Pada awal menjadi dokter militer tahun 1992 tidak terfikir kedepannya seperti apa, mengingat ruang lingkup profesi dokter sangat terbatas, jika tidak jadi dokter PNS ya dokter militer. Menjalani pengabdian merunut kepada jejak senior “kamu tinggal memilih, mau masuk struktural atau dokter spesialis” Demikianlah lingkup karir dokter saat itu, di masa orde baru dengan rekrutmen satu arah. Menjadi dosen belum menjadi pilihan mengingat alokasinya terbatas.

Spektrum karir seperti ini berimbas kepada perspektif berpikir saat itu. Pokoknya, jika sudah menjalani masa bakti bisa mengajukan pendidikan spesialis, intinya keluar dari daerah penugasan dengan dinamika keterpencilannya. Keluar dari kotak pandora belenggu pengabdian menuju kebebasan meraih masa depan yang lebih baik. Mengambil keputusan ini juga tidak mudah, perlu persiapan belajar keilmuan kembali yang selama ini diisi dengan kerja pengabdian dan tugas kemasyarakatan, dan jangan dilupakan apakah logistik untuk persiapan sekolah sudah cukup. Itu pun tidak cukup, mental perlu disiapkan dengan mumpuni menghadapi dunia baru persekolahan spesialis yang berbeda dengan pendidikan dokter, khan kita boyongan dengan anak – istri.

Saat sekolah, sebagai dokter militer biasanya memiliki disiplin dan hal tersebut menjadi parameter dari guru-guru kita, mungkin sebagai nilai lebih. Proses belajar mengajar menjadi tantangan tersendiri, tidak hanya menguatkan otak untuk fungsi kognitif, menguatkan rasa untuk fungsi afektif, menguatkan interaksi sosial sebagai fungsi psikomotorik, namun yang utama justru menguatkan keberdayaan hidup dengan kapasitas terbatas mengayun diantara kesungguhan belajar, kesungguhan mencari nafkah dan ketanggapan untuk mengelola keluarga tetap harmonis. Prinsipnya adalah seperti memelihara gerak ban mobil agar senantiasa seimbang: balancing dan spooring.

Setelah menyelesaikan pendidikan spesialis, seorang dokter militer harus menjalani pendidikan untuk jenjang kepangkatannya yaitu pendidikan lanjutan sekolah perwira (SELAPA). Pendidikan ini wajib untuk dijalani, soalnya nanti jika berdinas mendapat gurauan “masak sudah spesialis pangkat masih Kapten “

Pilihan berikutnya adalah tempat bertugas, di daerah menjadi spesialis yang berkarya mungkin finansial akan berkembang baik, ataukah di pusat sarat dengan penugasan yang kadang meninggalkan praktek dengan perkembangan finansial bergerak lambat. Semua ada takdirnya.

Keputusan tersebut menentukan karir kita berikutnya. Penulis kebetulan menjalani takdir bertugas di pusat (RSPAD Gatot Soebroto) dengan seabreg penugasan. Seberat-beratnya penugasan, pasti ada ujungnya ada nilai kemaknaan yang baik.

Disuatu hari, kami dipanggil atasan “tolong siapkan beberapa kasus untuk pertemuan internasional military medicine, tahun ini diselenggarakan di Jakarta” Dengan keterbatasan yang ada dan kebetulan mendapatkan kasus menarik yang dapat ditampilkan dalam pertemuan APMMC (Asia Pasific Military Medicine Conference). “Satu lagi kamu diminta jadi moderator “Wah yang kedua ini perlu persiapan khusus.

Kegiatan APMMC tahun 2010 membuka perspektif baru dokter militer, yang selama ini terkungkung di lingkup kemiliteran yang terbatas. Peran keilmuan dan interoperability dokter militer ternyata sangat luas. Sejak itu tumbuh kebanggaan yang lebih kuat sebagai dokter militer.

Jakarta, 20 Agustus 2019

Bagikan