Salah satu problema mendasar mengelola pasien anak dengan HIV/AIDS adalah pengelolaan kepatuhan dalam minum obat. Sebaiknya anak dengan HIV diberitahu oleh orang tuanya secara bertahap bahwa ia terinfeksi virus HIV dan mematuhi jadwal minum obat. Kondisi ini akan membentuk kematangan si anak dalam menjalani pengobatannya. Hal tersebut dkemukakan oleh Manajer Advokasi dan Psikososial Lentera Anak Pelangi dalam diskusi di Pusat Penelitian HIV/AIDS Unika dalam pendampingan anak terdampak HIV dan AIDS di Jakarta (Kompas 10 Januari 2015). Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, hingga September 2014, total jumlah orang dengan HIV yang menjalani terapi ARV 47.821 orang dengan 2.026 orang atau 4 persen diantaranya anak anak. Pada tahun 2014, sebanyak 12.197 anak usia 0-14 tahun menjalani tes, 787 diantaranya positif HIV. Peranan edukasi yang bertumpu pendekatan psikologis dan sosiologis sangat penting. Suatu proses dan mekanisme tentang cara memberitahu seorang ibu tentang status anak secara bertahap dan memastikan minum ARV. Jika upaya ini dapat berhasil maka sasaran jangka panjang adalah dalam menghadapi realitas kehidupan terutama dalam menjalani setiap tahap pendidikan seorang anak dengan kepatuhan minum obat ARV diharapkan dapat menjadi generasi peserta didik yang berkualitas dan tidak kalah dari rekan rekannya. Satu PR bagi pihak kebijakan dan LSM yang bergerak dalam Advokasi HIV AIDS pada anak, peranan sekolah dalam mendukung anak tersebut dan lingkungannya yang kondusif untuk memberikan keluasan anak dengan HIV/AIDS membangun potensi dan prestasinya.
Peran Ibu dan Potensi anak dengan HIV /AIDS Suatu keniscayaan bahwa manajemen HIV dalam keluarga memerlukan pendekatan empati yang partisipatif. Menghadapi anak dengan HIV sudah tentu dua aspek yang perlu diperhatikan yaitu tumbuh kembang dan mendidik jiwa yang harus tercerahkan dalam merencanakan kehidupan yang lebih baik. Disini orang tua harus mempersiapkan landasan fisik berupa gizi dan kesehatan yang optimal dan landasan pengembangan potensi diri untuk berproses sebagai SDM bangsa yang tidak kalah dengan anak anak lain yang non HIV/AIDS. Anak tersebut tumbuh meraup masa depannya dengan penuh optimisme. Mari kita sentuh hati kita berempati untuk itu.
Pokja HIV/AIDS RSPAD Gatot Soebroto senantiasa berkontribusi untuk peduli terhadap kasus anak dengan HIV/AIDS.
Jakarta, Revisi 9 Februari 2019