Tiga mahasiswa mendatangi kami dengan wajah harap dan pasti. Ketiganya adalah bimbingan skripsi sejak satu tahun yang lalu. Penelitian mereka beragam tentang demam berdarah dengue dan resistensi antibiotik dengan judul; 1) Profil Atipikal DBD di RSUP Fatmawati Periode 2014-2018; 2) Faktor-faktor yang Memengaruhi Kejadian Infeksi Bakteri Penghasil Extended-Spectrum Beta Laktamase (ESBL) pada Pasien Rawat Inap dengan Penggunaan Kateter Urin di RSUP Persahabatan periode Tahun 2017 dan 3) Hubungan Hematokrit, Trombosit dan Indeks Massa Tubuh Terhadap Keparahan pada pasien DBD Dewasa di RSAU dr Esnawanan Antariksa Tahun 2018.

              “Dok kami mohon bisa ujian hari Jumat minggu depan dan bersama dalam satu hari “, Demikian permohonan mereka. Tercenung sejenak, mengingat perlu “effort” di bulan puasa ini untuk membaca tiga skripsi, walaupun sudah berkali-kali konsultasi perbaikan. Membimbing skripsi S1 saat ini menjadi tantangan tersendiri, terkait dengan kualitas keilmuan dan penelitian yang harus dicapai, dan hal tersebut menentukan kualitas Fakultas Kedokteran, dalam hal ini FK UPN Veteran Jakarta. Menghadapi hal tersebut, pendidikan mahasiswa yang dijalankan merupakan tanggung jawab institusional dan dosen untuk mensinergikan visi dan misi Universitas.

Pembelajaran Dosen

       Sebagai dosen, dimanapun lokasi mengajarnya memiliki tiga tanggung jawab yaitu tanggung jawab moral, tanggung jawab edukatif dan tanggung jawab komunitas. Tanggung jawab moral adalah nilai hakiki filosofis hidup untuk mengabdi dan menjejakkan keilmuan berdasarkan integritas kejujuran. Makna kejujuran ini adalah kapasitas kalbu dan akal yang sejalan dan seirama untuk menginterpretasikan kompetensi keilmuannya berbasiskan dengan hipotesis dan postulat yang bernurani uji bukti. Untuk mendapatkan nilai ini tentunya tidak mudah, perlu mekanisme dan proses yang kejujuran kalbu dan kerendahan hati motorik amal, senantiasa belajar kepada guru dengan tingkat keilmuan yang lebih tinggi. Dengan demikian, struktur ego keilmuan dapat dikendalikan dengan terukur melalui perimeter QS 3: 191-192.

     Tanggung jawab edukatif adalah prinsip mendidik dengan memprioritaskan jiwa pengayom ilmu dan meretas lembar-lembar tinjauan kepustakaan menjadi lembar-lembar dan hasil penelitian yang bernilai protektif dan prediktif. Konsep ini lebih menunjukkan bagaimana rahasia Ilahi bergerak dalam proses penelitian. Kita hanya menjalani kegiatan ini dalam ruang dan sekat terbatas, namun dituntut kesungguhan dan ketekunan untuk menjalani proses penelitian dengan kejujuran. Sering kita dapatkan hipotesis yang dibuat tidak sesuai dengan hasil penelitian. Kondisi ini adalah suatu transparansi Ilahi terbukanya rahasia ilmuNya, yang perlu direkonstruksi sebagai nilai keilmuan yang baru.

         Tanggung jawab komunitas beranjak kepada nilai-nilai kemanusiaan, mendidik itu merupakan proses diantara kesabaran dan kontemplasi. Keduanya menjadi tautan yang bergerak dan tidak dapat lepas satu dengan yang lainnya. Tanggung jawab komunitas adalah suatu keberadaan faktual yang harus dihadapi dengan kekuatan energi kejujuran terhadap ilmu yang kita serap dan bagaimana cahaya ilmu tersebut menjadi sinar yang mencerahkan setiap generasi berikutnya.

Generasi Emas Inovasi Perubahan

      Generasi milenial saat ini adalah generasi emas kejujuran. Mengapa bisa demikian? Mereka adalah kelompok generasi yang memiliki nilai lebih, bahkan melebihi harapan ekspektasi bangsa. Kemampuan individu dan kapasitas kelompok menunjukkan kehadiran mereka dalam kehidupan bangsa yang dinamis selalu melontarkan ide dan kreativitas, yang menurut istilah Edward De Bono lateral dan out the box. Perspektif berpikirnya tidak hanya mencakup segmentasi pasar di masyarakat, namun bergerak kepada jejaring segmen kehidupan yang lainnya.

         Menurut Ahmad Rifa’i Rif’an dalam bukunya Generasi Emas (2019), generasi saat ini memerlukan kemampuan soft skill sebagai penguat dari hard skill-nya. Soft skill tersebut terdiri dari karakter, kepemimpinan, komunikasi, kolaborasi dan manajemen waktu. Karakter seperti ini yang mampu menjadi penentu kemenangan menghadapi lingkungan hidup yang makin kompetitif.

      Menurut penelitian dari Marsinta Uli dkk dari Program Studi Pendidikan Sejarah STKIP PGRI Sumatera Barat tentang Nilai-Nilai Karakter yang Terdapat pada Pahlawan Mohammad Hatta, mengungkapkan pendidikan karakter yang di tempa pada Mohamad Hatta merupakan suatu proses sejarah yang perlu menjadi panutan generasi milenial saat ini. Nilai karakter tersebut terdiri dari nilai karakter religius, nilai karakter jujur, nilai karakter toleransi dan nilai karakter disiplin. Keempat karakter tersebut sesuai dengan nilai historis kesejarahan manusia yang akan mewujud sebagai pribadi bangsa yang tangguh.

                Nilai-nilai kepemimpinan adalah adalah kotak pandora karakter yang menggerakkan hati dan akal bersinergi dalam kondisi das sein dan das sollen. Jenderal Sudirman dalam buku yang diterbitkan oleh Dinas Sejarah TNI AD  2012; Sudirman Prajurit Teladan TNI, mengungkapkan bahwa nilai kepemimpinan adalah suatu proses panjang pembentukan karakter yang berkesinambungan dan berkemampuan menjadi pembangun dan penuntun rakyat untuk berjuang memberikan jiwa dan raganya bagi cita-cita bangsa dan negara. Sebagai seorang pemimpin, Jenderal Sudirman tidak memikirkan besar korban diri yang harus diberikannya. Nilai kepemimpinan yang dimiliki beliau adalah  ;1) Takwa dan Loyal, 2) Jujur dan Membimbing, 3) Sederhana dan Tidak Menonjolkan Diri, 4)  Pendiam dan Berbicaranya Memikat Pendengar,5) Pendirian Kuat dan Disiplin Terhadap Keputusan Musyawarah, 6) Tabar dan Sabar Menghadapi Situasi, dan 7) Menomorsatukan Kepentingan Nasional.

            Nilai komunikasi massa adalah proses penyampaian atau pertukaran informasi kepada segmen populasi besar. Saat ini teknologi dan internet telah membuat komunikasi dapat dilakukan di mana pun dan telah menjadi kekuatan yang paling kuat menggerakkan transformasi kehidupan. Doris dan John Naisbit (2018) dalam bukunya Mastering Megatrends mengungkapkan pemahaman Konfisius menghadapi frase komunikasi masa adalah dengan tiga metode yaitu: Pertama dengan berefleksi, yang merupakan cara paling terhormat; Kedua dengan meniru, yang merupakan cara paling mudah; ketiga dengan pengalaman, yang merupakan cara paling pahit. Generasi milenial merupakan generasi yang bebas dari pola pikir mainstream memiliki konsistensi kreatif sebagai nilai adapatasi dalam melihat perubahan melalui analisis perbedaan  diantara melihat dan melakukan. Perspektif global yang melewati dinding echo chamber menjadi tautan utama bergeraknya nilai kuantitatif komunikasi tidak semata bermakna dalam angka-angka keberhasilan, namun nilai kualitatif yang berkemampuan memiliki pola pikir yang menangkap jiwa di balik perubahan yang kita lihat.

        Nilai Kolaborasi menjadi keniscayaan generasi milenial. Nilai kolaborasi bak menjulangnya air terjun dari tebing yang jatuh ke tepian dengan kekuatan dahsyat. Setelah menepi, kekuatan air tersebut mengkonsolidasi menjadi gerak air yang menyatu untuk bergerak bersama menuju tempat tujuan. Di era Revolusi Industri 4.0 dengan kekuatan digitalisasi dan networking merupakan jalinan erat generasi milenial dalam menembus batas dan sekat ideologis menuju gerak kemanusiaan yang memberikan kemanfaatan untuk kalayak yang lebih luas. Kolaborasi sudah menjadi inti nilai dan tujuan pemberdayaan teknologi, merajut benang benang inovatif  secara bersama menyatu menjadi gulungan yang kuat. Kolaborasi akan menunjukkan jati dirinya saat adanya kekuatan-kekuatan yang mencoba mendowgrade akses informasi global menjadi akses lokal.

             Nilai manajemen waktu merupakan kesetaraan gerak dunia dengan terciptanya spirit inovasi dari setiap produk untuk kemanfaatan bersama. Manajemen waktu, seperti dunia yang berputar 24 jam, tidak berubah sejak dunia ini diciptakan. Manajemen waktu memperlihatkan nilainya saat akselerasi informasi, teknologi dan pendidikan membentuk aroma sinergitas yaitu konsistensi untuk melihat outcome berdasarkan suatu proses.

Generasi Kinerja Kedaulatan Bangsa

         Kita saat ini memasuki era globalisasi dengan tahapan-tahapan interaksi antar negara saling bekerjasama, tidak semata masalah kerjasama ekonomi, namun dampak ideologis dan struktural budaya akan saling mempengaruhi. Indonesia adalah negara besar dengan nilai kedaulatan yang sudah terpartri sejak kemerdekaan. Tinta sejarah dengan dirumuskannya Pancasila dan UUD 1945 adalah filosofi dan kebijakan yang berdimensi multisintesis dan multisolutif bangsa. Generasi milenial Indonesia perlu memahami kondisi saat ini dalam konteks ketahanan nasional, bahwa kedaulatan bangsa adalah  nilai spirit dan nafas kerohanian bangsa. Dengan spirit kebangsaan memacu potensi generasi milenial mengembangkan dan menciptakan ide kreativitas (teknologi dan digital) yang berkemampuan menyapa dan menyentuh rakyat sampai dengan daerah terpencil.

     Dengan spirit kerohanian bangsa, semangat menggaungkan nasionalisme di setiap sanubari rakyat untuk menjaga dan mempertahanan kedaulatan bangsa, dan memberdayakan jejak-jejak energi bangsa menjadi kekuatan semesta partisipatif rakyat. Generasi kinerja kedaulatan bangsa adalah generasi yang memahami, bahwa era Indonesia ini saat ini adalah menyatukan kembali jabat tangan persatuan bergulir sebagai bola salju kekuatan.

Jakarta, 27 Mei 2019

Bagikan