KOMPASIANA

                                                                  Oleh

                                                            Soroy Lardo

      Kejadian luar biasa Hepatitis A yang terjadi di IPB Bogor minggu ke dua bulan Desember ini kasusnya meningkat dan menjadi perhatian berbagai komunitas. Sebelumnya beberapa tahun yang lalu kejadian serupa terjadi di Bandung terhadap 40 Mahasiswa Unpar dan 68 siswa dan guru SMKN di Depok, memberikan dampak penting  pengelolaan infeksi komunitas di lingkungan institusi pendidikan. Kejadian Infeksi di komunitas, merupakan suatu kondisi yang lebih sulit diatasi dibandingkan dengan kejadian infeksi di rumah sakit, namun kedua kejadian infeksi tersebut, memerlukan penanganan yang serius dan konsisten.

      Setiap negara berkembang umumnya memiliki tantangan dalam menghadapi kondisi kesehatan lingkungan, terkait dengan perubahan iklim dan perilaku masyarakatnya dalam mencegah infeksi. Perbaikan sanitasi lingkungan dan perubahan perilaku memiliki peranan penting dan menjadi center point untuk memaksimalkan pencegahan kejadian infeksi di suatu komunitas. Kejadian hepatitis A menunjukkan kita belum bertransformasi baik dalam memperbaiki kondisi lingkungan yang sehat dan mereformasi perilaku untuk hidup sehat.

Menghadapi  Kejadian Luar Biasa (Outbreak)

       Kejadian luar biasa ( Outbreak) dari suatu penyakit infeksi di komunitas merupakan rangkaian dari multi faktor penyebab infeksi. Tidak hanya proses perjalanan infeksi, namun kondisi lingkungan dan perilaku memiliki peran yang penting. Jika terjadi suatu kejadian luar biasa (KLB), langkah awal adalah identifikasi dan investigasi penyebab terjadinya outbreak. Hal tersebut  terkait dengan tingkat angka kesakitan, biaya, upaya perbaikan perawatan terhadap pasien dan menjaga kepercayaan publik. Identifikasi awal terhadap outbreak sangat penting dalam membatasi penyebaran ke lingkungan komunitas yang lebih luas  dan penyebaran material kontaminasi.  Terhadap kejadian Hepatitis A yang baru terjadi, identifikasi penyebaran awal atau yang menjadi sumber infeksi menjadi faktor penting. Langkah berikutnya yang dapat dilakukan adalah survaillans untuk  menilai dan mendata secara terukur sumber penyebaran penyakit infeksi, sejauh mana penyebarannya, dengan cara apa penyebarannya dan akibat yang ditimbulkan dari penyakit tersebut terhadap komunitas sekitarnya. Jika yang didapatkan adalah substansi material infeksi  berupa kontaminasi makanan dan air, maka langkah yang perlu dilakukan adalah mencari alur terbaik pencegahan untuk tidak terjadi kembali kontaminasi makanan dan air. Dalam hal ini sanitasi lingkungan menjadi subjek utama untuk dibenahi agar tidak terjadi outbreak kembali. Sanitasi lingkungan dilaksanakan dengan memperbaiki sistem  pengelolaan material suplai air yang sehat dan sistem pengolahan makanan yang memenuhi standar keamanan (food security). Untuk memenuhi hal tersebut, bukanlah suatu pekerjaan yang sederhana.

      Penanganan outbreak bertahap dengan teknik yang efektif  digunakan dalam investigasi, sehingga dapat dibuat rekomendasi yang jelas dan diformulasikan untuk mencegah transmisi lebih lanjut dalam mencari sumber penyebaran infeksi. Sebelum diuraikan lebih lanjut, suatu outbreak dapat  diklasifikasikan  (1) Komunitas yang mendapatkan outbreak dari makanan , seperti yang diduga dari  kasus hepatitis A yang diberitakan. (2) Terkait dengan pelayanan kesehatan dimana kasus  infeksi dapat terjadi secara epidemiologik.

            Sampai saat ini kita belum mempunyai data suatu Case Fatality Rate dari suatu outbreak, khususnya hepatitis A. Untuk itu, terhadap kasus hepatitis A yang terjadi saat ini sangat penting kita membuat suatu pola analisis terjadinya suatu outbreak berpedoman dari tatanan dalam menangani outbreak yaitu melalui: (1) Mendapatkan hasil realitas dari outbreak dengan membandingkan kasus saat  ini dengan insidensi kasus yang sebelumnya. (2)  Identifikasi dan penetapan diagnosis berdasarkan faktor resiko dari populasi ( usia, seks, status ekonomi) , data klinik  (gejala dan kekerapan kejadian luar biasa) dan laboratorium.  (3) Mencari Kasus yang mungkin terjadi sebelumnya atau saat ini baik dari data rumah sakit maupun kesehatan masyarakat. (4) Karakteristik kasus.  Karakteristik kasus melalui informasi akurat (personal, waktu dan tempat terjadinya) dan jumlah insidensinya. (5) Formulasi dan test hipotesis untuk dapat mendeskripsi secara epidemiologi kejadian outbreak ke depan. (6) Pengawasan dari Institusi. Pengawasan dari institusi  dikaitkan dengan dengan fungsi kontrol, evaluasi dan mengkomunikasikan terhadap kejadian outbreak , memutus rantai  transmisi dan mencegah kejadian outbreak yang hampir sama. Setelah kejadian outbreak ini, peranan institusi kesehatan daerah sangat penting dalam memetakan berbagai lembaga pendidikan yang memilki faktor resiko untuk terjadinya outbreak dan membuat jalur komunikasi untuk penanganan outbreak yang terjadi.

