehatannya dengan katagori yang mendekati perkembangan ilmu pengetahuan. Dengan terbentuknya pendidikan kesehatan rumah sakit yang berkarakteristik ini, sistem pelayanan dapat mengintropeksi dan mengupgrade kebijakan dan pengelolaan layanannya yang berasaskan perubahan, dimana fleksibilitas layanan dapat mengikuti progresifitas penyakit dengan intervensi pendidikan kesehatan untuk mengisi celah celah pelayanan yang kosong.
Konsep pelayanan dan pendidikan kesehatan, dapat dipertahankan melalui asas berkesinambungan (sustainable). Keberlanjutan interaksi keduanya dapat berjalan secara konsisten. Pola yang dikembangkan adalah mengedepankan suatu kanal pelayanan dan pendidikan kesehatan sebagai bagian yang terpadu. Kanal ini merupakan rongga bersatunya pelayanan dan pendidikan yang saling mengisi, misalnya dalam manajemen satu kasus, SOP dan Clinical Pathway yang digunakan sudah memiliki setengah rongga aspek pelayanan dan setengah rongga memuat aspek pendidikan. Dengan demikian program pendidikan dan pelatihan yang dijalankan dalam kegiatan peningkatan kompetensi SDM rumah sakit sudah mencakup, bagaimana mensinergikan kedua optimasi (diklat dan pelayanan) dalam satu tubuh.
Mekanisme untuk mempertahankan konsistensi ini adalah mensosialisasikan kultur pembelajaran. Kultur pembelajaran ini menjadi suatu ‘ikon’ penting’ dimana sustainabiltiy pelayanan dan pendidikan terakulturasi kepada setiap petugas rumah sakit. Kultur pembelajaran bukan perangkat keras yang diterapkan melalui pola organisasi, namun suatu perangkat lunak yang sudah memiliki kandungan nilai nilai, spirit, jalinan kebersamaan untuk memajukan rumah sakit, melalui kolaborasi pendidikan dan pelayanan kesehatan yang berkelanjutan.
Algoritma Sinergitas Pranata Rumah Sakit Rujukan sebagai berikut: