Belajar malaria susah-susah gampang, mencintai ilmu infeksi ini ‘bak’ melihat gadis dipingit hanya boleh dilihat, namun jika mengamati saja tidak cukup, harus mengenal dan mendalami interaksi yang lebih dalam untuk memahami gadis tersebut. Malaria bukan hanya gadis pingitan, tetapi ornamen makhlukNya yang sedemikian canggih tingkat kecerdasannya dan sudah terbentuk sejak beberapa ratus tahun lalu. Melalui episodik beberapa generasi, malaria tetap eksis. Perubahan enzimatis dan hormonal dalam leadership brain manajemen parasit malaria, memudahkan ia bermutasi untuk memperkuat penetrasi infeksi ke manusia.

            Memahami malaria ’bak’ menyelami ilmu di lautan dua warna yakni warna kelabu dan warna cerah. Warna kelabu adalah mendalami kesulitan sebagai proses pembelajaran yang seolah tidak kunjung henti, namun akan berhenti pada satu titik stasiun cahaya, mengisi filosofi dan nilai kemaknaan ilmu malaria memasuki nilai kemaknaan kalbu. Nilai kemaknaan tersebut adalah awal untuk mencoba dan berkontemplasi mencintai ilmu ini. Warna cerah adalah dimensi pelangi yang menaungi ilmu malaria tidak hanya berkutat di sudut perjalanan klinis dan patofisiologi penyakit, termasuk diagnostik dan upaya preventif. Disudut lain,dimensi kemanusiaan menyeruak mengisi batang-batang pohon malaria, bahwa penyakit ini memerlukan perspektif pendekatan yang tidak sekedar aspek infeksi dan imunologi, namun aspek sosial kemasyarakatan menembus sekat dan batas kewilayahan global, karena menyangkut dengan nilai ekonomi dan produktivitas bangsa. Produktivitas bangsa tersebut adalah menurunnya potensi dan kinerja populasi usia produktif di daerah endemik dalam berkarya dan berkreatif untuk masyarakat.

            Dimensi global malaria adalah keniscayaan, bergerak ‘bak’ roda berputar diantara gelombang laut. Roda tersebut memerlukan modifikasi yang dapat bergerak disituasi daratan maupun lautan. Roda  harus dimuat oleh keilmuan dan teknologi canggih, sehingga perjalanan yang dilalui melalui titik hambatan dapat dilaksanakan dengan baik. Pola global malaria yang muncul menandakan nilai realitas kondisi dunia, bahwa peningkatan kasus malaria di berbagai belahan dunia terutama Asia dan Afrika tetap menyisakan pekerjaan rumah yang tidak pernah usai. Tingginya angka penerbangan dan migrasi penduduk untuk mengikuti berbagai kegiatan membawa ‘nilai’ malaria tidak hanya sebagai investasi impor dan eksport, namun membawa keseluruhan sistemnya untuk mengganggu suatu area yang diintervensi menjadi berubah secara sistematik. Misalnya maraknya malaria impor di suatu daerah membawa transmisi yang tali menali dapat menyebabkan suatu meningkatnya kasus malaria. Efeknya apa? tentunya akan mengganggu efektivitas dan produktivitas di suatu daerah, dan satu lagi…terganggunya eliminasi malaria.

            Jika berbicara efektivitas dan produktivitas, tidak pelak lagi akan mengemuka tentang kualitas hidup dan nilai ekonomis untuk perubahan masyarakat. Terdapat dua sisi yang perlu dibahas dalam tulisan ini yaitu sisik klinis dan sisi komunitas. Sisi klinis adalah simtomatik yang muncul dengan gradasi bervariasi bertumpu kepada patofisiologi dan imunologi malaria. Sisi klinis menunjukkan adanya transformasi pertempuran diantara kekuatan virulensi parasit dan jaring-jaring pertahanan dari tubuh (host). Interaksi ini menampilkan fenomena kehidupan bagaimana setiap pasien dengan personalized medicine-nya menyikapi menghadapi kondisi gejala yang timbul.  Sisi klinis menampilkan kekuatan tubuh untuk menjaga harmonisasi daya tahan tubuh dengan sikap dan perilaku kejiwaan terutama tabah dan sabar. Sisi komunitas bergerak kepada epidemiologi penyakit yang membuka cakrawala efek penyakit malaria terhadap dimensi perilaku dan sosial di masyarakat. Sisi komunitas adalah elemen penting bertemunya aspek kemanusiaan dan produktivitas, yang bersumbu kepada solidaritas dan kinerja kehidupan yang harus dikelola jika menderita penyakit malaria. Kinerja dan produktivitas merupakan dimensi kehidupan yang diurai dalam kerangka sosial kehidupan dan hal tersebut menjadi nilai-nilai berkembangnya aliran air untuk mendukung kualitas kehidupan yang lebih baik.