Peranan Kontrol Infeksi di Lembaga Pendidikan

      Peranan Kontrol Infeksi di suatu Lembaga Pendidikan (Sekolah/Universitas) menjadi suatu kebutuhan, sejak terjadinya outbreak Hepatitis A. Setiap Lembaga Pendidikan khususnya Universitas memiliki Unit Pelayanan Kesehatan (UPK) untuk mahasiswa yang dapat  mengembangkan fungsinya sebagai kontrol terhadap penyakit infeksi yang mungkin terjadi dan upaya untuk mengantisipasinya.  Pengalaman penulis mengikuti Workshop Asia Pasific  Infection Control (APSIC) 2010 di Singapura, Infection Control Association Singapore (ICAS) menerbitkan Infections Guidelines for Schools and Child Care Centers  yang memuat beberapa pedoman kontrol infeksi untuk mencegah atau meminimalkan penyebaran penyakit infeksi diantara staf, mahasiswa, siswa dan lainnya. Seperti diketahui bersama, penyebaran penyakit infeksi memiliki sumber infeksi, rute dan cara penyebaran dan seseorang yang akan mendapatkan penyakit tersebut. Kepada setiap mahasiswa/ siswa dapat dijelaskan tentang berbagai rute penyebaran infeksi ( droplet, airborne, feaecal – oral, kontak), vektor yang menyebarkan dan material yang menyebabkan misalnya melalui darah, produk darah dan urin.

     Kepada setiap mahasiswa baru/ siswa dapat dilaksanakan kegiatan pelatihan singkat atau dalam selingan masa pengenalan mahasiswa materi kewaspadaan standar (Standar Precautions)  untuk pencegahan penyebaran infeksi. Kewaspadaan standar sebenarnya mencakup kesehatan praktis  seperti cuci tangan, penggunaan PPE (Personal protective  equipment) dan bagaimana menangani material yang terkontaminasi bahan infeksi. Prinsip kesehatan dengan membudayakan cuci tangan merupakan salah satu faktor penting dalam pencegahan penyebaran infeksi terutama dilaksanakan sebelum dan sesudah makan, sebelum dan sesudah dari toilet, sebelum dan sesudah  berobat, sebelum dan sudah dalam memberikan pertolongan kecelakaan/luka, sesudah menyentuh darah dan cairan tubuh,  sesudah memindahkan sarung tangan dan sesudah menyentuh binatang. Alcohol based hand rubs dapat digunakan secara rutin, terutama dalam situasi kegiatan lapangan seperti perkemahan kampus dimana fasilitas cuci tangan terbatas. Sebenarnya, setiap mahasiswa menyiapkan alcohol handrub di tas sekolahnya merupakan suatu keutamaan.

Kebijakan Immunisasi

        Langkah penting yang dapat dilakukan oleh Unit Pelayanan Kesehatan Mahasiswa adalah melaksanakan suatu kegiatan imunisasi bagi mahasiswa/ siswa baru yang akan melaksanakan masa orientasi. Saat ini beberapa rumah sakit rujukan sedang mengembangkan klinik imunisasi dewasa yang ditujukan bagi para maahasiswa, pekerja atau yang akan bepergian keluar negri. Alangkah baiknya Unit Pelayanan Kesehatan di setiap Universitas/ Sekolah merencanakan kegiatan imunisasi berupa vaksinasi terhadap beberapa penyakit infeksi yang diperkirakan dapat menjadi outbreak seperti vaksinasi hepatitis A dan  vaksinasi tifoid, yang terkait dengan  sanitasi makanan dan lingkungan. Sehingga setiap siswa/ Mahasiswa dapat melaksanakan studinya dengan lebih optimal, sebab langkah prevensi sudah dilakukan sebelum memulai pendidikan

Manajemen Antisipatif

   Permasalahan kontrol infeksi baik di lingkungan rumah sakit maupun komunitas/institusi adalah keterlibatan dan kepedulian dari pihak manajemen. Pengendalian infeksi di rumah sakit, walaupun memerlukan ‘cost’ yang besar untuk mencegah kejadian infeksi di rumah sakit,  namun biayanya akan lebih jauh lebih sedikit dibandingkan meningkatnya resistensi antibiotika dan perawatan pasien yang lebih lama. Demikian pula dengan kejadian infeksi yang terjadi di komunitas, tentunya energi , biaya dan penanganannya akan lebih besar dibandingkan dengan langkah preventif berupa perubahan perilaku, perbaikan sanitasi makanan dan air serta vaksinasi untuk mahasiswa dan pelajar. Dan untuk hal tersebut dibutuhkan kesungguhan para pimpinan di lembaga pendidikan   berdiri di depan untuk mencegah terjadinya outbreak berikutnya.

Wassalam

Dr dr Soroy Lardo, SpPD FINASIM

Divisi  Penyakit Tropik dan Infeksi Departemen Penyakit Dalam

Indonesia Army Central Hospital Gatot Soebroto – Jakarta

 

Bagikan
Translate »