Leadership Malaria

            Leadership Malaria adalah koherensi yang berjalan saat ini. Adanya suatu keteladanan secara institusional dan personifikasi, bahwa malaria adalah masalah bangsa yang memerlukan energi khusus untuk mengelolanya, menuju eliminasi malaria 2030. Tak terbantahkan, perspektif kebijakan malaria yang berjalan saat ini berada kepada rel kolaborasi penentu determinasi kesehatan, epidemiologi, klinisi dan periset. Integrasi yang dibangun berada pada lingkup bola salju bersama yang akan menggelinding melewati ranjau-ranjau intervensi global malaria dengan potensi dan energi yang penuh. Integrasi ini memerlukan suatu leadership yang memuat tali-tali rajutan sehingga setiap unsur yang berkontribusi terekat dengan kuat. Potensi berpikir dan gagasan yang dibangun diharapkan membentuk paradigma yang beriorientasi perubahan.

            Paradigma berorientasi perubahan adalah ‘ikon’ leadership malaria. Jiwa dan spirit yang terbangun adalah nilai-nilai inovasi yang melihat perkembangan penyakit malaria tidak sekedar an sich konsep global – epidemiologi dan tantangan yang selalu muncul di setiap area endemik. Nilai inovasi malaria menjadi suatu filosofi hidup bagaimana menatap malaria sebagai suatu cermin yang menggambarkan berbagai dimensi wajah. Wajah tersebut harus dipoles dengan berbagai titik-titik keilmuan baru yaitu riset yang berkemajuan dan memiliki sifat petarung menghadapi kemampuan intelektual parasit malaria berdiversifikasi dan bermodifikasi untuk bertahan dan menyebarkan penyakit ini secara konsisten. Paradigma riset yang menghunjam bumi merupakan karakteristik riset yang diperlukan saat ini. Riset ini berkemampuan untuk merubah paradigma yang selama ini mandek, bahwa malaria dapat diatasi dengan kolaborasi dan terpautnya elemen peduli malaria untuk turut berkontribusi ilmunya sebagai gerak perubahan di masyarakat.

            Malaria dan gerak perubahan di masyarakat adalah salah satu kuncinya. Gerak tersebut ‘bak’ bola salju yang bergulat untuk melaju mengikuti arus bumi. Bumi yang sudah menua ini memuat perubahan iklim global yang mempengaruhi berbagai fenotip nyamuk untuk memodifikasi diri. Diversifikasi nilai-nilai dalam genotip akan membentuk jati diri nyamuk bermatomorfosa mengembangkan sebagai nilai kehidupan baru yang mampu mengelabui upaya manusia untuk mengatasi malaria. Malaria dengan nilai baru menjadi suatu kelompok kekuatan tersendiri dengan potensi daya juangnya menghadapi gempuran baik profilaksis, preventif dan pengobatan bagai individu yang terkena malaria. Parasit malaria-pun dengan inokulasi-nya berkemampuan bersembunyi ‘layaknya’ vivaks sebagai hiponozoit. Saat medem di dalam hati, sporozoit yang masuk merekonstruksi energi, metabolik dan sirkulasi tubuhnya untuk mengembangkan kondisi relaps pada individu yang dihuninya.

            Host tubuh adalah bagaimana respon sistemik dan imunologi menghadapi malaria. Sudah tentu tubuh kita tidak mau begitu saja untuk diintervensi oleh parasit malaria. Kita sudah pasti akan mempersiapkan pasukan tempur untuk itu. Pasukan tempur itu ada yang Infanteri, Kostrad dan Kopassus. Semua disiapkan dengan peralatan lengkap. Kenapa demikian? Karena malaria juga “the old soldier” yang selalui memodifikasi dan memperbaharui proteinnya sehingga tubuh kita mungkin tidak siap dengan gempuran malaria. Interaksi diantara agen malaria dan tubuh merupakan dinamik kehidupan yang bersirkulasi dan berkelanjutan. Sejauhmana leadership diantara parasit malaria dan leadership tubuh mencapai titik temu memperjuangkan ‘ideologi’ masing masing yaitu transmisi atau eliminasi.

Transformasi Ekosistem

            Transformasi ekosistem adalah satu manajemen malaria. Malaria tidak akan tereduksi tanpa transformasi ekosistem yang baik. Penyebaran vektor adalah salah satu yang perlu di kelola dengan baik, bukan dimusnahkan. ‘Khan kita tidak bisa mengganggu sunnatullah-Nya. Perkembangan malaria tidak bisa lepas dari pendekatan epidemiologi dengan pengaruh iklim, lingkungan dan penyebaran vektor salah satu perhatian penting. Kekhawatiran yang meningkat dalam beberapa tahun ini disebabkan sebagian kejadian ekstrem adanya variasi iklim. Kejadian malaria terkait dengan cuaca, Suatu penelitian di Nigeria sebagai area tropis yang memiliki kombinasi hujan, suhu dan kelembaman memungkinan berkembang biak dan bertahannya nyamuk malaria. Beban malaria yang melewati batas negara, problematika variasi iklim, banjir dan petir memiliki efek utama prevalensi nyamuk, menyebabkan malaria berpengaruh terhadap kemampuan carrier utama parasit malaria nyamuk anopheles untuk bertahan. Penelitian Determinan Kejadian Malaria di Wilayah Endemis (Sumatera Selatan) yang dilakukan Hamzah Hasyim dkk, mengungkapkan bahwa faktor resiko lingkungan kejadian malaria adalah breeding place. Determinan utama kejadian malaria hasil analisis multivariat adalah breeding place dengan OR = 5,034 (95 %CI =2.65 – 9,56). Responden yang tinggal disekitar breeding place beresiko 5,03 lebih besar untuk menderita malaria dibandingkan responden yang sekitar rumah tidak terdapat breeding place setelah dikontrol variabel jarak rumah ke breeding place, ventilasi rumah, penggunaan kelambu, penggunaan anti obat nyamuk, dan kebiasaan keluar rumah pada malam hari.

            Mengkaji uraian diatas menunjukkan bahwa determinasi dan kanalisasi ekosistem untuk mengatasi malaria merupakan pekerjaan rumah masa depan. Aspek hilir ini menjadi tantangan besar bagi ahli epidemiologi dan ahli lingkungan untuk membuat kerangka besar environmental control yang berorientasi kepada keseimbangan ekosistem.

Kolaborasi Nasional Riset Malaria: Harapan – Tantangan dan Daya Juang Bangsa

            Kolaborasi Nasional riset malaria adalah sirkulasi perjuang bangsa dengan melihat perspektif out the box dan lateral. Malaria tidak dapat dinafikkan memang sebagai target politik dengan eliminasinya tahun 2030. Namun suatu penguatan kolaborasi riset merupakan harapan setiap insan pencinta malaria. Kita harus mencoba mengubah paradigma penelitian malaria merupakan sinergitas bersama yang berorientasi kepada tercapainya nilai keilmuan malaria dalam manajemen komprehensif malaria. Kita mengharapkan semakin menurunnya kasus malaria baik prajurit yang bertugas di daerah endemik maupun setiap traveller yang melaksankan kegiatan wisata.

            Kolaborasi Nasional riset malaria harus mengandung kekuatan untuk memelihara ketahanan nasional. Penelitian ini menjadi salah satu ujung tombak daya tahan bangsa yang dapat menyusun kekuatan dan konsisten mengatasi kompleksitas malaria.       

            Ketahanan nasional melalui kolaborasi riset adalah konsep yang berkembang dari paradigma realitas politik, sosial, dan produktivitas bangsa terkait malaria. Ketahanan Nasional dengan penguatan eliminasi malaria merupakan busur panah potensi kekuatan tentang  realitas yang dimiliki, untuk kelangsungan hidup bangsa menghadapi berbagai hambatan, gangguan dan ancaman, baik dari dalam maupun dari luar. Ketahanan Nasional sebagai kondisi dinamis bangsa dengan memelihara keteraturan, stabilitas dan potensi untuk terjadinya perubahan (the stability idea of changes).

            Dengan demikian potensi kolaborasi riset malaria sebagai bagian ketahanan nasional adalah sinergitas multidisiplin dan interdisiplin sebagai komponen essensial untuk mengintegrasikan berbagai aspek kebijakan malaria sehingga dengan keterpaduan dan perencanaan yang baik menjadi kekuatan multisolutif dan multisintesis.

Empowerment Malaria: Menuju Energi Kebebasan Bangsa

            Hal yang menarik adalah apakah malaria itu perlu terus disapih, layaknya bayi yang senantiasa tumbuh? Sudah tentu tidak jawabannya. Walaupun pertumbuhan dan perkembangan malaria bergerak dalam akumulasi pada titik kulminasi tertentu, bangsa yang peduli adalah melihat pengendalian malaria sebagai perspektif pemberdayaan bangsa. Pemberdayaan tersebut mencakup kemampuan kita menguatkan berbagai elemen dalam visi dan misi malaria. Terdapat tiga aspek penting bagaimana empowerment malaria dapat berjalan dengan optimal yaitu ;1) Adanya perencanaan dan kompetensi dengan adanya Shaper of change yaitu partisipasi dan tim perubahan;2) Adanya arah strategi terhadap visi pemberdayaan yaitu perspektif inovasi SDM, misi pendidikan berkelanjutan dan nilai spirit nasionalisme untuk ketahanan bangsa;3) Tujuan strategi yang memuat program yaitu aplikasi integrasi pemberdayaan malaria dan proses dengan mekanisme learning by doing berbasiskan lateral dan out the box. Melalui strategi leadership berbasiskan partisipasi dan agent of change, diharapkan strategi pemberdayaan ini mencapai titik perjuangan maksimalnya.

Dr.dr.Soroy Lardo,SpPD FINASIM. Kepala Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi Departemen Penyakit Dalam RSPAD Gatot Soebroto. Doktor Lulusan Universitas Gadjah Mada. Anggota Komisi Ahli Nasional Malaria

Jakarta, 8 Oktober 2019

Dedikasi Bersama Malaria

Bagikan